Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Tukang Pamer

Rabu, 16 Februari 2022 | 08:29 WIB Last Updated 2022-02-16T00:30:10Z

Ramli Lahaping

LorongKa.com - 
Jamil telah menamatkan sebuah film dokumenter di YouTube tentang problem kemiskinan masyarakat. Sebuah film yang menggambarkan cara-cara orang kaya memperalat orang miskin. Tayangan itu sontak membakar kebenciannya kepada kaum borjuasi. Sebagai seorang mahasiswa tahun ketiga yang telah banyak membaca dan mendiskusikan persoalan ketidakadilan ekonomi, ia merasa sangat terusik. 


Sesaat setelahnya, ia menemukan saran video di platform media sosial tersebut. Ia lantas memainkannya, hingga ia menyaksikan lakon Marlina dan suaminya yang terkenal sebagai selebritas media sosial yang sensasional. Keduanya tampak memamerkan keberhasilan mereka mendulang kekayaan dari program investasi sebuah perusahaan yang bekerja sama dengan mereka dalam soal periklanan.


"Lihatlah uang, perhiasan, dan barang-barang bermerek ini. Semuanya berasal dari keuntungan investasi yang telah kami lakukan," tutur Marlina, di samping suaminya, di kanal YouTube mereka. "Nah, untuk Anda yang ingin seperti kami, jangan ragu-ragu untuk menginvestasikan uang Anda. Cepat hubungi kontak yang tertera di layar, agar Anda segera mendapatkan panduan untuk menggapai kesuksesan."


Baru beberapa menit, Jamil segera mengakhiri pemutaran video tersebut. Ia tak sanggup menyaksikan laku congkak sepasang orang kaya yang tinggal sekabupaten dengannya itu. Karena keprihatinannya kepada orang miskin, ia merasa kalau tindakan memamerkan kekayaan semacam itu, hanya akan membuat orang miskin makin inferior di tengah ketidaksanggupan mereka mempertaruhkan uang makan untuk bermain investasi. 


Terang saja, ia gusar menyaksikan wujud ketidakadilan yang telah dipertontonkan secara telanjang. Ia jengkel melihat orang kaya seperti Marlina dan suaminya, yang tega tertawa senang di atas penderitaan orang miskin. Ia muak melihat perilaku pesohor seperti mereka yang sama sekali tak punya empati untuk menyantuni orang yang tidak mampu, dan malah memancing keirian dengan menggembar-gemborkan kekayaan.


Atas kegelisahan hatinya, ia benar-benar tak habis pikir menyaksikan kegilaan dan sindrom para selebritas yang berduit. Ia kelimpungan mencerna keangkuhan mereka yang sengaja mengusik kesabaran orang-orang yang tidak seberuntung mereka dalam soal ekonomi. Ketika masih banyak orang yang mesti bersusah payah untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, mereka malah mempertontonkan kemewahan hidup mereka.


Dengan pandangan itu, bukan berarti ia menolak para selebritas kaya berfoya-foya dengan penghasilan mereka. Ia memahami bahwa setiap orang berhak menggunakan harta benda mereka untuk tujuan apa pun. Tetapi ia tak bisa menoleransi kebiasaan orang-orang yang telah kecanduan memamerkan kepunyaan mereka, sampai-sampai lakon narsistik mereka menyesaki media sosial dan mencemari media massa, terutama siaran televisi. 


Parahnya lagi, para selebritas berduit sering kali tak punya kemurahan hati untuk berbagi rezeki kepada orang yang membutuhkan dengan cara yang baik. Kalaupun ada, mereka hanya bermaksud meningkatkan popularitas dan memperbaiki citra diri. Mereka memberikan secuil uang untuk orang yang terpaksa menjual kemiskinannya sebagai konten media sosial. Mereka menempatkan harga diri orang tak berpunya di bawah materi. 


Fenomena itu jelas bertentangan dengan prinsip hidupnya selama ini. Baginya, para selebritas kaya tidak sepantasnya mempertontonkan ketajiran mereka, lantas berbagi hanya untuk meninggikan diri mereka dan merendahkan orang lain. Pemikirannya itu terbentuk dari didikan orang tuanya sejak ia kecil, yang senantiasa memesankan kepadanya untuk menjaga kerahasiaan harta benda mereka, sembari menyantuni orang miskin secara diam-diam. 


