Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Ekonomi Guncang, PHK Menerjang, Rakyat Kejang

Jumat, 21 Februari 2020 | 09:05 WIB Last Updated 2020-02-21T01:05:07Z
Lorong Kata - Ironis! Berbagai permasalahan negeri ini tak kunjung usai, bahkan semakin menjadi jadi. Dan permasalahan ini tidak hanya menyangkut politik-pemerintahan, ekonomi, sosial kemasyarakatan, hukum dan perundang-undangan, pendidikan dan layanan kesehatan, bahkan yang lebih serius lagi adalah permasalahan pengangguran yang terus meningkat hingga mencapai 7,05 Juta, terlebih badai PHK tak mampu lagi dibendung di tahun 2020 ini.

Badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) melanda Indonesia dalam satu tahun terakhir ini. Mulai dari perusahaan baja, manufaktur, telekomunikasi hingga startup yang sudah menjadi unicorn. Sebut saja PT Indosat Tbk yang baru saja melakukan PHK terhadap 677 karyawan. Lalu, Bukalapak perusahaan yang sudah menjadi unicorn juga melakukan PHK. Begitu juga dengan PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) yang melakukan PHK dalam rangka restrukturisasi. Hingga saat ini, sebanyak 2.683 karyawan kontrak dari 9 vendor di lingkungan Krakatau Steel setuju untuk diberhentikan.

Menanggapi fenomena itu, Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Fadhil Hasan menuturkan, dalam satu tahun terakhir ini memang perekonomian Indonesia turut tertekan dengan adanya faktor global. Begitu juga dengan indikator pertumbuhan ekonomi seperti investasi, daya beli, ekspor-impor yang memang tertekan.

"Setahun terakhir ini perekonomian menghadapi tantangan besar, berat. Kita lihat berbagai indikator pertumbuhan ekonomi kita juga tidak menggembirakan. Salah satunya itu terkait dengan daya beli masyarakat, kemudian dari sisi permintaan juga melemah, ekspor dan seterusnya. Sehingga banyak perusahaan yang mengalami kesulitan," kata Fadhil kepada detikcom, Senin (17/2/2020).

Dilansir juga dari CNN Indonesia, HSBC akan merombak bisnis perusahaan besar-besaran. Perombakan yang dilakukan termasuk menempuh langkah pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 35 ribu karyawannya dalam tiga tahun ke depan. Langkah tersebut diambil karena laba perusahaan merosot 33 persen pada 2019 lalu.

Pada Agustus lalu, HSBC juga memangkas 4.700 pekerjanya, yang sebagian besar merupakan pekerja senior. Merosotnya bisnis HSBC sebagian disebabkan oleh penurunan suku bunga, pemberian pinjaman yang tak menguntungkan, demo berkelanjutan di Hong Kong dan penyebaran virus corona dari Wuhan, Hubei, China. Penyebaran virus corona ini cukup mengganggu karyawan, supplier, dan nasabah mereka yang berada di China dan Hong Kong. Hal tersebut disebut telah memengaruhi kinerja perusahaan pada tahun ini.

Selain memangkas jumlah karyawannya, HSBC berencana memotong US$100 miliar aset mereka pada akhir 2022 mendatang. Perusahaan berharap, keputusan ini dapat mengurangi kerugian hingga US$4,5 miliar. Rencana perombakan bisnis global juga termasuk mengurangi cabang perusahaan mereka, terutama di negara-negara yang tidak memberikan keuntungan, antara lain, Eropa dan AS. Laba sebelum pajak HSBC di AS turun dari US$20 miliar pada 2018 menjadi US$ 13,3 miliar pada 2019. Akibat kerugian tersebut, HSBC mengatakan akan menutup sepertiga cabangnya di AS.

"Sekitar 30 persen dari modal kami saat ini dialokasikan untuk bisnis yang memberikan laba di bawah biaya ekuitas mereka, sebagian besar di perbankan dan pasar global di Eropa dan AS," kata CEO sementara HSBC Noel Quinn dalam sebuah pernyataan, Selasa (18/2).

