Hani Handayani A. Md (Pemerhati Sosial) |
Piala Dunia U-20 2021 merupakan even Federation Internationale de Football Association (FIFA) pertama yang digelar di Indonesia sepanjang sejarah. Adapun Indonesia merupakan negara yang menjadi tuan rumah pada edisi ke-23. Indonesia menjadi negara Asia Tenggara kedua yang pernah menjadi tuan rumah piala Dunia U-20. Sebelumnya, Malaysia berkesempatan menjadi tuan rumah pada edisi 1997 (bola.net 11/7).
Indonesia sebagai tuan rumah dalam penyelenggaraan even Piala Dunia U-20 ini, tentunya akan mempersiapkan sarana dan prasarana sesuai standar yang telah ditetapkan FIFA. Pemerintah hendak menyetujui kucuran anggaran dana sebesar Rp 600 miliar. Dana tersebut akan diproyeksikan menjadi dua bagian. Pertama, sebesar Rp 400 miliar akan digunakan untuk pelaksanaan Piala Dunia U-20 2021. Kedua, sebesar Rp 200 miliar akan diberikan fokus untuk persiapan Timnas U-19 Indonesia yang akan ikut bertanding dalam ajang tersebut. Bila, melihat anggaran yang akan digunakan pemerintah untuk persiapan acara ini sungguh luar biasa besar. Ini menunjukkan perhatian yang besar terhadap cabang olahraga ini (sepak bola). Tapi, sangat disayangkan dana sebesar itu digunakan hanya untuk acara dua tahunan saja.
Saat ini, seluruh dunia tengah dilanda wabah Covid-19 yang sangat berdampak pada perekonomian dunia dan bangsa ini. Kucuran dana yang sangat besar tadi alangkah bijaknya bila, dana tersebut lebih di fokuskan pada penanganan wabah ini. Kalau pun, ada opini yang ingin diciptakan bahwa acara ini akan membuat perekonomian membaik, karena adanya transaksi perdagangan dan pariwisata di kota tempat berlangsungnya even piala dunia U-20 ini. Maka, hal ini perlu dikaji lebih mendalam lagi.
Jika, kita melihat beberapa fakta negara-negara yang pernah menjadi tuan rumah penyelenggara Piala Dunia, seperti Afrika Selatan, Brazil, dan Rusia. Kita akan melihat bahwa ternyata perekonomian di sana tidak lah mendapatkan keuntungan dari penyelenggaraan acara Piala Dunia tersebut. Seperti yang dikatakan Kolumnis Andile Mngxitama, Afrika Selatan tak berhasil mengubah nasibnya dan menjadi negara miskin dan pariwisatanya pun tidak mengalami kenaikan (medcom.id). Begitu juga dengan Brazil yang belum berhasil meraih manfaat ekonomi dari pesta Piala Dunia. Brazil yang menghabiskan dana 11,3 miliar USD untuk pesta ini, padahal kebutuhan pangan di sana lebih urgen ketimbang momentum sepak bola.
Berbeda dengan Rusia yang masih cukup baik, karena mereka tidak memfokuskan dalam pembangunan stadion tetapi lebih memilih untuk memaksimalkan pembangunan bandara, Rumah Sakit, serta tempat publik lainnya. Sehingga sisa pembangunan ini setelah pesta ini selesai masih bisa dimanfaatkan dan dibutuhkan.
Oleh karena itu, belajar dari pengalaman beberapa negara yang pernah menjadi tuan rumah penyelenggara Piala Dunia ini hendaknya, pemerintah lebih mempertimbangkan dalam penggunaan dana tersebut. Walau pun dana tersebut dari pemerintah dan APBD, tetapi alangkah sayangnya bila dana tersebut tidak dikelola dengan baik.
Maka, perhatian pemerintah yang begitu besar untuk even ini harusnya juga diimbangi dengan perhatian pemerintah terhadap kebutuhan dasar rakyat saat ini yang terdampak Covid-19. Seperti, kenaikan harga pangan, kenaikan tarif listrik, kesulitan orang tua dalam pembelajaran Daring kepada anak-anak, banyaknya karyawan yang di PHK dan beban-beban kehidupan lain yang seharusnya jadi prioritas pemerintah untuk segera diselesaikan.
Pemerintah juga hendaknya, memprioritaskan pembangunan infrastruktur seperti perbaikan pelayanan Rumah Sakit, penyediaan APD untuk tenaga kesehatan, atau membangun jembatan dan jalan yang rusak daripada membuat infrastruktur yang tidak dibutuhkan rakyatnya.
Inilah, gambaran sistem kapitalis yang diterapkan saat ini membuat kebijakan yang diambil tidak pro rakyat, tetapi lebih mengedepankan keuntungan semata. Maka, ajang sepak bola Piala Dunia U-20 2021 yang dipertandingkan secara internasional ini hanya dilihat dari aspek ekonomi dan politik yang menyertainya, tanpa memperdulikan apa yang menjadi kebutuhan rakyatnya. Wallahu a'lam Bish Shawab
Penulis: Hani Handayani A. Md (Pemerhati Sosial)