Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kisah Konstantinopel yang Ditaklukan Remaja Berusia 21 Tahun

Selasa, 07 Desember 2021 | 01:49 WIB Last Updated 2021-12-06T18:08:57Z


OPINI, Lorongka.com- 
Konstantinopel merupakan ibu kota kekaisaran Romawi Timur yang terletak di Semenanjung Bosporus, antara Balkan dan Anatolia serta penghubung Laut Hitam dan Laut Tengah melalui Selat Dardanela dan Laut Aegea.


Kota ini menghubungkan dua benua besar, Eropa dan Asia. Letaknya yang strategis menyebabkan bangsa-bangsa tertarik untuk menguasainya, termasuk umat Islam. 


Konstantinopel didirikan oleh Kaisar Romawi Konstantinus I di atas kota yang sudah ada sebelumnya, Bizantium yang didirikan pada permulaan masa ekspansi Kolonial Yunani tahun 671-662 SM.


Konstantinopel dibangun selama enam tahun, dan di resmikan pada 11 Mei 330 M. Konstantinopel membagi kota yang diperluas itu, seperti Romawi menjadi 14 kawasan, dan mendandaninya dengan fasilitas-fasilitas umum yang layak menjadi metropolis ke Kaisaran. 


Konstantinopel juga tidak memiliki jajaran administratif yang mengatur pangan, polisi, patung-patung, kuil-kuil, saluran pembuangan, saluran air bersih, atau fasilitas lainnya.


Upaya untuk menaklukan Konstantinopel dimulai sejak pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan, Khalifah dari Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah hingga Sultan Murad II dari Daulah Utsmaniyah. Upaya selama 8 abad tersebut mengalami kegagalan sebelum dilanjutkan oleh Sultan Muhammad II yang selanjutnya disebut Sultan Al-Fatih. 


Ketika Sultan Murad II digantikan oleh anaknya Sultan Al-Fatih pada awal 1451 secara luas bahwa Sultan Muda yang berusia 19 tahun akan menjadi penguasa yang belum mampu dan tidak menimbulkan ancaman besar bagi kedudukan Kristen di Balkan dan Aegea.


Muhammad Al-Fatih ialah Sultan Muhammad II yang lahir pada tahun 1429 M atau 833 Hijriah, merupakan Sultan ke-7 dari Dinasti Ustmaniyah. Beliau memerintah selama 30 tahun dengan memperoleh kebaikan serta kemenangan bagi orang Islam. 


Beliau memerintah Daulah Ustmaniyah setelah Sultan Murad II wafat pada tanggal 18 Februari 1451 M atau 16 Muharram 855 H, sedangkan waktu itu beliau masih berusia kurang lebih 22 tahun. 


Sultan Al-Fatih mempunyai kepribadian yang unik dan menawan. Sejak muda, beliau lebih hebat dari teman-temannya karena menguasai banyak bahasa. Kemudian beliau membantu menjalankan administrasi dan menguasai medan perang. 


Akhirnya beliau diberi gelar Al-Fatih, artinya Sang Penakluk, gelar ini didapat karena beliau berhasil menaklukkan Konstantinopel.


Ketika musim semi dan musim panas tiba pada 1452, Sultan Al-Fatih sudah membangun benteng di dekat Bosphorus di sisi Asia. Benteng ini dibuat untuk mencegah bantuan dari koloni Genoa dipantai Laut Hitam dari kota. 


Sultan Al-Fatih mengikuti jalan yang ditempuh ayah dan para leluhurnya dalam melakukan penaklukan. Setelah menjadi penguasa Daulah Ustmaniyah, beliau segera mengatur ulang administrasi yang sangat berantakan, banyak memperhatikan urusan keuangan negara, mencari sumber-sumber pendapatan negara dan membatasi pembagian pembelanjaannya.


Sultan Al-Fatih juga fokus pada perkembangan dan pengorganisasian ulang batalyon-batalyon pasukan serta membuat daftar khusu untuk mereka, menambah gaji dan mempersiapkan senjata modern pada zamannya. Beliau juga memperbaiki administrasi daerah. 


Sultan Al-Fatih juga meningkatkan kemampuan orang-orang di sekitarnya dengan pengetahuan manajemen dan militer yang cukup baik, sehingga turut membantu menstabilkan dan memajukan Daulah Ustmaniyah.


Setelah berhasil melakukan perbaikan internal dengan cepat, Sultan Al-Fatih mengalihkan perhatiannya ke wilayah-wilayah Kristen di Eropa, beliau ingin menaklukan dan menyebarkan islam. 


Salah satu faktor yang menyebabkan keinginannya terwujud adalah lemahnya Kekaisaran Byzantium akibat terlibat konflik dengan negara Eropa lainnya. 


Selain itu adanya perselisihan internal yang menimpa seluruh wilayah dan kota Eropa secara umum. Sultan Al-Fatih tidak hanya mencukupkan diri dengan dua faktor tadi, beliau juga serius untuk menaklukan Konstantinopel. 


Sebab, Konstantinopel ibu kota Kekaisaran Byzantium dan benteng strategis bagi pihak Kristen untuk menyerang islam dalam beberapa waktu. Konstantinopel juga menjadi kebanggan Kekaisaran Byzantium khususnya orang Kristen. 


Sultan Al-Fatih ingin menjadikan Konstantinopel sebagai ibu kota Daulah Ustmaniyah, beliau ingin mewujudkan cita-cita yang belum diraih oleh para komandan pasukan islam.


Dalam hal ini islam sesungguhnya tidak pernah menyuruh “berperang” dengan tujuan penjajahan atau perluasan wilayah atau pemaksaan agama. Perintah perang sebenarnya turun karena umat islam pada saat itu sudah terlalu lama terzalimi, ditindas, dan dianiaya oleh orang-orang kafir.


 Adapun Turki  Ustmani yang semakin kuat dan semakin ahli dalam strategi perang tidak mampu lagi ditahan oleh Pasukan Konstantinopel. Cita-cita menaklukan Konstantinopel yang selama berabad-abad mengalami kegagalan terwujud pada pemerintahan Sultan Al-Fatih pada tahun 1453 M.


Penulis: Nafifa Isyafa Iskandar (Mahasiswi UIN Walisongo Semarang)

×
Berita Terbaru Update