Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Puisi-Puisi Moch Aldy MA

Senin, 10 Januari 2022 | 21:26 WIB Last Updated 2022-01-10T13:26:32Z
Mochammad Aldy Maulana Adha

Sayang, Betapa Hidup Semakin Tak Masuk Akal


Sejak dinosaurus punah kurang dari 66 juta tahun yang lalu lalu bersemayam abadi di buku, film, dan hati anak-anak di taman kanak-kanak serupa makna hari buruh; atas revolusi industri di mata para pekerja yang bekerja selama lebih dari 8 jam sehari, sejak kerasnya kehidupan urban hanya bisa diredakan oleh lampu-lampu diskotik dan minuman keras, sejak ormas lebih beringas dari mafia di Roma, yakuza di Nagoya, kartel di Medellín, atau gangster di Grozny.

Sejak Gunung Everest sudah berkali-kali ditaklukkan, 50 bintang berkibar pada bendera di bulan, tetapi 11 kilometer Palung Mariana belum dieksplorasi secara paripurna, sejak gletser-gletser es di Antartika mencair, sejak Jazirah Arab kembali menghijau, sejak langit metropolitan Jakarta dipenuhi polutan, dan gedung-gedung pencakar langit merias wajah Dubai sampai ke Manhattan. Dan bumi semakin tua. Dan alam terus diperkosa korporasi. Dan polisi terus menerus berbicara tentang bagaimana hidup harus dijalani.

Sejak setiap milimeter kota ini berkembang pesat namun tak sepesat perkembangan otak pejabatnya yang terefleksikan melalui padatnya pasien unit gawat dungu akibat kecelakaan logika sebagai konsekuensi paling logis; dari mengakarnya tradisi intoleransi, glorifikasi bigotri, dan narasi-narasi digitalisasi.

Sejak setiap sentimeter dari sekolah tak lebih dari sekadar kandang ayam yang diberi kurikulum untuk menghafal kalam; tanpa pernah membiarkan para siswa dan siswi mengekspos sejarah kelam, sejak sekolah tak pernah salah, adab di atas ilmu dan guru-gurunya terlampau kolot sekaligus menjengkelkan kala menggurui murid-muridnya dengan kata-kata mutiara berskala motivator kelas kakap yang lebih terdengar seperti bualan para pelaku Skema Ponzi.

Sejak setiap meter lembaga perguruan tinggi terasa seperti tempat penitipan anak-anak borju yang manja yang harus terus menerus di manjai oleh event-event dan kegiatan non-kurikuler yang menyenangkan; agar mereka tak perlu lagi memikirkan mengapa mengubah sistem dari dalam hanyalah bualan non-sensikal yang lebih tengik dari utopia seorang bocah naif di dalam tempurung seekor kura-kura.

Sejak setiap inci cita-cita mulai mengheningkan cipta, sejak rumah sakit benar-benar sakit, sejak penjara tak pernah membuat para bajingan-bajingan sejenak jera, sejak budaya suap menyuap tumbuh lebih subur dari lobak, kacang hijau, bayam, dan kubis; sejak omong kosong para pemimpin negara ini, lebih banyak dari jumlah bintang di Galaksi Bima Sakti atau jumlah rasi bintang di kepala seorang ahli astrologi.

Sejak setiap kaki tanahnya adalah tanah ini milik siapa-siapa yang berkuasa, sejak mayat yang tidur damai di kedalaman 6 kaki diganggu suara buldoser, sejak setiap mata air dimonopoli perusahaan penghasil botol plastik, sejak gas air mata lebih banyak dari air bersih, sejak api menjadi biang kerok dari segala deforestasi, sejak api yang dicuri Prometheus dari Gunung Olympus dan api dari Ritus Zoroaster digunakan dalam khotbah setiap kali ibadah; untuk me-neraka-kan jemaah penganut agama lainnya.

Sejak parameter kesuksesan adalah menghamba pada instansi-instansi negara, sejak pasokan oksigen yang dicari para pengamen di lampu merah semakin langka, sejak paru-paru para pengemis penuh kanker keputusasaan, sejak lambung para perantau mulai berpikir untuk mencerna organnya sendiri sebab jarang terisi nasi, sejak para pedagang kaki lima di trotoar jalan tak lagi punya kaki untuk berdiri, sejak orang-orang yang tak punya rumah dibasmi seperti kecoak yang pergi karena disemprot pestisida.

