Minat ini disampaikan CRCC saat menemui Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut mengatakan kalau memang teknologi dari China lebih baik kenapa tidak.
"Dia pengin investasi di bidang kereta api Jakarta-Surabaya, dia mau masuk juga. Tapi Jepang kan sudah ada, ya kalau dia klaim teknologi maju kenapa nggak, Jepang juga sudah maju sih," kata Luhut di kantornya, Senin (2/9/2019).
Nampaknya memang pemerintah semakin getol memajukan infrastruktur melalui jalur investasi. Namun, pemerintah nampaknya sama sekali tidak memikirkan dampak jangka panjang terkait investasi asing terhadap nasib bangsa ini kedepannya.
Investasi Hanyalah Jebakan Utang
Penanaman Modal Asing atau (PMA) merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total atau mengakuisisi perusahaan (Wikipedia).
Penanaman Modal di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.
Selain itu, secara politik dan kedaulatan, negeri ini sebelumnya dikendalikan melalui utang luar negeri yang terus menggunung. Awalnya melalui CGI dan IGGI. Saat kedua lembagai itu dibubarkan, perannya digantikan oleh IMF dan Bank Dunia.
Utang dan investasi adalah jalan mudah bagi pemerintah dalam memajukan perekonomian, padahal jalan ini merupakan " Jebakan Betmen " bagi bangsa ini yang kemudian hari dapat dikendalikan dan dikuasai oleh kapitalis asing.
Padahal, Indonesia sendiri merupakan negara berkembang dengan segala potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang memumpuni dimanfaatkan untuk memajukan perekonomian, transportasi, pembangunan, perindustrian dan sebagainya. Tetapi fakta berbicara lain ketika pemerintah sendiri lebih merangkul investor asing dalam memajukan sektor-sektor tersebut.
Dalam memajukan sarana dan prasarana transportasi dalam hal ini adalah infrastruktur tentu proyek ini akan memberi dampak dalam jangka panjang. Sementara itu negara yang membangunnya juga harus memperhatikan dampak jangka pendek yang dihasilkan dalam membangun infrstruktur tersebut.
Dalam membangun infrastruktur di era kapitalis global saat ini tentu tak terlepas dari pihak investor asing dan utang luar negri. Ada beberapa negara yang sukses seperti Korea Selatan, Jepang, maupun Rusia yang berhasil mengendalikan utang luar negeri tersebut. Tetapi ada pula beberapa negara yang justru terancam kemiskinan akibat investasi dan utang luar negri.
Berikut empat negara yang gagal dalam membayar utang terhadap China diantaranya; Zimbabwe memiliki utang US$ 40 juta kepeda China. Akibatnya negara itu harus mengikuti keinginan China mengganti mata uangnya menjadi yuan sebagai imbalan penghapusan utang. Mata uang yuan di Zimbabwe mulai berlaku pada 1 januari 2016, setelah pemerintahan Zimbabwe mendeklarasikan tidak mampu membayar utang yang jatuh tempo pada akhir Desember 2015.
Nigeria di mana model pembiayaan melalui utang yang disertai perjanjian merugikan negara penerima pinjaman dalam jangka panjang. China mensyaratkan penggunaan bahan baku dan buruh kasar asal China untuk pembangunan infrastuktur di Nigeria. Selain itu Sri Lanka, setelah tidak mampu membayar utang.
Akhirnya pemerintah Sri Langka melepas Pelabuhan Hambatota sebesar US$1,1 triliun. Terakhir Pakistan, di mana Gwadar Port yang dibangun bersama China dengan nilai investasi sebesar US$46 miliar harus direlakan.
Investasi asing inilah yang merupakan jebakan utang bagi negara-negara berkembang. Terutama bagi negara-negara yang memiliki SDA yang melimpah termaksud Indonesia sendiri. Dalam hal ini, pemerintah seharusnya bercermin dari negara-negara yang gagal dalam berinvestasi dengan China khususnya, sebab hal ini hanyalah tipuan kerja sama namun jika utang tidak mampu dibayar maka tidak menutup kemungkinan proyek membangun infrastruktur justru menjadi milik investor asing, China ataupun Jepang.
Untuk itu investasi dalam memajukan infrastruktur di negeri tak lain adalah sebuah kebuntungan bagi pemerintah sendiri. Dalam hal ini ketidakmampuan pemerintah mengelola SDA sebagai modal untuk membangun sektor-sektor pembangunan di negeri ini. Malah keuntungan justru akan kembali ke investor asing sebagai pemilik dan penikmat dan korbannya tak lain adalah kesejahteraan rakyat yang terabaikan.
