Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Mengakhiri Kekerasan Pada Anak

Kamis, 30 Juli 2020 | 12:42 WIB Last Updated 2020-07-30T04:42:23Z
Tawati (Pengamat Masalah Anak dan Remaja)
LorongKa.com - Hari Anak Nasional diperingati setiap tahun, namun fakta kekerasan pada anak terus berlangsung. Dikutip laman PR Depok (22/7/2020), Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM) Kota Bandung menyebutkan ada sebanyak 70 kasus kekerasan dialami anak di bawah umur di Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar).

Dari jumlah tersebut, sebanyak 30 kasus di antaranya tentang kekerasan seksual termasuk prostitusi online. Data tersebut disampaikan langsung oleh Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak, Aniek Febriani berdasarkan data sejak Januari 2020 hingga Juli 2020.

Entah sudah berapa kali Hari Anak Nasional diselenggarakan namun kondisi anak Indonesia masih tetap sama. Bahkan di era Pandemi kekerasan terhadap anak semakin meningkat.

Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Leny Nurhayati Rosalim mengatakan kekerasan terhadap anak meningkat selama pandemi disebabkan orang tua yang mengalami stres. Orang tua kehilangan sumber pendapatan, cemas tidak mampu membayar tagihan, dan banyak yang tidak mampu mengelola mentalnya. (nasional.tempo.co, 16/5/2020)

Sebelum masa pandemi pun kasus kekerasan pada anak bertambah banyak. Hal ini menunjukkan ada kesalahan dalam menyelesaikan masalah ini. Ada akar masalah yang tidak pernah tersentuh, hingga menyebabkan dalam kondisi apa pun kekerasan pada anak akan terus berulang.

Banyak kebijakan yang kontradiktif dan kontraproduktif dengan misi perlindungan anak. Merevisi perundang-undangan anak atau menggagas peraturan baru bukan solusi terhadap kekerasan anak. Sejatinya yang dibutuhkan adalah perubahan sistem yang mendasar.

Sistem sekuler yang menjauhkan manusia dari akidah Islam semakin menggerus keimanan hingga manusia tak kenal halal haram. Arus liberalisme yang selalu diserukan pun membuat manusia bebas melakukan apapun atas nama HAM. Juga kegagalan kapitalisme semakin menambah rumit.

Akar Masalah

Kekerasan pada anak merupakan buah dari penerapan sistem sekuler dan liberal yang rusak, yang hanya melahirkan kerusakan dan kebobrokan di semua lini kehidupan. Bila sistem sekuler yang berjalan saat ini terbukti hanya melahirkan maraknya tindakan kekerasan pada anak, selayaknya sistem ini dibuang jauh-jauh dari kehidupan umat yang mayoritas muslim ini.

Negara yang memiliki kemampuan dengan segala perangkat yang dimilikinya untuk melakukan perubahan sistem tersebut. Tidak mungkin bisa menyelesaikan masalah kekerasan dan kejahatan anak jika yang melakukannya hanya individu dan keluarga.

Negara memiliki beban sebagai pengayom, pelindung, dan benteng bagi keselamatan seluruh rakyatnya, demikian juga anak. Nasib anak menjadi kewajiban negara untuk menjaminnya.

Kekerasan pada anak akan terus berulang selama negara berlepas tangan dan tidak segera menyelesaikannya hingga mengubah sistem yang mendasar ini.

Islam memiliki mekanisme perlindungan pada anak yang sistemis, lewat berbagai peraturan. Pertama, Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan kerja yang layak agar setiap kepala keluarga dapat bekerja dan mampu menafkahi keluarganya.

Sehingga tidak ada anak yang telantar, krisis ekonomi yang memicu kekerasan anak oleh orang tua yang stres bisa dihindari, para ibu akan fokus menjalankan fungsi keibuannya dalam mengasuh, menjaga, dan mendidik anak karena tidak dibebani tanggung jawab mencari nafkah.

Kedua, negara menetapkan kurikulum berdasarkan akidah Islam yang melahirkan individu bertakwa. Salah satu hasil dari pendidikan ini adalah kesiapan orang tua menjalankan salah satu amanahnya yaitu merawat dan mendidik anak-anak, serta mengantarkan mereka ke gerbang kedewasaan.

Ketiga, Negara juga menerapkan sistem sosial yang akan menjamin interaksi yang terjadi antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan ketentuan syariat. Perempuan diperintahkan untuk menutup aurat dan menjaga kesopanan, serta menjauhkan mereka dari eksploitasi seksual, larangan khalwat, larangan memperlihatkan dan menyebarkan perkataan, serta perilaku yang mengandung erotisme dan kekerasan serta merangsang bergejolaknya naluri seksual.

Dapat dipastikan ketika sistem sosial Islam diterapkan tidak akan memunculkan gejolak seksual yang liar memicu kasus pencabulan, perkosaan, serta kekerasan pada anak.

Keempat, media massa juga berperan menginformasikan sesuatu yang berguna untuk membina ketakwaan dan menumbuhkan ketaatan pada Allah SWT. Apa pun yang akan melemahkan keimanan dan mendorong terjadinya pelanggaran hukum syara’ akan dilarang keras.

Kelima, negara memberikan hukuman tegas terhadap pelaku kejahatan, termasuk orang-orang yang melakukan kekerasan dan penganiayaan anak. Hukuman tegas akan membuat jera pelakunya dan mencegah orang lain melakukan kemaksiatan yang sama.

Di samping kelima aturan tersebut ditempuh negara untuk menyelesaikan persoalan kekerasan pada anak, orang tua juga berperan penting dalam menyayangi anak-anaknya, mendidiknya, serta menjaganya dari ancaman kekerasan, kejahatan, dan terjerumus pada azab neraka.

Sebagaimana firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (TQS At-Tahrim [66]:6)

Pemahaman yang menyeluruh terhadap hukum-hukum Islam menjadi salah satu benteng yang akan menjaga anak terjebak pada kondisi yang mengancam dirinya. Masyarakat juga wajib melindungi anak-anak dari kekerasan dengan melakukan amar makruf nahi mungkar. Tidak akan membiarkan kemaksiatan terjadi di sekitar mereka.

Negara juga tak luput dari kontrol masyarakat, jika ada indikasi negara abai terhadap kewajibannya berdasarkan aturan Islam, maka masyarakat akan mengingatkannya.

Penyebab utama kekerasan pada anak tidak lain dari penerapan ekonomi kapitalis, penyebaran budaya liberal, serta politik demokrasi. Wallahu a'lam bishshawab.

Penulis: Tawati (Pengamat Masalah Anak dan Remaja)
×
Berita Terbaru Update