Ratna Mufidah |
LorongKa.com - Menjelang Ramadhan, masyarakat seharusnya bergembira menyambut bulan suci penuh ampunan ini apalagi dengan adanya penurunan kasus covid yang kemudian disusul beralihnya status pandemi menjadi endemi. Namun ternyata hal tersebut tidak serta merta terjadi, ada banyak peristiwa yang membuat kebahagiaan masyarakat terusik. Mulai dari tidak konsistennya pemerintah menetapkan aturan tentang pengaturan kegiatan selama peralihan pandemi menjadi endemi ini.
Pemerintah beberapa waktu lalu memberi syarat kepada kaum muslimin yang mau melaksanakan tarawih di masjid harus vaksin booster terlebih dahulu, termasuk mereka yang mau mudik nantinya. Syarat ini tidak ada pada even yang sangat dekat belakangan ini yaitu balapan motor motoGP di Mandalika, juga even-even konser musik dan acara lainnya. Tentu saja perlakuan beda ini membuat masyarakat geram karena perbedaan even saja bisa berbeda kebijakan dengan alasan pengendalian wabah covid-19.
Tidak hanya itu, yang lebih menyengsarakan hidup masyarakat adalah kenaikan harga kebutuhan bahan makanan pokok terutama dipicu oleh kenaikan harga minyak goreng menjadi sekitar Rp 50 ribu setelah sebelumnya hilang di pasaran saat harganya dipatok Pemerintah sebesar 14rb/liter. Kenaikan harga minyak goreng akan membuat kenaikan harga-harga barang yang lain ikut naik terutama barang-barang yang terdapat bahan CPO sebagai komposisinya.
Harga barang lain yang melonjak tinggi diantaranya adalah harga daging yang sebelumnya Rp 130 ribu menjadi Rp 140 ribu dan menjelang awal Ramadhan menjadi Rp 170 ribu. Padahal beberapa waktu lalu, tempe sebagai lauk yang menjadi andalan masyarakat juga naik akibat tingginya harga kedelai impor.
Bukan hanya harga pangan yang naik, tetapi secara diam-diam, DPR telah menyetujui kenaikan harga bahan bakar pertamax menjadi Rp 12.500 terhitung mulai 1 April 2022. Dengan naiknya harga pertamax ini, masyarakat di beberapa titik daerah juga mengeluhkan pertalite yang hilang dari SPBU. Padahal sebelumnya solar pun mengalami kelangkaan yang menyebabkan truk-truk pengangkut terhambat beroperasi.
Tak hanya itu, CNN (30/3/2022) memberitakan harga pulsa dan kuota naik imbas PPN 11 persen mulai 1 April. Dan bukan hanya PPN, pajak kendaraan tahun ini juga mengalami kenaikan sebesar 23 persen.
Sayangnya di sisi lain masyarakat disuguhi dengan fakta DPR anggarkan Rp 48 M untuk ganti gorden, dimana per orang mendapat jatah 90 juta. Begitulah bertubi-tubi masyarakat terpaksa dibuat harus bersabar dengan hidup yang makin lama makin sulit terutama untuk kalangan menengah kebawah. Padahal bagaimanapun juga, Negara kita adalah Negara berkembang dimana mayoritas penduduk adalah menengah kebawah.
Dengan kesulitan hidup yang makin meningkat akan meningkatkan jumlah masyarakat yang hidup dalam garis kemiskinan dan ketidaklayakan. Sementara itu, mereka yang berada dalam lingkaran oligarki kekuasaan tidak akan merasakan hal yang demikian, justru sebaliknya mereka akan semakin kaya dan menjadi pihak yang diuntungkan, apakah dengan maraknya impor, serta banyaknya tunjangan sebagaimana yang terjadi pada para anggota dewan.
Apabila disadari dengan seksama, kondisi diatas bukanlah kondisi ideal untuk Indonesia menjadi Negara yang kuat dan tangguh. Masyarakat yang hidup dalam kesengsaraan akan membuat Negara lemah karena secara umum akan menurunkan tingkat kualitas SDM sebagai pelaku pembangunan. Kesulitan hidup akan semakin mengurangi kelancaran akses terhadap pendidikan. Belum lagi saat ini dalam hal kesehatan, kebijakan-kebijakan BPJS makin lama juga terasa makin memberatkan masyarakat, membuat masyarakat miskin semakin sulit mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Hal tersebut sudah seharusnya disadari oleh para pembuat kebijakan diatas sana, bahwa suatu saat kelak mereka tidak bisa lepas dari pengadilan dan hisab Allah SWT atas apa yang diamanahkan kepada mereka untuk mengurusi dan melayani rakyatnya dengan baik dan benar.
Abdullah bin umar r.a berkata bahwa rasulullah SAW.telah bersabda, “kalian semuanya adalah pemimpin (pemelihara) dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Pemimpin akan ditanya tentang rakyat yangdipimpinnya. Pemimpin akan ditanya tentang rakyat yang dipimpinnya. Suami pemimpin keluarganya dan akan ditanya tntang keluarga yang dipimpinnya. Istri memelihara rumah suami dan anak-anaknya dan akan ditanya tentang hal yang dipimpinnya. Seorang hamba(buruh) memelihara harta milik majikannya dan akan ditanya tentang pemeliharaannya. Camkanlah bahwa kalian semua pemimpin dan akan dituntut (diminta pertanggungjawaban) tentang hal yang dipimpinnya.” (dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam kitab “Budak”, Bab: “Dibencinya Memperpanjang Perbudakan.”
Betapa mengerikannya tanggung-jawab pemimpin di hadapan Allah SWT. Bahkan, untuk mengurusi dengan baik urusan masyarakat ini tidak akan bisa terlaksana dengan baik kecuali dijalankan berdasarkan syariat Islam. Syariat Islam yang mampu menyelesaikan dominasi oligarki dalam kekuasaan sistem kapitalisme sehingga membuat rakyat tidak disusahkan dengan melambungnya harga-harga kebutuhan hidup.
Bila syariat Islam dijalankan, juga akan memudahkan para pelaksana Negara untuk berlaku adil dan amanah. Beda dengan sistem sekular yang justru sangat jauh dari fitrah, malah mendorong manusia untuk berlaku korup, lupa dengan seruan-seruan Allah tentang pemimpin yang amanah. Padahal, ancaman Allah ini amatlah nyata bagi pemimpin yang dzalim,
Aisjah r.a berkata: saya telah mendengar rasulullah saw bersabda di rumahku ini: ya allah siapa yang menguasai sesuatu dari urusan umatku, lalu mempersukar pada mereka, maka persukarlah baginya. Dan siapa yang mengurusi umatku lalu berlemah lembut pada mereka, maka permudahlah baginya. (hr. Muslim)
Sudah saatnya masyarakat juga menyadari syariat Islam dalam kehidupan mereka sehingga bisa mengantarkan mereka pada kebahagiaan dunia dan akhirat sehingga bisa melalui Ramadhan dengan sebenar-benarnya kebahagiaan.
Penulis: Ratna Mufidah, SE