Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Puisi - Demokrasi Yang Pincang

Jumat, 27 Oktober 2017 | 14:26 WIB Last Updated 2022-04-23T17:11:57Z
Image From Google
Demokrasi Yang Pincang
Dikha

Langit semakin menua namun tak ada yang berubah dariku, korupsi semakin merajalela, moral bangsa semakin hancur, penipuan layaknya menjadi hal yang biasa, para penguasa tetap egois memikirkan kantong sendiri.

Nasib bangsaku menjadi taruhan di meja para pemimpinku, terombang ambing di tengah samudera bak perahu tanpa nahkoda, berjalan tanpa arah di hempas gelombang di lautan politik kekuasaan.

Tak ada yang salah dalam politik namun bijaklah dalam memutuskan, jadikan rakyat sebagai tujuan, bukan untuk kehancuran tapi demi kesejahteraan, agar mereka dapat hidup nyaman.

Wahai para penguasa.

Rakyatmu menjerit kesakitan karena negaramu diambang kehancuran, janji-janji tak ubahnya seperti biduan yang kenikmatannya hanya sesaat, kebebasan politik bukan lagi karena rakyat melainkan hanya kesenangan.

Kepekaan di wajahmu tak lagi kutemukan, karena dipikirmu hanyalah pencitraan, bagimu kemenangan adalah menjatuhkan lawan, nasib bangsa kini tak lagi dihiraukan, karena janjimu telah berselingkuh, berubah menjadi lawan.

Kehancurah tak lagi diindahkan, Dekadensi moral semakin meningkat, Mental perjuangan menjelma mental uang, permata, kekuasaan, kepentingan pribadi, lagi-lagi rakyatlah yang dikorbankan.

tuan-tuan, aku tidak sedang membual, kini yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin melarat, janji-janji tinggal kenangan, pesta demokrasi jalan untuk kekuasaan, bagi para pembual yang ingin berkuasa.

Para penguasa tidur dengan perut kenyang, rakyat jelata tidur dengan perut keroncongan, para penguasa berpesta di restoran, rakyat jelata berjalan menangis di pinggir jalan.

Tuan-tuan !!!

Jika boleh, ijinkan aku berkata, berkata sesuatu yang nyata, bahwa ini demokrasi yang pincang.
×
Berita Terbaru Update