Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kapitalisme Effect, Eksploitasi Wanita Tiada Berakhir

Sabtu, 14 Maret 2020 | 10:06 WIB Last Updated 2020-03-14T02:10:56Z
Lorong KataGara-gara menggugah foto seksinya di media sosial, artis Tara Basro kini terancam hukuman penjara. Kepada Tagar kata Plt Kabiro Humas Kemenkominfo, Ferdinandus Setu, menyatakan yang diakukan  Tara melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). "Iya jelas melanggar UU ITE pasal 27 ayat 1 terkait pornografi," kata Ferdinandus.

Merujuk pasal itu, ancaman hukuman untuk perempuan yang antara lain membintangi film Pengabdi Setan itu cukup berat:  6 tahun penjara. Ancaman hukuman tersebut  diatur dalam Pasal 45 ayat 1 UU ITE, yang berbunyi: "Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Ada pun bunyi pasal 27 ayat 1 yang disebutkan Ferdinandus sebagai berikut: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan."

Unggahan foto aktris Tara Basro yang menampilkan dirinya tanpa busana, menghilang dari dunia maya Rabu (04/03) setelah sebelumnya sempat diklaim oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) berpotensi melanggar pasal kesusilaan dalam undang-undang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE).

Dalam unggahan lain di Instagram, dia memperlihatkan selulit di paha dan lipatan perutnya. Lewat foto tersebut, ia mengampanyekan body positivity, mengajak orang untuk mencintai tubuhnya dan percaya dengan diri sendiri. Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Mariana Amiruddin mengatakan apa yang dilakukan Tara Basro sebagai "membangkitkan kepercayaan diri perempuan".

"Tidak ada tujuan untuk membangktikan hasrat seksual, tapi tujuannya lebih ke bagaimana perempuan percaya diri terhadap tubuhnya sendiri," ujar Mariana kepada BBC News Indonesia, Kamis (05/03).

Menkominfo Johnny G Plate menegaskan foto yang diunggah Tara Basro di media sosial tidak melanggar UU ITE. Johnny menyebut foto tersebut merupakan bagian dari seni karena sebagai bentuk menghormati terhadap tubuh sendiri.

"Jangan semua hal itu didiametral begitu. Ada yang mengetahui itu. Evaluasinya adalah itu bagian dari seni atau bukan. Kalau itu bagian dari seni, maka itu hal yang biasa. Namanya juga seni," kata Johnny di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (5/3/2020).

Jika seorang perempuan mengalami stigma dan kekerasan verbal secara langsung karena keputusannya untuk menentukan ekspresi dan otonomi atas tubuhnya, misalnya persoalan bentuk tubuh, warna kulit, goresan bekas luka dan lain sebagainya. Dengan munculnya media sosial yang digunakan untuk mengekspresikan penolakan dan stigma terhadap keputusan perempuan dalam menentukan ekspresi, simbol dan hal-hak yang berkaitan dengan otonomi tubuh namun bertentangan dengan pendapat dan ideologi umum, dampak tekanan psikologis yang dialami perempuan tersebut lebih besar.

Stigma dan tekanan sosial yang selama ini dianggap sebagai kontrol sosial misalnya belenggu terhadap hak-hak atau otonomi perempuan dalam mengatur tubuhnya semakin besar dampak kekerasannya di era media sosial kini. Media sosial menjadi sarana untuk melontarkan stigma dan penghakiman terhadap seorang perempuan agar  patuh terhadap nilai dan ideologi yang sesungguhnya bertentangan dengan pilihannya, keinginannya, kebutuhannya, pengalamannya dan hak-haknya.

Tokoh publik yang mengalami stigma dan penghakiman oleh pengguna jagad internet di akun media sosialnya merupakan salah satu indikator bahwa kebebasan otonomi atas tubuh perempuan sangat sulit diperoleh di Indonesia.

