Notification

×

Iklan

Iklan

Artikel Terhangat

Tag Terpopuler

Menulis: Bekerja Untuk Keabadian

Sabtu, 14 Maret 2020 | 12:15 WIB Last Updated 2020-03-14T04:17:04Z
Lorong KataAktivitas tulis menulis pada dasarnya telah lama ada. Meskipun transformasi penggunaan media dan alat tulis menulis berubah sesuai dengan kebutuhan zamannya. Catatan sejarah menunjukkan, dahulu para penulis menggunakan batu hingga kulit binatang sebagai medium tulisnya.

Berbagai peristiwa yang terjadi di muka bumi juga dapat diketahui oleh generasi saat ini karena adanya berbagai peninggalan-peninggalan berupa tulisan yang belakangan menjadi khazanah ilmu pengetahuan yang menciptakan kebudayaan di berbagai peradaban di dunia.

Tanpa disadari, ternyata aktivitas menulis bisa mengantarkan kita menuju keabadian. Bagaimana bisa? Keabadian yang saya maksud tentu bukan dalam konteks memperpanjang umur, namun bagaimana menciptakan keabadian ala seorang penulis. Yakni, kenangan tentang kita akan kekal dalam ingatan setiap insan meski raga telah meninggalkan dunia ini.

Ya, begitu banyak sosok yang kita kenal lewat karyanya. Tentu kita mengenal Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi, Ibnu Sina, al-Khawarizmi, Ibnu al-Nafis, Jabir Ibn-Hayyan, dan sederet sosok-sosok terkenal lainnya yang diketahui sangat dekat dengan dunia tulis menulis.

Hal tersebut dapat dibuktikan dengan banyaknya tulisan-tulisan yang mereka tinggalkan dan hari ini tulisan itu menjadi bahan diskusi dalam menciptakan dan membangun peradaban manusia yang lebih maju. Mereka mungkin saja telah meninggal puluhan, ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu tetapi mereka tetap dapat dikenal melalui karya-karyanya.

Karya-karya mereka inilah yang menjadi inspirasi bagi generasi saat ini. Bisa dibayangkan seandainya mereka tidak pernah menuliskan pemikiran dan gagasannya kedalam berbagai tulisan, tentu saja kita bisa berkesimpulan bahwa peradaban dengan berbagai kecanggihan yang kita nikmati hari ini tidak akan pernah ada.

Kita pun juga bisa seperti itu. Menulis, menghasilkan karya, dan abadi dalam ingatan setiap orang. Tidak mudah memang, tapi bukan berarti tidak bisa, selama kita mau belajar dan terus mengasah diri. Sebagian orang mungkin akan berkata, ya, para sosok hebat tersebut bisa menulis karena mereka orang yang berbakat, sedangkan saya? Menulis satu paragraf pun kesulitan.

Jujur, sikap itulah yang terkadang menjadi penghambat dalam diri. Akibatnya individu yang seperti itu tidak pernah menuliskan pemikiran atau perenungannya walau cuma satu paragraf sekalipun. Padahal, sejujurnya menulis tidaklah sesulit yang dibayangkan. Rahasianya sederhana. Cukup paksakan dan biasakan diri untuk menulis. Ambil buku catatan, hidupkan komputer, dan mulailah menulis, dengan menuangkan gagasan, pemikiran dan perenungan anda.

Terlebih, dengan kemajuan teknologi sekarang, kita bisa dengan sangat mudah melakukan aktivitas tersebut karena ditunjang dengan fasilitas canggih. Kita hanya perlu meluangkan waktu dan merefleksi peristiwa-peristiwa yang terjadi disekeliling kita serta merekamnya ke dalam berbagai tulisan.

Menulis tentu saja harus ditunjang dengan bacaan yang baik, sehingga hasilnya mampu menggugah semangat pembaca untuk melahap kata-kata demi kata yang telah kita rangkaikan menjadi kalimat. Apalagi, menulis juga bisa menjadi sarana untuk menebarkan ide-ide kebaikan kepada setiap orang.

Jadi, teruslah menulis hingga keabadian itu menghampiri kita. Sungguh, kita semua memiliki kesempatan yang sama untuk menciptakan keabadian tersebut, selama mau belajar dan selalu mengasah diri. Sebagai penutup, saya akan mengutip quote dari sosok sastrawan terkenal Indonesia, sebagai bahan perenungan kita semua:

Orang boleh pandai setinggi langit tapi, selama ia tidak menulis, ia akan hilang dari masyarakat dan dari sejarah. Menulis ialah bekerja untuk keabadian
-Pramoedya Ananta Toer-

Penulis: Devita Nanda Fitriani, S.Pd (Pegiat Literasi)
×
Berita Terbaru Update