Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kalau Saya Jadi Rektor

Selasa, 03 Agustus 2021 | 15:35 WIB Last Updated 2021-08-03T07:35:38Z

Ihksan Bayu Aji Saputra

LorongKa.com -
Seperti pada malam biasanya, saat itu saya dan dua orang sahabat karib saya, sebut saja Gibran dan Nathan sedang berdiskusi sambil menyeruput kopi bercerita tentang tanah air ini. Melihat kondisi bangsa yang tidak baik-baik saja, serta banyak para pemimpin yang menjabat hanya sekadar menginginkan materi semata. Bukan lagi menjabat demi kepentingan rakyatnya. 


Jarum jam terus berputar sambil melirik kami yang tak hentinya diskusi. Seketika semua diam mencari pembahasan lagi untuk di diskusikan, malam semakin larut yang terdengar hanya suara cicak  di dinding yang sedang memperhatikan. Sontak Gibran berbicara sambil menyodorkan pertanyaan “Setelah sarjana kita akan ke mana ya? Akan jadi apa kita?, apakah saya akan bisa menjadi pengusaha muda yang seperti saya idam-idamkan". 


Nathan menjawab dengan sok bijaknya “Tak ada yang tak mungkin selama kita mau berusaha Tuhan selalu melihat apa yang hambanya sedang perjuangkan.” Seketika saya terdiam sambil memikirkan bertanya kepada diri sendiri dalam hati “Benar juga, seperti air di sungai. Apakah saya akan terus mengikuti air yang deras dan bermuara di lautan dan terombang ambing seperti ombak di lautan yang tak jelas arahnya?, ataukah saya akan mengarah ke persawahan yang di pinggir sungai itu, membantu petani menyuburkan padinya dan menjadi beras untuk menghidupi banyak orang?”.


Nathan dengan usilnya mengagetkan saya sambil bernyanyi “woiiiii, jangan melamun tak ada gunanya tak akan merubah keadaan, awas nanti kesurupan kemasukan setan.” dengan kagetnya seketika keluar begitu saja jawaban dari mulut saya “Setelah ini saya akan melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Ya, klo bisa sampai jadi Prof. Karena bagi saya dengan pendidikan atau ilmu pengetahuan Cakrawala berfikir akan jauh lebih terbuka lebar". 


Terdiam dan kaget spontan Gibran dan Nathan tepuk dangan mengejek. Lanjut saya bertanya untuk minta tanggapan “Eh, tapi kayaknya jadi rektor seru juga sih. Bagaimana kalau saya jadi Rektor?” Nathan menjawab sambil mengejek “Boleh tuh, saya akan dukung. Tapi ingat ya jangan menyusahkan mahasiswa.” Saya menjawab “Oke, gampang itu mah, pokoknya mulai hari ini saya akan berusaha. Sambil berpikir apa yang akan saya lakukan kalau saya jadi Rektor.” Mulai dari situlah saya berpikir jadi Rektor kayaknya adalah mimpi yang tepat. 


Heyy, sebelumnya saya perkenalkan diri saya dulu, nama saya Ihksan Bayu Aji Saputra di kampus saya akrab disapa Ibas, kegiatan sehari-hari sibuk kuliah dan aktif di organisasi Eksternal maupun Internal kampus. Saat ini saya sedang menjabat sebagai pengurus disalah satu lembaga Eksternal yaitu Himpunan Mahasiswa Islam, saya menjabat sebagai Ketua bidang Kekaryaan dan Pengembangan Profesi, kebetulan saat ini saya juga sedang menjabat di Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar sebagai bendahara umum dan saya juga pernah menjabat sebagai Ketua umum Senat Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi. 


Banyak dari orang yang mengatakan jika terlalu aktif di organisasi kuliah akan terbengkalai, tapi maaf, itu tidak berlaku bagi saya, sampai di semester 8 ini semuanya baik-baik saja antara organisasi dan akademik semua berjalan beriringan seperti sepasang sepatu yang di pakai oleh orang yang tepat. 


Saya lahir di keluarga yang sangat sederhana, Bapak saya sudah memiliki keluarga baru lagi sejak saat saya berusia 3 tahun. Mama saya hanya seorang tukang sapu disalah satu rumah sakit dan ia kini telah berpulang ke rahmatullah pada saat saya semester 5. Kondisi inilah yang membuat saya tidak pernah berani bermimpi terlalu tinggi mentok-mentok hanya sebagai buruh suatu perusahaan atau pabrik tapi itu dulu waktu saya masih duduk di bangku Sekolah Menegah Atas. Sebelum saya banyak membaca buku, artikel-artikel, atau apapun itu yang berbau tulisan Ilmiah dan sebelum saya mengenal orang-orang besar yang saya temani berdiskusi. 