Dampak stigma, diskriminasi, prasangka dan ujaran kebencian, baik di dunia sosial keseharian maupun di jagad maya yang berujung pada persekusi langsung maupun persekusi di media sosial berdampak negatif bagi psikologis seseorang yang menjadi sasaran stigma, salah satunya dengan timbunan komentar negatif di akun media sosial pribadinya atau sosoknya menjadi viral karena diberitakan seakan-akan melakukan penyimpangan sosial yang fatal. Jika kelompok-kelompok sosial di tengah masyarakat masih kerap memanfaatkan persoalan identitas sebagai alat kepentingan, alat pengendali dan alat politik, maka masalah identitas masih akan kerap terjadi.

Penelusuran Akar Masalah

Peristiwa pelanggaran terhadap norma kesusilaan bukan hanya sekali dua kali terjadi bahkan bisa jadi ini bukan menjadi sebuah akhir jika tidak segera diluruskan. Hal ini sebab kesusilaan yang dimaksud dengan melanggar kesusilaan dalam pasal 27 ayat (1) memiliki makna yang bias dan tidak jelas.

Frasa tersebut dapat diterjemahkan dengan segala macam artian menurut kehendak tiap pembacanya. Para aktivis perempuan menyoroti dua kata tersebut untuk melindungi pemikiran mereka yang terselubung didalamnya kehendak kesetaraan gender (feminis). Propaganda body positivity merupakan salah satu produk perjuangan kebebasan berekspresi dari mereka yang menjadi korban kebrutalan kapitalis dalam mengeksploitasi wanita.

Kapitalisme, menganggap wanita sebagai magnet dari tiap keuntungan materi. Tiap jengkal potensi wanita dijadikannya objek mendapatkan profit. Tertarik pada lawan jenis merupakan naluri yang memang dimiliki seluruh manusia sejak ia lahir. Dalam hal ini wanita memiliki potensi menarik lawan jenis dari bentuk tubuhnya. Hal ini bukanlah suatu penyimpangan karena memang terjadi secara alamiah.

Ketika lelaki dan wanita berada dalam satu kondisi akan terjadi perubahan komposisi biokimia dalam tubuh. Aktivitas berbagai hormone dan neurotransmitter (saraf penghubung) ini dipengaruhi oleh 3 hormon yaitu Dopamin, Norepinefrin atau adrenalin dan serotonin. Dopamin adalah hormone yang memicu rasa senang. Norepinefrin atau adrenalin adalah hormone yang menyebabkan telapak tangan bekeringat serta denyut jantung meningkat. Serotonin adalah pemicu rasa kantuk yang pada saat kedua jenis kromosom (XX dan XY) bertemu kadarnya akan menurun sehingga efeknya susah tidur. Potensi tersebut tidak dapat dihilangkan dalam diri manusia, tapi bisa dialihkan.

Namun, informasi yang berjalan melalui neurotransmitter sangat mempengaruhi keaktifan hormone. Jika informasi yang berjalan bukanlah informasi yang benar maka hormone akan bereaksi pada sesuatu yang tidak seharusnya. Di sinilah berpotensi munculnya penyimpangan ketertarikan (baca: LGBT).

Berangkat dari fakta tersebut para pemilik modal berlomba-lomba untuk memenuhi hasrat wanita demi menarik lawan jenisnya. Sehingga produk kosmetik, busana, tas, sepatu beserta perlengkapan wanita lainnya menjamur di pasaran. Setelah wanita berani mengekspresikan naluri keinginan diakui jati dirinya akan muncul ketertarikan dari kutub sebaliknya.

Muncul kemudian kategori keelokan yang dibuat dari sudut pandang penikmat keindahan wanita. Standarnya kian berkembang sejalan dengan ketatnya persaingan usaha produk perlengkapan wanita yang kian beragam. Standar kecantikan hadir untuk memasarkan hasil produk mereka agar layak mendulang materi demi materi kekayaan.

Bukan hal yang mustahil jika kemudian standar kecantikan ini menjadi penjara bagi wanita untuk berlomba agar mencapai batasnya atau bahkan keinginan melewati batas dengan melakukan segala cara operasi plastik misalnya.

Kampanye body positivity dengan memperontonkan tubuh secara utuh bukanlah solusi untuk menerjang standar kecantikan yang dewasa ini telah digaungkan sebagai adagium. Karena justru semakin menimbulkan polemik ketika tubuh wanita secara utuh dijadikan konsumsi publik.

