Notification

×

Iklan

Iklan

Artikel Terhangat

Tag Terpopuler

Kearifan Lokal Sistem Kekuasaan Adat Ammatoa Kajang

Selasa, 28 Desember 2021 | 23:54 WIB Last Updated 2021-12-28T15:54:41Z

Rahmi

LorongKa.com - 
Negara yang berpenduduk besar, Indonesia juga dikenal sebagai Negara demokrasi terbesar di Asia. Tantangan bagi pemerintahan di Indonesia baik di pusat maupun di daerah juga cukup besar yaitu seberapa jauh mereka mampu mempra ktikkan tata pemerintahan yang baik (good governance). 

Strategi yang tepat dalam mewujudkan good governance ini adalah efektivitas pemerintah dalam berkomunikasi dengan rakyatnya dan salah satu cara untuk mewujudkan komunikasi dengan rakyat adalah dengan menggunakan kearifan lokal masyarakat dalam praktek pemerintahan.


Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai suatu kekayaan budaya lokal yang mengandung kebijakan hidup, pandangan hidup (way of life) yang mengakomodasi kebijakan (wisdom) dan kearifan hidup. Di Indonesia kearifan lokal itu tidak hanya berlaku secara lokal pada budaya atau etnik tertentu, tetapi dapat dikatakan bersifat lintas budaya atau lintas etnik sehingga membentuk nilai budaya yang bersifat nasional. Pada umumnya etika dan nilai moral yang terkandung dalam kearifan lokal diajarkan turun-temurun, diwariskan dari generasi ke generasi. 


Di provinsi Sulawesi Selatan sendiri ada tempat yang menarik perhatian dunia yaitu Ammatoa Kajang, bertempat di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba. Masyarakat adat Ammatoa secara turun temurun hidup mendiami desa Tana Toa, Kecamatan Kajang yang kira-kira terletak 90 KM arah timur dari ibukota Kabupaten Bulukumba atau sekira 240 KM di selatan kota Makassar Sulawesi Selatan.


Kekuasaan sendiri diartikan sebagai kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri dengan sekaligus menerapkan terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan golongan tertentu. Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku. Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi orang lain untuk mengikuti perintahnya. Miriam Budiardjo (2008).


Definisi Kajang dalam berbagai versi yang akan diuraikan adalah burung koajang, tempat tercipta, dan tempat bernaung antara lain:


Burung Koajang, Versi pertama diceritakan bahwa ammatoa sebagai manusia tumariolo atau manusia terdahulu yang turun di tana mula-mula atau tana yang terdahulu. Dari sini diceritakan pada awalnya bumi ini hanya daratan kecil seperti tombolo atau tumpurung kelapa yang dikelilingi air, pada daratan kecil terdapat pohon beringin yang diatasnya ada seekor burung koajang yang bertengker. Dari kata koajang inilah sebagai salah satu versi asal mula kata Kajang. Masyarakat adat Ammota Kajang sangat yakin bahwa bumi ini dikendalikan oleh yang maha berkehendak atau Taurie arana, dimana dalam ungkapan pasang di Kajang yang mengemukakan bahwa tau rie arana ammantangngi ripangnga rakanna.


Tempat Tercipta, Akan tetapi jika kita menelusuri dan menyimak beberapa pasal pasang di Kajang secara tersirat ditemukan kalimat bahwa tana mula-mula di dunia ini yaitu Tombolo sebuah bukit berbentuk tempurung kelapa. Menurut pasang, bukit yang bernama Tombolo sedikit-demi sedikit mengalami proses dan terciptalah beberapa benua dan pulau, yang dalam istilah pasang di Kajang yaitu rambang sempit dan rambang luara atau pekarangan sempit dan pekarangan luas.


Tempat Bernaung, Kajang berasal dari Bahasa melayu yang artinya tempat bernaung, dan versi ketiga ini lebih mendekati kebenaran daripada versi pertama dan kedua, sebab versi ketiga sangat relevan dengan sejarah awal terbentuknya struktur pemerintahan di Kajang, dimana ammatoa sebagai ketua pemangku adat dan dibantu oleh dua lembaga adat yaitu adat limayya, adat buttayya dan karaeng tallua. Kedua lemabaga adat ini dalam menjalankan tugasnya, ammatoa yang selalu dimintai pendapat baik urusan yang berkaitan keduniaan maupun urusan yang berkaitan kematian, sehingga kedua lembaga ini dan masyarakat Kajang menyebut ammatoa sebagai palalangngang atau tempat bernaung Abdul Haris Sambu (2016 :13-14).