Sejak kreativitas akal tak boleh nakal, sejak Tuhan mati di atas ranjang rumah bordil, sejak manusia mati di bawah rumah ibadat, sejak C4 dirakit dengan sepenuh cinta untuk meledakkan apa-apa yang berbeda dengan sepenuh benci.

Sejak reformasi dikorupsi oleh para politisi yang memiliki perut buncit dengan ambisi, sejak sebuah botol kecap, segelas bensin eceran atau setetes minyak tanah, dan seberkas kain usang adalah satu-satunya karpet merah bagi revolusi.

Sejak filsuf dan para pemikir lainnya hidup getir tanpa makna, poliglot adu bahasa dengan masyarakat bolot, sastrawan ditertawakan lapangan pekerjaan, sejarawan nestapa sebab tak punya penghasilan, budayawan tercekik budaya maya, seniman bermasa-depankan suram, musisi sekarat dalam indie, guru honorer upahnya semakin horor, petani membajak padi dan air mata, nelayan tenggelam oleh pasang surut air laut, buruh pabrik semakin ah sudahlah dan semua yang luput tak pernah dihargai, membuat hidup menjadi semakin tak masuk akal; selangkah lebih nyata.

Sayangku, betapa hidup semakin tak masuk akal. Sialnya, hanya hidup ini yang kita punya. Dan aku sedang tak mau untuk mati muda. Dan waktu tetap berjalan seperti maling yang dikejar kebutuhan. Dan aku ingin berkata: Asu tenan!

(2021)

Saudade

Bau mesin pesawat terbang yang dingin. Air terjun yang terjun bebas menantang malaikat maut. O sayangku, betapa aku ingin terbang bersama angin. Lalu terjatuh di pedalaman hutan hujan tropis, atau di gugusan arsipelago atau di kedalaman sunyi serupa Point Nemo. Seperti satelit yang berhenti mengorbit planet bangsat bernama bumi. Sebelum sempat menguburkan debu kosmik di bibirmu yang masih menjadi kuburan bibirnya.

Dengan kemungkinan yang tak mungkin untuk berkata: mungkin saja ia masih selamat. Hidup sebagai seorang manusia ternyata melelahkan. Dan menyebalkan. Dan menyedihkan. Seperti badut di ingar bingar karnaval. Atau seperti kupu-kupu yang dimabuk rerumputan busuk. Atau seperti Daun Koka yang cemburu pada Bunga Datura. Penuh omong kosong yang kosong. Tapi waktu yang berengsek selalu merebut permen lolipop di tangan, sebelum kita sempat menjilatinya.

Lupakan prolog. Dialog kita di jantung memori. Monologku saat dikuliti sepi yang sendiri. O sayangku, jika hidup adalah karya sastra, maka saat ini aku benar-benar mendamba epilog. Semoga hujan turun tanpa air mata seorang penyair yang sedang bersembunyi pada pembuluh darahku. Seperti menembak tata bahasa tanpa tata krama. Semoga hujan kali ini, yang turun adalah meteor sebesar KNTL Zeus membumihanguskan rinduku padamu yang tolol tak terkontrol.

(2021)

Monolog Seorang Wordsmith di RedDoorz pada Pukul 11.06

Kabar burungnya, kata neneknya nenekku, nenek moyangku seorang pelaut. Kabar buruknya, aku takut mati dalam lautan salinitas air laut. Maka berbicaralah Zarathu sains: penelitian ilmuan membuktikan aku berasal dari ikan.

Hmmmmm. Beberapa orang goblok yang sering mabal pelajaran biologi menyangka Sains begitu terobsesi dengan seekor kera. (Darwin always loses, never wins). Why gituloh? Lupakan. Anggap saja basa-basi untuk membuka stanza.