Bagi saya sekarang, sangat tidak sulit mencoret daftar mimpi yang ingin saya raih kemudian menempatkan rektor di posisi paling atas. Karena setelah saya menimbang, ternyata jabatan rektorlah yang paling santuy di dunia ini. Betapa tidak, saya tidak harus capek-capek memikirkan nasib mahasiswa, karena urusan kenyamanan kuliah itu urusan mereka.


Kalau tidak betah ya tinggal pindah kuliah, kan? Tak perlu saya pusing-pusing memikirkan ruangan kelas yang kekurangan fasilitas. Tinggal berdalih: "Sabarlah, pembangunan akan segera dilakukan," semua akan manggut-manggut tanda setuju. Padahal ruang kelas yang memadai dan kenyamanan belajar adalah hak mereka, tapi saya diamkan saja dulu.


Jika banyak mahasiswa mendatangi, saya akan bilang, "Maaf saya sibuk, tidak punya waktu." Padahal saya sedang asyik nonton FTV dan Insert investigasi bareng istri. Sebab kisah asmara Ayu Ting Ting lebih nikmat dipelajari daripada penyebab mahasiswa protes.


Saya akan banyak mengunjungi negara yang selama ini saya idamkan beberapa diantanya, Amerika dan Spanyol. Di sana saya akan mencari Justin Biber, mengajaknya foto bersama sekaligus menanyakan alasan dia putus dengan Selena Gomes. Setelah itu saya akan memajang foto tersebut dalam bentuk baliho besar di muka kampus, bila perlu di setiap sudut jalan. Saya yakin mahasiswa pasti bangga dan mengelu-elukan saya.


Setelah itu saya akan datang ke Barcelona. Jujur, saya sangat ngefans sama Messi. Kalau bisa, saya akan membelinya untuk jadi pemain di klub bola kampus saya, biar tim sepak bola kampus menjadi sorotan kampus lainnya. Selain itu saya juga ingin ke Korea, menyaksikan aksi panggung SNSD, siapa tahu mereka mau mengisi acara ulang tahun kampus nanti. Atau di antara mereka ada yang mau jadi istri muda saya, saya pasti akan senang sekali.


Intinya saya akan melakukan banyak hal demi kemajuan kampus yang saya pimpin. Pencitraan harus digencarkan, karena dari sanalah pundi-pundi kekayaan berasal.


Pencitraan itu sangat penting. Coba lihat Amerika kenapa bisa sebesar sekarang. Itu karena dia punya media untuk pencitraan. Oleh karena itu saya ingin menyebarkan banyak citra positif. Tidak peduli apakah citra itu sesuai realita atau tidak, yang penting tiap tahun banyak mahasiswa yang daftar. Toh kalau nanti mereka kecewa, itu urusan mereka. Siapa suruh tidak skeptis sebelum mendaftar.


Tapi di antara semua itu, saya tidak akan mengekang mahasiswa dalam hal apapun, apalagi soal penampilan. Karena hal itu merupakan hak dasar mereka sebagai manusia. Saya sadar, mereka bukanlah robot yang penampilan dan prilakunya musti diseragamkan. Karena jika itu terjadi, sama artinya saya melanggar hak asasinya sebagai manusia.


Oleh karena itu, saya akan membebaskan mereka untuk gondrong, kuliah pake sendal dan kaos, mandi atau tidak. Itu urusan mereka. Yang penting mereka banyak membaca dan berdiskusi, karena itulah yang dapat membentuk kepribadian dan masa depan mereka. Saya akan hapus seluruh peraturan di kampus tentang jenis rambut dan penampilan yang cocok untuk mereka dan menggantinya menjadi: Perbanyaklah Membaca  dan Berdiskusi!.


Tidak ada urusan soal moral, karena baik tidaknya prilaku seseorang tidak berangkat dari apa yang dikenakan, tapi apa yang dipikirkan. Jahat tidaknya seseorang bukan tergantung dari jenis rambutnya, melainkan jenis bacaanya.


Karena sekali lagi, penampilan bukanlah barometer mulia tidaknya seseorang. Coba tengok orang-orang yang ditangkap KPK, semua berambut klimis, berbaju nyicis dan sepatu mengkilat. Semua serba wangi dan rapi. Dan semua adalah orang pintar lulusan universitas ternama, tapi milyaran bahkan triliunan uang rakyat mereka curi. Ini membuktikan kampus adalah sarang benih-benih para pembual.


Jika saya jadi rektor. Saya akan menginstruksikan pada tiap organisasi mahasiswa untuk memperbanyak proker diskusi ketimbang bikin seminar atau workshop yang tidak jelas orientasinya. Karena mengadakan seminar atau workshop hanya akan melatih mereka sebagai Event Organizer.


Saya rela membiayai mereka berapapun yang mereka minta, asal mereka bisa memperlihatkan kreatifitasnya yang luar biasa dan mampu menghadirkan tokoh-tokoh nasional atau bahkan internasional di kampus tercinta. Karena selain mencerdaskan mahasiswa, juga dapat mendongkrak citra kampus.