Cara Islam Membangun Infrastruktur
Negara yang berkembang dengan memegang prinsip ideologi islam sejatinya tidak akan mudah terpengaruh oleh kapitalisasi global. Apalagi jika pemerintahannya cerdik dalam mengelola sumber daya alamnya sendiri untuk kesejahteraan rakyat. Islam dalam hal ini sebagai agama maupun ideologi memiliki cara tersendiri dalam memajukan pembangunan diberbagai sektor dari hulu hingga hilir melalui sistem keuangan bayt al-mal.
Disadur dari tulisan Hj. Nida Sa’adah, SE Ak MEI beliau menuliskan bahwa, sistem keuangan negara di dalam pengaturan Islam telah terbukti berhasil mewujudkan kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan bagi muslim dan non muslim selama beberapa abad. Pos-pos pendapatan dalam sistem keuangan Bayt al-Mal terdiri dari tiga pos pemasukan utama yang masing-masing rinciannya memiliki banyak ragam jenis pemasukan.
Pertama, bagian fayi dan kharaj. Fayi adalah salah satu bentuk pampasan perang, dan kharaj adalah retribusi atas tanah atau hasil produksi tanah dimana para pemilik tanah taklukan tersebut membayar kharaj ke negara Islam.
Kedua, bagian pemilikan umum. Kepemilikan umum adalah izin dari al-Shari‘ kepada jama‘ah (masyarakat) untuk secara bersama-sama memanfaatkan sesuatu. Kepemilikan umum meliputi segala sesuatu yang menjadi kebutuhan vital bagi masyarakat, segala sesuatu yang secara alami tidak bisa dimanfaatkan hanya oleh individu secara perorangan, dan barang tambang yang depositnya tidak terbatas, yaitu barang tambang yang jumlahnya sangat banyak.
Ketiga, bagian sadaqah. Bagian sadaqah terdiri dari zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, zakat ternak unta, sapi, dan kambing.
Kebijakan fiskal Bayt al-Mal akan membelanjakan anggarannya untuk investasi infrastruktur publik dan menciptakan kondisi yang kondusif agar masyarakat mau berinvestasi untuk hal-hal yang produktif. Pada zaman Rasulullah Saw, beliau membangun infrastruktur berupa sumur umum, pos, jalan raya, dan pasar.
Pembangunan infrastruktur ini dilanjutkan oleh Khalifah ‘Umar bin Khattab ra. Beliau mendirikan dua kota dagang besar yaitu Basrah (sebagai pintu masuk perdagangan dengan Romawi) dan kota Kuffah (sebagai pintu masuk perdagangan dengan Persia).
Khalifah ‘Umar bin Khattab ra juga membangun kanal dari Fustat ke Laut Merah, sehingga orang yang membawa gandum ke Kairo tidak perlu lagi naik onta karena mereka bisa menyeberang dari Sinai langsung menuju Laut Merah. Khalifah ‘Umar bin Khattab ra juga menginstruksikan kepada gubernurnya di Mesir untuk membelanjakan minimal 1/3 dari pengeluarannya untuk infrastruktur.(Karim, Ekonomi Makro Islam)
Menurut Ibnu Taymiyyah, aktivitas ekonomi dan pengembangan biaya sosial atau infrastruktur semisal transportasi dan komunikasi yang memakan biaya yang tinggi, negara memiliki kewajiban menanggungnya. Sebuah pertimbangan untuk menjadikan bagian dari pembiayaan publik diperlukan untuk membangun kanal, jembatan, jalan, dan sebagainya.
Abu Yusuf mengungkapkan pentingnya pembangunan infrastruktur dalam penggunaan dana publik untuk mendukung produktifitas dalam meningkatkan pendapatan negara.
Oleh karena itu, pentingnya peran negara sebagai pemegang kekuasaan untuk mengambil alih kekayaan alam di negeri ini serta mengelola APBN dengan sebaik-baiknya. Maka dengan kekayaan alam tersebut serta APBN yang di kelola dengan baik, maka hal ini mampu membangun berbagai sektor pembangunan di negeri ini tanpa melibatkan investor asing.
Selain itu pentingnya pual menerapkan aturan islam secara menyeluruh agar hal ini mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat tak hanya Indonesia tetapi seluruh negara didunia ini. Wallahu A'lam Bishshowab.
Penulis: Hamsina Halisi Alfatih