Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Ulama Perempuan Bukan Pejuang Gender

Jumat, 26 Februari 2021 | 17:15 WIB Last Updated 2021-02-26T09:15:14Z


LorongKa.com - 
Sebuah program telah diluncurkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), untuk melindungi keluarga khususnya perempuan dan anak yang termarjinalkan dan terdiskriminasi dan menghilangkan pandangan yang bias gender. Kali ini kementerian tersebut bersama Badan Pengelola Masjid Istiqlal menandatangani nota kesepahaman (MoU) tentang pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak berbasis masjid, jumat (19/2).


Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga bahwa "MoU ini akan menjadi komitmen bersama dalam memberikan pelindungan kepada perempuan dan anak. Mudah-mudahan menjadi langkah awal yang diwujudkan dalam langkah konkret berikutnya." 


Hal tersebut juga diamini oleh Imam Besar Masjid Istiqlal/Ketua Harian Badan Pengelola Masjid Istiqlal Prof KH Nasaruddin, menurutnya banyak persoalan masyarakat yang berkaitan dengan keluarga, jika pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak disuarakan melalui masjid, dampaknya akan dahsyat. (Ihram.co.id, 19/02/2021)


Sebagai salah satu tindak lanjut dari MoU yang sudah disepakati tersebut Pihak Pengelola Masjid Istiqlal akan mengadakan Pendidikan kader ulama perempuan  untuk membaca dan menafsirkan hadits agar tidak bias gender. (Antaranews.com,19/02/2021)



Jika kita cermati program ini adalah program yang baik jika ulama pewaris nabi itu benar-benar terwujud pada para ulama yang akan dididik nanti. Adapun poin-poin dari nota kesepahaman ini adalah sebagai berikut:


Pertama, percepatan pencapaian lima arahan Presiden yaitu peningkatan peran perempuan dalam kewirausahaan, peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak, penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak, penghapusan pekerja anak dan penurunan perkawinan anak.


Kedua, pengarusutamaan gender dan pemenuhan hak anak dalam program masjid.


Ketiga, peningkatan kualitas dan kuantitas ulama yang responsif gender dan peduli hak anak, khususnya kader ulama perempuan yang menguasai keilmuan Islam berbasis gender melalui pemahaman Islam yang moderat.


Keempat, penyediaan dan pertukaran data terpilah, statistik, dan informasi berkaitan dengan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak berbasis masjid.


Sebagai akibat dari konsekuensi meratifikasi CEDAW pada tahun 1984. Kemudian ratifikasi ini tertuang melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984. Pemerintah harus melaksanaan konvensi ini,  yaitu menjamin tidak adanya diskriminasi terhadap perempuan di bidang sipil,politik, ekonomis, sosial dan budaya. Intinya prinsip kesetaraan harus menjadi landasan pemerintah dalam membuat kebijakan, program dan pelayanan publik untuk perempuan. Negara imperialisme barat mendikte negeri-negeri muslim agar berjalan sesuai arahan mereka.  Ketika pemikiran kufur dijustifikasi ulama, maka masyarakat awam akan mengikuti pemikiran tersebut dan semakin jauh dari kehidupan penuh berkah.


Ulama laksana obor yang menyinari gelapnya jalan hidup umat dan menjadi rujukan umat. Dengan karakter yang melekat tersebut, apa jadinya jika para ulama dicetak hanya untuk menjadi perpanjangan lidah pemikiran-pemikiran asing, menyampaikan ide-ide kesetaraan gender atau penghapusan bias gender yang berasal dari ideologi kapitalisme sekuler. Para ulama hanya akan menderaskan pemahaman Islam moderat yang dilambangkan lebih ramah dan toleran. Alih-alih menguatkan Aqidah umat sejatinya program ini semakin menjauhkan umat dari pemahaman Islam kaffah.


Bias gender digadang-gadang sebagai penyebab banyaknya masalah yang menimpa anak dan perempuan dalam keluarga. Padahal Perempuan diterpa ketertinggalan dalam ekonomi, Pendidikan, kesehatan dan hal-hal diskriminatif lainnya adalah buah diterapkannya aturan sekuler dalam kehidupan.


Ketertinggalan ekonomi disebabkan  distribusi kekayaan yang tidak merata, pembagian system kepemilikan yang berasas liberal menyebabkan para kapitalis menguasai asset yang besar yang tergolong harta milik umum yang seharusnya dikuasai negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.


Hal ini berimabas kepada kondisi perempuan yang harus bersaing dengan laki-laki dalam kehidupan. Mereka harus sama dan bahwa nilai perempuan dilihat dari pekerjaan dan kemandirian finansial dari laki-laki telah menciptakan masyarakat di mana perempuan tidak lagi memiliki pilihan tetapi diharuskan untuk bekerja karena tekanan sosial atau ekonomi. perempuan seringkali dipaksa untuk mengadopsi peran laki-laki sebagai pencari nafkah bagi keluarga mereka.


ketidakjelasan peran dan tugas di dalam pernikahan bagi laki-laki dan perempuan sehubungan dengan pemenuhan kebutuhan keluarga, pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak-anak, menyebabkan sering terjadi perselisihan dalam keluarga. 