Jika saya rektor, saya akan membuat regulasi untuk mewajibkan seluruh mahasiswa berorganisasi, oraganisasi kemahasiswaan apapun itu, tentunya ini untuk mengasah nalar dan supaya mahasiswa memiliki jiwa sosial dan solidaritas lebih terhadap sesama. Dan tentunya kelak nanti mahasiswa tidak akan kaget ketika berada dikehidupan bermasyarakat. 


Yang menjadi momok bagi mahasiswa adalah nilai yang di berikan oleh dosen akan menghalangi ia untuk aktif di organisasi dan berjalan mulus kuliahnya. Jika saya rektor saya memerintahkan pada bagian akademik agar dosen lebih obyektif lagi dalam menilai bukan hanya dari jumlah absennya lantas nilainya Error, namun sudah sampai dimana mahasiswa memahami matakuliah yang ada pada jurusannya Masing-masing, ini adalah hal yang paling urgent. Karena melihat hari ini mahasiswa bisa di bedakan hanya dari gelarnya saja namun secara pengetahuan memahami jurusannya masing-masing masih banyak yang blum memahami betul. Maka dari itu banyak para sarjana yang bekerja tidak sesuai dengan gelarnya. 


Pendidikan ini hanyalah satu bagian kecil industrialisasi untuk mendukung kapitalisme global, meneruskan penjajahan terhadap Indonesia yang sempat terhenti saat 1945. Kalau saya jadi Rektor, maka saya tidak akan menjual gelar kepada para mahasiswa dengan biaya semahal-mahalnya dan memberikan pengajaran dengan biaya serendah-rendahnya. Tentunya sy akan memerintahkan para pimpinan fakultas untuk mengganti seluruh tenaga pengajar yang tidak bekerja dengan profesional, dan menggantikannya dengan tenaga pengajar yang berkompeten. Agar uang yang dikeluarkan selaras dengan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan. 


Tujuan dari pada pendidikan ialah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, namun realitanya hari ini banyak anak putus sekolah Karena permasalahan ekonomi. Kalau saya jadi rektor saya akan membangun yayasan atau pesantren mulai dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Di yayasan yang saya bangun nantinya saya akan membuat program pendidikan gratis bagi para anak pinggiran, kaum duafa, serta fakir miskin lainnya tanpa merumitkan persyaratannya. Program ini berlanjut hingga ia S2. Tentunya Ini semua tidak mudah, namun itulah cita-cita kalau saya jadi rektor. 


Banyak yang dicita-citakan mahasiswa jika suatu saat nanti menjadi rektor salah satunya saya. Biasanya, mahasiswa hanya menuntut apa yang menjadi kepentingan mereka. Jika dilihat dari sudut pandang rektor, sebenarnya tidak mudah untuk bisa menjadi rektor yang sesuai atau ‘klik’ dengan keinginan semua mahasiswa. Menjadi rektor pun dituntut untuk bertanggung jawab dan mengayomi. Kebijakan-kebijakannya pun diharapkan dapat memberi ‘kebahagiaan’ bagi semuanya.


Sebenarnya, tentang kebijakan yang dibuat oleh rektor tergantung bagaimana cara kita menyikapi. Rektor juga manusia yang tidak lepas dari kesalahan, kebijakannya pun kadang dianggap kurang ‘mengena’. Bagaimanapun, setiap kebijakan itu pasti ada sisi positif dan sisi negatif. Semua tergantung bagaimana cara kita menyikapi sisi negatif itu menjadi sesuatu yang bernilai positif.


Oleh karena itu, rektor dan mahasiswa harus bekerja sama dalam mengubah sisi negatif itu menjadi sisi yang positif. Peran mahasiswa dalam hal ini sebagai sumber tujuan, dan juga motivator untuk rektor mencapai tujuannya sebagai rektor. Dalam hal ini, rektor berperan untuk merealisasikan keinginan mahasiswa. Dengan bekerja sama, supaya tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Jika mahasiswa kurang setuju dengan kebijakan yang dikeluarkan pihak rektorat, tidak perlu demo keliling kampus untuk menuntut ‘keadilan’. Hal itu hanya menunjukkan bahwa mahasiswa kurang memanfaatkan fasilitas yang ada. Gunakan Lembaga Kemahasiswaan sebaik mungkin untuk menjembatani keinginan mahasiswa agar sesuai dengan visi rektor. Dengan begitu mahasiswa tidak perlu membuang tenaganya lebih banyak hanya untuk mencerca orang tua kita sendiri. Masih banyak hal diluar sana yang membutuhkan uluran tangan mahasiswa.


Penulis: Ihksan Bayu Aji Saputra.

×
Berita Terbaru Update