Kapitalisme, Penyebab Tingginya Pengangguran

Tingginya pengangguran di Indonesia sejatinya bukan karena kurangnya skill, tetapi karena kurangnya lapangan kerja dan iklim usaha yang tidak stabil. Misalnya saja, banyak sekali lulusan SMK bahkan sarjana yang terpaksa menjadi pengangguran karena tidak ada lapangan pekerjaan yang mau menerima mereka. Sangat nyata ada kondisi ketimpangan antara kebutuhan tenaga kerja dengan lapangan kerja yang tersedia. Jumlah lulusan banyak, sementara lapangan kerja tak ada. Ketimpangan inilah yang memicu angka pengangguran terbuka.

Yang lebih parah lagi, kebijakan pemerintah banyak yang tidak pro rakyat. Gempuran tenaga kerja Tiongkok menjadi bukti nyata. Di masa pemerintahan pak Jokowi tenaga asing diberi banyak tempat, sementara tenaga pribumi harus menelan pil pahit susah mencari kerja. Kalaupun mereka akhirnya bekerja, mereka hanyalah sebagai buruh di negerinya sendiri. Sebab,  hampir semua aset kekayaan negara telah dikuasi asing dan aseng atas nama Investasi.

Dengan bermunculannya berbagi persoalan ketenagakerjaan yang tak kunjung tuntas dan salah satunya adalah tingginya tingkat pengangguran. Menjadi suatu keharusan jika ingin menyelesaikan persoalan tersebut untuk mengkaji lebih dalam apa yang menjadi faktor penyebabnya, baru kemudian mencari solusinya. Dan pada kenyataanya permasalahan ini bukanlah persoalan yang berdiri sendiri.

Permasalahan ini berkaitan dengan sistem yang diterapkan dinegeri ini, Yaitu sistem kapitalisme-sekulerisme-liberalisme, yang nyatanya dalam sistem ekonomi kapitalisme fokus pada pengembangan sektor ekonomi non real, yang menyebabkan turunnya produksi dan investasi di sektor real. Akibatnya, hal itu mendorong kebangkrutan perusahan dan PHK serta pengangguran.

Dengan demikian permasalahan pengangguran di Indonesia hanya akan bisa terselesaikan jika solusi yang diambil sesuai dengan akar permasalahan yang ada. Ketersediaan lapangan pekerjaan merupakan hal urgen yang harus tersolusikan. Namun hal tersebut akan sulit diwujudkan jika pemimpin negeri hanya sekedar obral janji dan tidak memberikan solusi pasti.

Terlebih ketika kondisi pemerintah Indonesia yang dilingkupi sistem kapitalisme neo-liberal maka semua kebijakan sangat terikat dengan hegemoni global. Hal ini pula, yang menjadikan pemerintah tidak bisa menolak ketika ada gempuran tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia. Tersebab hal tersebut adalah konsekuensi dari perjanjian perdagangan bebas dunia (WTO). Maka, untuk benar-benar bisa keluar dari permasalahan pengangguran maka Indonesia juga harus berani keluar dari pengaruh ideologi neo-liberal.

Pemerintah saat ini sepertinya telah kehabisan cara sehingga tidak bisa berbuat apa-apa untuk menanggulangi masalah PHK massal tersebut, kecuali hanya wait and see saja. Padahal banyak hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk menghadapi permasalahan ini. Yakni dengan memilih jalan keluar terbaik dari permasalahan ini. Caranya adalah dengan mengambil jalan yang ditawarkan Islam, yakni dengan menerapkan sistem ekonomi Islam sekaligus menerapkan sistem pemerintahan Islam.

Islam, Solusi Tuntas Masalah Pengangguran

Berbeda halnya dengan Islam. Dalam sistem ekonomi Islam, PHK sangat kecil sekali kemungkinannya terjadi. Sebab, prinsip ekonomi Islam yang dianut adalah penyerapan pasar domestik yang sangat didukung oleh negara dalam rangka memenuhi kebutuhan individu masyarakatnya. Selain itu, sistem ekonomi Islam pun mencakup pembahasan tentang tata cara perolehan harta kekayaan dan pemanfaatannya baik untuk kegiatan konsumsi maupun distribusi. Allah (melalui aturan Islam) tak mungkin menetapkan aturan tanpa ada kemaslahatan di dalamnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taymiah mengungkapkan “Sesungguhnya syariat Islam datang untuk mewujudkan segala kemaslahatan dan menyempurnakannya serta untuk meniadakan mafsadah mudarat dan meminimalkannya.” (Minhajus Sunnah, 1/147)