Sedari kecil, aku ingin sekali menjadi Poliglot. Oh my goat. Menyetubuhi berbagai bahasa dari belahan dadamu sampai bagian bumi timur ke barat, selatan ke utara. Nyatanya, tak juga aku berjumpa (seseorang bernama Duolingo). Dari musim duren hingga musim rambutan (dari musim membelah duren hingga kumis tipisku tumbuh tak karuan). Tak kunjung aku dapatkan (bahasa-bahasa Lingua French-kiss). Tak jua aku temukan; Oh, Tuhan, inikah curhatan?

Ibu-ibu, bahasa ibu, siapa yang tahu bahasa pemrograman sebuah rindu bilang aku. Tapi tetapi apakah bahasa suka memakan daging BBQ? (bahasa tubuh tiba-tiba menyalakan pengeras suara).

Pengumuman-pengumuman, siapa yang mau bantu ketololanku. U-u-u-u. Kasihani aku, tolong cairkan diriku dalam puisi haiku, siapa yang mau?

Jika ya, ya-ya-ya. Rimbaud di dalam pembuluh darahku masih medium rare. Horace o Horace. Onde mande. Wer kewer-kewer bablas Parole. Pantas saja marahmu padaku memiliki bahasa yang sangat sederhana: tsrh. Pantas saja aku selalu gagal menjelma mesin google translate berjalan. Sebelum too late, tolong beri aku ciri-ciri dari apa yang disebut bahasa ibu tiri. Cepat! Cepatlah!

Apakah bahasa asing itu berambut ombre dengan aksen blonde, atau polos plontos? Bertubuh tinggi setinggi gedung-gedung pemerintah dan omong kosongnya; berkulit putih seputih supremasi kulit putih anggota Ku Klux Klan; bermata biru sebiru Batu Lazuardi; memiliki hidung mancung semancung seekor bekantan yang berprofesi menjadi Maskot Dufan. Ataukah ia masih sibuk mengoreksi fonem yang salah di mata telinga? Namun, bagaimana jika aku menggosok gigiku dengan pasta gigi yang terlanjur menjadi bubur bernama simple past tense?

Do-re-mi-fa-sol-la-si-do. Hidup berjalan seperti Sol, Si, dan Re alias Kunci G (jelas) dalam bahasa piano. O ya, yang penting selain puting di atas dada seorang pria demi menambah estetika. Adalah semoga umat Grammar Nazi dan Penyembah PUEBI membukakan pintu taubatnya kepada sang tipo. Ba—ha—haha—sa. Hahaha-hadeh.

Gitar kupetik, bass kubetot; hai nona cantik, mari kita ngen... (sebagian teks kabur dari Penjara Alcatraz yang ditiduri KBBI). Sedang bahasa cinta terus melepas Borgol-borgol BDSM dalam skala gramatika yang dibuat penerjemah ketika mereka bercinta dengan step-sister.

"Mari menjadi budak cinta dan rajasinga" ujar sebuah latex berlendir takdir, seorang anak adam yang tak jadi terlahir di bawah tong sampah organik yang sedikit nyentrik sebab berwarna hijau toska. O jika singa memiliki pawang, maka aku ingin jadi pawang bahasa. Kataku pada kata-kata itu.

Meski pada akhirnya, aku tahu bahwa gabungan bahasa-bahasa asing adalah serigala yang takkan pernah bisa didomestikasi oleh tesaurus dalam otakku. Meski skor TOEFL-ku menunjukan pukul enam ratus lewat tiga belas.

Meski pada akhirnya, kode-kode koda harus disampaikan tanpa bekas ciuman seorang mantan. Sekian, anggap saja puisi separuh prosa yang terlalu diperkosa maknanya ini adalah bahasa kiasan kepada Tuhan Yang Mahabahasa.

(2021)

Sepasang Poliglot yang Pertama Kali Diskusi di Oyo

Malam itu, di Oyo, kita melihat bagaimana Kuda Troya keluar dari perut bumi. Terima kasih Sains & Teknologi, kini mereka tahu dunia ini sinting. Dan kacau. Dan goblok banget. Aku muntah, tapi sayangku, yang keluar malah 4 botol anggur merah pakai es batu.

Mereka muntah, tapi yang keluar adalah pangsa pasar seorang sales kehidupan; yang sering kali membuatmu seperti seekor sapi dalam lanskap film sci-fi tak kurang, & tak lebih demi kebutuhan sinematografi.