Sedari dahulu, orang tuanya memang punya sikap yang bijak dalam menyikapi harta benda mereka. Orang tuanya yang merupakan petani kakao yang sukses, senantiasa menekankan kepadanya untuk tidak membocorkan informasi perbendaharaan mereka. Selain untuk menjaga perasaan orang yang tidak seberuntung mereka, juga untuk menjaga keamanan mereka dari garongan orang dengki yang ingin mendapatkan penghasilan secara instan. 


Akhirnya, atas ketidaksenangannya menyaksikan laku pamer para selebritas, ia pun membulatkan tekad untuk menapaki jalan perlawanannya. Ia berhasrat mencuri harta benda Marlina, lantas menyedekahkannya kepada orang yang membutuhkan atau menyumbangkannya untuk kepentingan publik, secara sembunyi-sembunyi. Ia ingin membuat Marlina jera mempertontonkan kekayaannya, dan menjadi orang yang rendah hati. 


Pada tengah malam ini, dengan wajah berbalut topeng, ia pun menjalankan aksinya. Ia melakukannya dengan tenang karena ia tahu kalau Marlina dan suaminya sedang berlibur, sehingga rumah mereka dalam keadaan kosong. Hingga akhirnya, melalui pintu belakang, ia berhasil masuk ke dalam rumah mewah itu. Dengan langkah santai, ia lantas menjelajah untuk menemukan harta benda sepasang tukang pamer tersebut. 


Setelah menyisir ruangan demi ruangan di tengah keremangan, ia akhirnya berhasil menemukan uang dan perhiasan Marlina di dalam sebuah lemari. Ia lantas membungkusnya dengan selimut yang ia temukan di atas ranjang. Ia lalu melangkah keluar dengan sikap hati-hati, kemudian memanjati pagar dan mendarat di sebuah lahan kosong tempatnya memarkir sepeda motor. Dan akhirnya, ia berhasil kabur dengan perasaan senang.


Sepanjang perjalanan pulang, ia lantas memikirkan perihal peruntukan harta benda gondolannya. Ia mulai menimbang-nimbang dan menetapkan sejumlah target, entah orang miskin, panti asuhan, dan lembaga keagamaan di sekitar lingkungan tempat tinggalnya. Ia yakin, dengan nilai barang curiannya yang tinggi, ia akan memperoleh jumlah uang yang memadai untuk menyedekahi atau menyumbangi semua ancangan sasarannya. 


Sekian lama kemudian, ia berhasil sampai di kos-kosan tempat tinggalnya tanpa kendala apa pun. Ia lalu bergegas masuk ke dalam kamarnya sambil memanggul hasil curiannya. Ia lantas duduk dan menyibak bungkusan curiannya dengan antusias. Dan seketika, ia menyaksikan bergepok-gepok uang dan berbagai model perhiasan emas. Ia pun optimistis akan bisa membantu banyak orang dan beragam kepentingan kemasyarakatan.


Dengan perasaan senang, ia lekas mengalkulasi nilai curiannya. Ia mulai dengan menghitung gepokan uang dengan nominal tertinggi. Sampai akhirnya, ia terkejut setelah menemukan kertas kosong di tengah ikatan-ikatan uang. Ia sontak dirundung kecurigaan. Ia lantas menerawang lembaran cetakan uang, dan ia menyadarinya sebagai uang palsu. Ia kemudian memeriksa aneka perhiasan, dan ia meyakininya sebagai benda imitasi. 


Seketika pula, ia merasa kecele. Ia kecewa telah teperdaya lakon pamer Marlina dan suaminya di layar kaca. Ia pun mulai mengkhawatirkan nasib orang-orang yang belum mengetahui kenyataan sebenarnya, yang masih memercayai propaganda investasi mereka. Tetapi ia bingung sendiri mencari cara untuk menguak aksi penipuan mereka di tengah khalayak tanpa merusak nama baiknya sebagai pencuri amatiran yang telah tertipu.


Penulis: Ramli Lahaping. 

×
Berita Terbaru Update