Al Azizy Revolusi (Editor dan Kontributor Media) |
(HR. Bukhari)
LorongKa.com - Inilah do’a yang kita dapati tuntunannya dalam Adabul Mufrad, yakni salah kumpulan hadits riwayat Imam Bukhari. Di satu sisi ia adalah do’a, di sisi lain ada pelajaran besar yang patut kita renungkan dan karena itu kita perlu berlindung darinya.
Pelajaran apakah itu? Bahwa yang menjadi pemimpin bagi suatu kelompok, wilayah atau bangsa tidaklah pasti orang yang mumpuni dan memiliki kedewasaan berpikir yang sangat matang.
Sangat mungkin seseorang menjadi pemimpin bagi suatu kaum atau wilayah, padahal ia kekanak-kanakan sifatnya, tidak pula matang pikiran maupun pribadinya, meskipun usianya sudah cukup tua.
Sangat mungkin pula seseorang yang tidak memiliki kapasitas sebagai pemimpin, bodoh pula, menjadi pemimpin suatu masyarakat. Ia tidak mampu mengambil kebijakan sendiri secara matang dan membawa maslahat, ceroboh dalam bertindak, tetapi mengelak dari tanggung-jawab atas berbagai keputusannya yang salah.
Ini terjadi ketika sifat kekanak-kanakan dan kebodohan berkumpul menjadi satu pada diri seorang pemimpin. Karena itu kita memohon dijauhkan dari yang pemimpin yang seperti itu.
Tetapi tak setiap kecerobohan yang menyengsarakan lahir dari kebodohan. Terkadang ia lahir dari kezaliman pemimpin yang tak mencintai rakyatnya. Ia berhasrat besar menjadi pemimpin justru karena keinginan kuatnya berbuat zalim secara lebih luas.
Sesungguhnya pemimpin zalim yang berpengetahuan luas jauh lebih berbahaya dibandingkan pemimpin bodoh lagi kekanak-kanakan. Lebih-lebih jika ia dikelilingi teman dekat yang buruk serta teman-teman yang merusak.
Pemimpin yang baik dan jujur pun dapat tergelincir dalam kejahatan serta kesewenang-wenangan apabila dikelilingi oleh teman yang merusak. Tampak bijak, padahal sangat rusak. Kian parah lagi jika orang-orang yang buruk itu mengelilingi menemani pemimpin yang bodoh lagi kekanak-kanakan.
Sungguh sangat besar keburukan pemimpin yang zalim dan berakhlak buruk, terlebih jika ia pandai memoles dirinya sehingga tampak baik. Banyak fitnah yang dapat terjadi, banyak kerusakan yang dapat ditimbulkan dari berkuasanya pemimpin zalim.
Berbeda dengan orang yang telah berpikiran dewasa dan matang. Ia mampu mencerna dengan baik masukan-masukan, kemudian menganalisanya secara mendalam, dan selanjutnya mengambil keputusan terbaik menurut pertimbangannya. Sekalipun semua orang berseberangan, selama ia meyakini bahwa keputusan yang dipilihnya tepat menurut analisisnya, maka akan diambil.
Itulah cermin kepemimpinan matang yang ditunjukkan oleh Abu Bakar As-Shiddiq, pada awal-awal kepemimpinannya. Saat itu ia harus mengambil sikap terhadap para pemberontak dan kaum murtad. Keputusannya tegas; diperangi. Banyak sahabat tidak setuju dengan langkah itu, termasuk Umar bin Khathab. Tapi beliau tetap dengan pendiriannya.
Ternyata, di kemudian hari didapati kenyataan, bahwa keputusan yang diambil itu sangat tepat. Gejolak bisa diredam. Sistem pemerintahan pun kembali jalan normal.
Pemimpin yang matang, pijakannya adalah kebenaran. Ia tak akan malu mengakui kesalahan pribadi, dan kebenaran di pihak 'lawan', bila memang perkara itu benar. Seperti yang dicontohkan oleh Umar ketika memutuskan untuk memberi batasan maksimal jumlah mahar bagi kaum wanita, guna mempermudah kaum pria yang hendak menikah.
Keputusan itu diprotes oleh seorang Muslimah, sebab dianggap menyelisihi Allah dan Rasul-Nya, yang tidak pernah menetapkan hal demikian itu. Menyadari kekeliruan, Umar pun menganulir keputusannya. Ia bersegera meminta ampun atas kekeliruannya, meski niatnya mulia.
Inilah di antara ulasan, pentingnya berlindung dari pemimpin yang berwatak kekanak-kanakan. Karena itu kita pun perlu berlindung agar dipimpin oleh pemimpin berwawasan sempit. Menyerahkan kepemimpinan kepada orang bodoh adalah kecelakaan besar. Sebab ia hanya akan melahirkan keputusan-keputusan yang merugikan khalayak banyak, sebagai buah dari ketidakpahamannya menguasai persoalan.
Boleh jadi di zaman kita sekarang ini, kepemimpinan demikian sedang terjadi atas umat ini tentunya harus diakhiri. Caranya dengan mewujudkan kembali pemimpin yang menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai petunjuk, yang diwariskan oleh Rasulullah dan para sahabat beliau radhiyalLah anhum. Wallâhu a'lam bi ash-shawab.
Penulis: Al Azizy Revolusi (Editor dan Kontributor Media)