Rupanya Dewasa Tidak Menyenangkan
Berjalan tanpa arah bak dedaunan terhempas angin, mengikuti arah kemana nasib kan membawaku, sesekali duka dan derita datang menggoda, mengundang tangis melarungkan air mata.
Inilah aku bocah dewasa yang haus kasih sayang, diantara pelukan tangis dan tawa, tentang pelukan yang dulu pernah ada.
Dulu aku masih tak mengerti, tentang pahala dan dosa dunia, hanyut dalam lautan kebahagiaan, dalam pelukan dan tawa.
Dulu aku masih tak mengerti apa itu cinta, apa itu sayang, karena yang ku tau adalah kau selalu ada dalam setiap situasi, dalam pelukan, dalam tawa maupun sedihku.
Dulu aku tak mengerti tentang luka, tentang air mata yang membasahi tubuh, karena pelukan selalu hadir mengusir sepi, membasuh luka, menghapus air mata.
Aku bosan menjadi dewasa.
Di sini aku merasakan luka, merasakan sedih, merasakan getirnya hidup, hidup yang penuh permainan, hidup yang penuh ambisi, hidup yang penuh dengan kebongan.
Dewasa telah membuatku sepi, hidup dalam kesendirian, mengundang pilu dan air mata, berdiri dalam kegelapan berharap tak pernah dewasa.
Ibu !!!
Aku rindu masaku dulu, masa bahagiaku, tawaku, senyumku yang dulu, pelukanku yang dulu, hingga sedihku yang dulu, tentang pelukmu yang menyapu air mataku.
Mungkinkan esok aku masih bisa memegang tanganmu, merasakan pelukmu tuk menghalau sedihku, menatap senyummu.
Dewasa melelahkanku ibu !!!
Jalan yang kutapaki penuh duri, menyesatkanku ke dalam hutan yang penuh misteri, membuat luka yang begitu dalam, akan hidup yang tak dapat kupahami.
Mungkinkah duniaku yang dulu dapat ku ulangi ?, mengulang kisah bahagiaku, tetang seseorang yang selalu menopang bebanku,
Rupanya dewasa melelahkanku.
Ibu !!! dapatkah aku kembali menjadi bocah kecilmu, sebab dewasa tidaklah menyenangkan seperti pikirku dulu.