Dengan perempuan sibuk diranah publik maka banyak hak-hak anak yang terabaikan, menimbulkan gejala sosial yang mengkhawatirkan, anak-anak yang kurang kasih sayang, mereka lari ke narkoba, adanya tauran pelajar dan gaul bebas yang menyebabkan kehamilan diluar nikah serta tingkat aborsi yang tinggi.



Ulama memiliki peran yang sangat strategis dalam merubah masyarakat, Ulama yang mukhlis akan selalu terdepan membela agama Allah, menjaga aqidah Islam, mengedukasi umat untuk taat syariat-Nya, meluruskan yang menyimpang dari petunjuk-Nya dan menolak berbagai kezaliman tanpa kompromi.


sabda Nabi Muhammad Saw.,


“Sungguh para ulama itu adalah pewaris para nabi.” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi)


Para ulama pewaris para nabi adalah hamba Allah SWT yang beriman, bertaqwa, faqih fiddin dan mereka hanya mencari ridho Allah SWT. Ilmu yang mereka miliki menjadi ilmu yang bermanfaat, mengajari umat untuk mengenal Rabb-nya dan taat kepada-Nya, mereka hidup penuh keteladanan dan mengabdikan diri untuk menegakkan agama Allah SWT. 


Para ulama akan memastikan penguasa menjalankan kekuasaannya sesuai dengan syariat Islam. Ketika penguasa menyimpang, ulama harus tampil ke depan meluruskan penyimpangan mereka. Ulama berkarakter kuat tidak mudah tergoda oleh kenikmatan duniawi yang melenakan.


Beberapa ketentuan dan adab ulama di hadapan para penguasa. yaitu:


Pertama, memberikan loyalitasnya hanya pada Islam.  kezaliman penguasa adalah musuhnya. Ulama selalu memegang teguh Islam meskipun nyawa taruhannya.


Muadz bin Jabal ra. menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda,


“Perhatikanlah, sungguh Al-Qur’an dan penguasa akan berpisah. Karena itu janganlah kalian memisahkan diri dari Al-Qur’an. Perhatikanlah, akan ada para pemimpin yang memutuskan perkara untuk kalian. Jika kalian menaati mereka, mereka menyesatkan kalian. Jika kalian membangkang kepada mereka, mereka akan membunuh kalian.” Muadz bin Jabal bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang mesti kami lakukan? Nabi saw. menjawab, “(Bersabar) seperti yang dilakukan para sahabat Isa bin Maryam as. (meskipun) mereka digergaji dengan gergaji dan digantung di atas pohon. (Bagi mereka) mati dalam ketaatan lebih baik daripada hidup dalam maksiat kepada Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR ath-Thabarani)


Kedua, mengawal kekuasaan agar tetap sesuai syariah Islam. Ulama harus memperhatikan perilaku, kebijakan, kecenderungan penguasa serta orang-orang yang ada di sekeliling penguasa. Hal ini diperlukan untuk mengawal kekuasaan agar tetap sejalan dengan tuntunan Islam dan kepentingan kaum muslim.


Ketiga, menjadi garda terdepan dalam mengoreksi penguasa zalim. Ketika ulama berlaku lurus dan tegas kepada penguasa, hakikatnya mereka telah mencegah sumber kerusakan. Sebaliknya, tatkala mereka berlaku lemah kepada penguasa zalim, saat itulah mereka menjadi pangkal segala kerusakan di tengah-tengah masyarakat. 


Dalam islam negaralah yang bertanggung jawab spenuhnya untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas dengan peran ulama yang maksimal yaitu selalu mengawal setiap kebijakan agar tetap sesuai dengan syariat. Negara akan melakukan serangkaian mekanisme kebijakan yang lahir dari hukum syariat. 


Negara menyediakan lapangan kerja untuk para penanggung nafkah yaitu pihak laki-laki, sedangkan kaum perempuan tidak akan dibebani dengan hal tersebut. Bahkan negara akan menghukum orang yang lalai dalam pemenuhan nafkah bagi keluarganya, sehingga keluarga muslim tidak mengalami kebingungan peran.


Negara juga akan menyediakan Pendidikan gratis yang berkualitas berasas aqidah islam bagi seluruh rakyat, dengan penerapan sistem ekonomi Islam, maka kita optimis kesejahtraan itu terwujud, karena negara tidak akan membiarkan harta milik umum dikuasai swasta, tapi akan digunakan untuk meningkatkan kesejahtraan rakyat.


Penulis: Ifa Azzahra.

×
Berita Terbaru Update