Adapun Pembagian Kekuasaan Adat Ammatoa Kajang yaitu Jabatan pemimpin tertinggi di dalam komunitas dipegang Ammatoa. Jabatan ini tidak diwariskan atau didasarkan kepada garis keturunan. Sehingga seorang anak Ammatoa tidak otomatis akan menduduki jabatan bapaknya. Melainkan melalui “seleksi” gaib dengan cara-cara sakral dan amat rahasia. 


Seorang Ammatoa dipilih atau terpilih berdasarkan “Penunjukan Tu Rie Arana melalui serangkaian tanda-tanda khusus yang hanya diketahui orangorang tertentu (telah mencapai derajat mannuntungi) yang ikut dalam pangaroang anyuruborong (upacara pengukuhan Amma). Secara umum, kriteria untuk dapat terpilih menjadi Ammatoa, seseorang harus memenuhi minimal tiga kriteria, yaitu: Memiliki sifat-sifat empat nilai (lambusu, gattang, sabara dan apisona) yang menonjol, memiliki wawasan luas dan mendalam mengenai “isi pasang” yang dipasangkan, Berasal dari “keturunan baik-baik” (Konjo: Tu Kentarang;orang yang disinari bulan purnama), serta Bertanggung jawab terhadap pelestarian Pasang. Dalam kedudukannya Ammatoa dibantu oleh majelis adat yang disebut Bali Cidong (kolega).


Pemangku adat yang membidangi urusan adat disebut ada limayya dijabat oleh 5 orang sementara pemangku adat urusan penyelenggaraan pemerintahan disebut karaeng tallua yang dijabat oleh 3 orang. 


Ada Limayya ri Tanakekea, Awalnya Ada Limayya dijabat oleh anak-anak dari Ammatoa pertama, begitupun setelah anak-anak Amma Toa tersebut meninggal jabatan ini diduduki oleh keturunan berikutnya yang didasari dalam Pasang. Namun seiring berjalannya waktu Ada Limayya kemudian diduduki oleh pemerintah setempat yaitu kepala desa baik yang yang berada dalam kawasan adat maupun yang berada diluar kawasan. Ada limayya beranggotakan lima orang, yaitu: Galla Pantama, Galla Kajang, Galla Lombo, Galla Puto, dan Galla Malleleng.


Ada Limayya ri Tanaloheya, Struktur ada limayya ri tanaloheya merupakan suatu lembaga pemerintahan yang diketahui oleh ammatoa sebagai pengayom atau pelindung yang dalam istilah pasang disebut palangngan atau tempat bernaung. Struktur adat limayya ri tanaloheya atau rambang luas yaitu Galla Anjuru, Galla Ganta, Galla Sangkala, Galla Sapaya, dan Galla Bantalang.


Perlu diketahui bahwa ada limayya di tana loheya hanya dapat bekerja optimal, jika didampingi oleh Tutoa Ganta sebagai tokoh pemersatu atau penghubung. Tugas Tutoa Ganta dalam struktur ada limayya di tanaloheya sebagai mediator atau penghubung baik antara sesama ada limayya di tanaloheya maupun kepada karaeng tallua dan ammatoa serta ada limayya di tanakekea.


Ada limayya di tanakekea dan ada limayya di tanaloheya, juga dikenal dengan istilah ada buttayya yang mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda dan sudah menjadi ketetapan yang tidak bisa diubah lagi.


Jadi Masyarakat Ammatoa sebagai komunitas yang patuh terhadap nilai-nilai Pasang ri Kajang. Ammatoa sebagai pelaksana, penjaga, pelestari, dan penerus nilai-nilai Pasang ri Kajang merupakan figur keteladanan bagi masyarakat Kajang.


Penulis: Rahmi (Mahasiswi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar)

×
Berita Terbaru Update