Kau Nausea. Rinduku padamu mengalami inflasi. Sedang sandang, pangan, & papan mengudeta hari libur seorang karyawan taat aturan selama 69 kali dalam setahun. Manusia kisaran umur 27, kabur dari pertanyaan tentang apakah dirinya beban keluarga atau bukan.

Orang-orang berumur 27 tahun siap-siap bunuh diri biar kayak Kurt Cobain, Jimi Hendrix, atau Jim Morrison. Tapi kau & aku, dengan sadar, menyukai teori konspirasi: bahwa semua akan baik-baik saja.

Sedang sebuah usaha malah mengkhianati hasil. Dusta manalagi yang mau kita nikmati? Cape anjay. Pokonya nanti (kalau reinkarnasi emang bener ada & bisa milih) aku bakal rikues jadi batu akuarium aja.

Watdefak. Fuck me with your mind. But hey, lihat itu, ternyata satuan bahasa kerja lembur di kepala Wittgenstein. Katanya, luasnya dunia hampir selalu berbanding lurus dengan jangkauan bahasa.

Katakanlah aku seorang Poliglot bisa 7 bahasa: Sunda, Indonesia, Inggris, Belanda, Spanyol, Latin, & Prancis. Lalu Why Jerman enggak? Karena Bahasa Belanda masih rumpun bahasa Jermanik Barat; wicis mirip-mirip gitulah ya. Guten Morgen! Goedemorgen!

Sebenernya bukan itu, tadi pengalihan isu. Tapi masa iya aku harus bilang: “Ok sayang, ini sendok, dia cowo. Ini garpu, dia cewe. Kalau ini pisau, dia netral. Ja gott du bist sehr dumm!” Gott ist tot = Jajaja (Nietzsche laughs in Spanish).

(2021)

Walaupun Hidup Seribu Tahun; Kalau Diblokir Crush Apa Gunanya?

Wahai anak muda, healing terbaik adalah hiatus dari jerat-jerat sosial media. Begitu kata bapak-bapak di pos ronda dengan kecerahan layar ponselnya yang bermajas hiperbola. Ya gimana ya, emang cerah banget. Mana fontnya gede-gede. Anjir vibes boomer. Dah ah pamali.

Jadi begini, sayangque, sekarang hidup itu enak & serba gampang. Dan easy peasy lemon squeezy; jangan dibikin stressy, depressy, and lemon zesty.

Sumpah ya, kalau mau hijrah tinggal go-ride (atau go-car), mau makan tinggal go-food, mau kirim-kirim tinggal go-send, mau refreshing tinggal go-far aja sejauh mungkin gak pake was-wes-wos. We are so far, yet so close he he he.

Goo Goo Dolls - Iris: "And I'd give up forever to touch you. 'Cause I know that you feel me somehow. You're the closest to heaven that I'll ever be. And I don't want to go home right now."

Apakah tadi myself tersesat di jalan yang benar? Entahlah, hanya amang-amang g-maps yang tahu. Tahu bulat digoreng dadakan, 500-an. Dan hidup berjalan seperti film (500) Days of Summer: Tom Hansen dighosting Summer aaaaaaaa...

Aku kesal. Kau kesal. Mereka menyesal. Wahai sutradara, penonton kecewa. Karena cinta di sana malah menaiki kora-kora di pasar malam yang mati lampu (now playing: Last Kiss from Avelin - Sesak dalam Gelap).

Ini puisi atau prosa sih? Gak jelas. Mana jelek banget, kayak bebentukan trotoar di pinggir badan jalan, sebuah kabupaten negara belum maju. Tapi yang penting, nggak kaku kayak bangunan bikinan pemerintah. Nggak bau kentut, kayak bacotan poli-tikus.

Tapi ini, ini yang terpenting kau masihlah gumush, gemoi & kyot. Meski diksiku, hari demi hari, makin gak danta seusai berhadapan dengan batas-batas militer yang kaubangun; selesai memblokir whatsappku pada malam-malam yang brengsek itu.

(2021)

Penulis: Mochammad Aldy Maulana Adha
×
Berita Terbaru Update