Body shaming tidak hadir melalui mulut manusia tanpa sebab. Stigma negatif terhadap wanita terjadi sebab kapitalisme yang mengekspoitasi keindahan wanita dengan memutus urat malu untuk mendapatkan pundi-pundi keuntungan. Sehingga fisik wanita dimungkinkan untuk memiliki nilai jual sesuai produk yang mereka pasarkan. Keistimewaan wanita pun dinilai berdasarkan standar yang mereka buat.

Pandangan Islam

Keistimewaan atau kemuliaan wanita tidaklah dinilai hanya dari nampak luarnya saja namun dari sisi kewatakannya (inner beauty). Semua ciptaan Allah itu ada hikmahnya, tidak layak untuk dicela dan dihina. Kita sebagai umat muslim juga telah diperingatkan agar tidak menghina fisik seseorang.

Hal ini dapat diteladani melalui kisah sahabat NabiyulLaah yang bernama Abdullah bin Masud yang memiliki betis kecil kemudian ditertawakan oleh para sahabat kemudian Rasulullaah Shalallaahu alaihi wasallaam bersabda, Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya sungguh kedua betis itu lebih berat timbangan daripada gungung Uhud.

Hadits ini menunjukkan bahwa mengolok dan menghina fisik adalah haram. Jika diperhatikan para sahabat tidak mengeluarkan kata-kata hinaan hanya tertawa saja pun hukumnya haram.

Wanita pada dasarnya memiliki kedudukan yang mulia sebelum kapitalisme merombaknya demi meraih pundi-pundi kekayaan melalui eksploitasi terhadap tubuh wanita. Standar kecantikan yang kian beragam membentuk pemikiran pada wanita untuk memuaskan diri dengan memenuhi atau melewati batas standar tersebut.

Tiap yang tak mampu memenuhi standar kecantikan akan di anggap tidak normal hingga muncullah celaan dan hinaan yang tak terelakkan. Padahal tiap makhluk diciptakan dengan hikmah oleh Sang Pencipta.

Dewasa ini manusia termasuk di dalamnya wanita disibukkan pada area yang sebenarnya telah final dan tidak memiliki konsekuensi pertanggungjawaban di hari kemudian. Jenis Kelamin, bentuk tubuh dan warna kulit yang dimiliki manusia adalah ketentuan dari Allah yang tidak akan dimintai pertanggungjawaban.

Namun upaya merubah ketentuan tersebut justru akan menimbulkan konsekuensi dosa atas merubah takdir illaahi. Dalam khususnya wanita wajib mensyukuri keberadaanya sebagai ketentuan dari Allah. Tapi bukan dengan mempertontonkan tubuh sebagai bentuk ekspresi yang justru menjerembamkan wanita pada kehinaan. Karena hal tersebut malah merontokan kemuliaan wanita karena menghendaki eksploitasi terhadap tubuh wanita.

Tubuh wanita bukanlah objek eksplorasi dengan menjadikan tubuhnya sebagai konsumsi publik. Keistimewaan wanita tidak terpaku pada kondisi fisik sehingga tiap wanita berkejaran dan saling menghina dibalik standar kecantikan yang dibranding ala model produk make up atau pun gaun malam. Setiap wanita sibuk mengkhawatirkan kondisi fisik daripada moralitas. Allaah telah menciptakan manusia dengan tujuan agar mereka beribadah kepada-Nya (QS. Adz Dzariyat : 56).

Alhasil, seharusnya sebagai hamba yang menyadari dirinya sebagai ciptaan dari Allah maka kembali pada tujuan untuk apa kita diciptakan. Kemuliaan seseorang tidak distandarkan sebagaimana standar kecantikan yang berorientasi pada kondisi fisik, sebagai seorang muslim tentunya kita harus mengikuti tuntunan standar kemuliaan berdasarkan Al Quran yang meletakkan orang yang paling mulia adalah yang paling bertakwa (QS. Al Hujarat : 13). WalLaahu alam bish shawwab.

Penulis: Sindy Utami (Mahasiswi Hukum USN & Aktivis BMI Kolaka)
×
Berita Terbaru Update