Dalam sistem Islam Negara (Khilafah), kepala negara (Khalifah) berkewajiban memberikan pekerjaan kepada mereka yang membutuhkan sebagai realisasi Politik Ekonomi Islam. Dan membuka lapangan kerja seluas-luasnya, dengan mengaktifkan sektor ekonomi real (pertanian, Industeri dll).

Rasulullah saw. bersabda: “Imam/Khalifah adalah pemelihara urusan rakyat; ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Di dalam pemerintahan Islam, pemimpin berkewajiban memberikan pekerjaan kepada mereka yang membutuhkan sebagai realisasi politik ekonomi Islam. Pemimpin harus bisa memastikan bahwa setiap kepala keluarga memiliki pekerjaan yang layak sehingga bisa menafkahi keluarga mereka.

Rasulullah saw. bersabda, “Imam adalah pemelihara urusan rakyat, ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya.” (HR Bukhari Muslim).

Mekanisme dalam mengatasi pengangguran dan menciptakan lapangan kerja dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu mekanisme individu dan ekonomi sosial. Dalam mekanisme individu, seorang pemimpin harus memberikan pemahaman kepada individu, terutama melalui sistem pendidikan, tentang wajibnya bekerja dan kedudukan orang-orang yang bekerja di hadapan Allah Swt. Selain itu, juga memastikan bahwa yang wajib untuk bekerja adalah laki-laki bukan wanita.

Ketika individu tidak bekerja, misal karena malas atau tidak memiliki keahlian dan modal, maka imam wajib memaksa individu bekerja. Sekaligus, menjamin ketersediaan sarana pendidikan dan pemberian modal agar mereka  bisa memulai usaha. Sebagaimana Umar r.a yang dengan tegas memerintahkan orang-orang yang hanya berdiam diri di masjid tidak bekerja atas nama tawakal. Umar berkata, “Kalian adalah orang-orang yang malas bekerja, padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak.” Lalu beliau mengusir mereka dari masjid dan memberi mereka setakar biji-bijian.

Sedangkan mekanisme sosial dan ekonomi. Islam akan membuka secara lebar investasi untuk sektor riil seperti di bidang pertanian, kelautan, tambang, ataupun perdagangan. Sedangkan untuk menstabilkan iklim investasi dan usaha, seorang pemimpin negara  akan menciptakan iklim yang mendorong masyarakat untuk membuka usaha melalui birokrasi sederhana, penghapusan pajak, dan melindungi industri dari persaingan yang tidak sehat. Adapun untuk penyerapan tenaga kerja di lapangan maka fokus untuk tenaga kerja laki-laki. Hal ini dikarenakan wanita tidak diwajibkan bekerja. Tugas utamanya adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Kondisi inilah yang akan menghilangkan persaingan antara tenaga kerja  laki-laki dan wanita.


Demikianlah mekanisme Islam untuk menuntaskan pengangguran. Konsep tersebut hanya bisa dilaksanakan jika tata aturan Islam diambil secara utuh dari tataran individu hingga negara. Hanya dengan pengaturan Islam, pengangguran akan teratasi secara tuntas bukan sekedar tambal sulam sebagaimana solusi yang ditawarkan oleh rezim yang mengemban neo-liberal seperti saat ini.

Walhasil, jelas solusi satu-satunya untuk keluar dari permasalahan ini harus mengganti sistem kapitalis, dengan sistem Islam yang telah terbukti selama 13 abad mampu menyelesaikan segala permasalahan bukan saja dalam masalah Solusi Islam Dalam Mengatasi Pengangguran. Tanpa itu, rakyat akan terus menderita akibat berbagai persoalan hidup yang tidak pernah berakhir. Wallahu a'lam bi shawab.

Penulis: Risnawati (Penulis Buku Jurus Jitu Marketing Dakwah)
×
Berita Terbaru Update