OPINI, Lorongka.com--- Lembaga Pendidikan merupakan sebuah institusi atau tempat dimana proses pendidikan atau belajar-mengajar berlangsung. Lembaga pendidikan juga merupakan institusi sosial yang menjadi agen sosialisasi lanjutan setelah lembaga keluarga.
Dikutip dari halaman resmi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (1/06/2018). Mendikbud menuturkan, kebijakan zonasi diambil sebagai respon atas terjadinya “kasta” dalam sistem pendidikan yang selama ini ada karena dilakukannya seleksi kualitas calon peserta didik dalam penerimaan peserta didik baru. “Tidak boleh ada favoritisme. Pola pikir kastanisasi dan favoritisme dalam pendidikan semacam itu harus kita ubah. Seleksi dalam zonasi dibolehkan hanya untuk penempatan (placement),”katanya.
Dalam PPDB Permendikbud telah mengeluarkan kebijakan bahwa ada empat jenis jalur yang dapat di lakukan yaitu zonasi, afirmasi, perpindahan orang tua, dan prestasi. Di jenjang SD, sebanyak 70% dari daya tampung sekolah digunakan untuk zonasi, 15% untuk afirmasi, dan 5% pada jalur perpindahan orang tua. Sedangkan untuk SMP dan SMA, jalur zonasi diberikan kuota sebesar 50%, afirmasi 15%, serta jalur perpindahan orang tua maksimal 5%, dan selebihnya dapat digunakan sebagai jalur prestasi (Gatra.com, 20/06/2022).
Walaupun jalur zonasi diberikan kuota yang paling banyak. Namun, jalur zonasi inilah yang seringkali menimbulkan permasalahan dalam proses PPDB, hampir merata di setiap wilayah di Indonesia salah satunya yang terjadi di SDN 197 Sriwedari Surakarta, Jawa Tengah yang hanya mempunyai satu murid baru hasil PPDB secara daring.
Menurtu Kepala SDN 197 Sriwedari Surakarta, Bambang Suryo Riyadi mengatakan, sejak diterapkan sistem zonasi dari tahun ke tahun jumlah siswa baru cenderung menurun, kondisi tersebut di dukung oleh letak SDN 197 Sriwedari Surakarta yang berada di tengggah perkampungan, di antara gedung-gedung besar dan jauh dari perumahan (tirto.id, 08/07/2022).
Besaran luas antara setiap wilayah tidaklah sama. Ada rumah calon siswa didik yang dekat dengan sekolah tetapi secara administrasi berbeda wilayah maka beda zonasi. Begitu juga dengan sebaran penduduk yang berbeda serta ketersediaan jumlah sekolah negeri yang ada di wilayah indenesia belum mencukupi dan belum merata. Adanya fasilitas penunjang ternyata sangat berpengaruh terhadap minat siswa karena lokasi sekolah yang strategis atau berada di tengah kota. Inilah salah satu yang membuat adanya beda “kasta” hingga memunculkan istilah “sekolah favorit”, ada jual nilai yang tinggi.
Jika terus berkelanjutan tanpa ada pemerataan kualitas sekolah, maka zonasi tidak akan diminati. karena siswa tetap pilih sekolah berdasarkan mutu yang bagus, tidak berdasarkan jarak dari rumah. Sehingga akan banyak kejadian sekolah kosong, banyak pula anak-anak yang left behind (tertinggal) mata pelajaran karena tidak bisa dapat sekolah.
Kesan sekolah favorit memang tidak bisa begitu saja dihilangkan, sehingga orang tua berlomba-lomba agar anaknya bisa masuk. Akibatnya kegelisahan timbul tatkala tidak bisa masuk sekolah negeri atau sekolah negeri yang favorit. Jika tidak bisa masuk, maka sekolah swasta menjadi pilihan dengan biaya yang pastinya lebih besar. Ada harga ada rupa, sekolah swasta dengan fasilitas penunjang, jumlah siswa perkelas juga tidak banyak tentunya juga akan merogoh koceh yang besar yang harus dikeluarkan dari sekolah negeri dan ini jelas akan membebani masyarakat yang kurang mampu.
Padahal jika dilihat dari aset negara, Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat luat biasa. Kemanakah semua kekayaan itu? Sehingga tak mampu memberikan kualitas pelayanan pendidikan yang bermutu. Padahal pendidikan adalah hak wajib bagi setiap umat yang harus disediakan oleh negara.
Inilah bukti gagalnya sistem kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Sistem zonasi, harusnya menjadi alat alternatif siswa dalam menuntut ilmu, memudahkan orang tua mengantar jemput anak-anak ke sokelah karena jarak sekolah dan rumah berdekatan atau masih berada dalam jangkauan tempat tinggal mereka, sehinnga orang tua juga tidak terlalu khawatir, dan pastinya akan menghemat waktu perjalanan ke sekolah. Tetapi sayangnya itu semua bisa diterapkan jika ketersediaan sekolah serta faktor penunjangnya merata di semua wilayah termasuk tenaga pendidiknya.
Kehidupan sekuler kapitalistik telah menggelayuti kehidupan kita, Semua berorientasi pada materi, menjadikan minimnya peran negara dalam hal pemenuhan kebutuhan mendasar. Kebijakan yang diambil tidak diukur dari ketersediaan yang ada, dan berujung pada pihak swasta yang mengambil alih. Sekolah pun dijadikan lahan untuk mencari keuntungan secara materi.
Dengan ini dapat di katakana bahwa sitem zonasi tak memeberikan solusi tuntas dalam pendidikan, melainkan menimbulkan permasalahan-permasalahan baru.
Cuman islamlah yang memeberikan solusi tuntas setiap permasalahan yang ada di tenggah umat, terutama dalam bidang pendidikan. Dalam islam pendidikan adalah yang paling diutamakan dan merupakan tangung jawab negara disemua tingkatan jenjang pendidikan. Negara berkewajiban menjamin kebutuhan pokok rakyat, yaitu pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Tiga kebutuhan ini diperoleh gratis sebagai hak rakyat atas negara.
Sejarah peradaban Islam pun telah mencatat kebijakan para khalifah yang menyediakan pendidikan gratis bagi rakyat. Sejak abad IV H para khalifah membangun berbagai perguruan tinggi dan melengkapinya dengan berbagai sarana dan prasarananya seperti perpustakaan, auditorium, asrama mahasiswa, juga perumahan dosen dan ulama. Selain itu, perguruan tinggi tersebut juga dilengkapi taman rekreasi, kamar mandi, dapur dan ruang makan.
Begitu luar biasanya peran pemimpin dalam sistem Islam, tidak hanya memberikan fasilitas terbaik namun semua juga gratis yang diperuntukkan untuk rakyat. Sebab pemimpin dalam Islam menyadari betul akan tugasnya sebagai pelayan umat bukan sekedar pembuat kebijakan yang kontra dengan kondisi rakyat namun pro dengan para kapital, yang menjadikan sumber daya alam pun tak dapat digunakan untuk memfasilitasi anak bangsa dalam mengenyam pendidikan yang layak juga sekolah-sekolah yang berkualitas.
Maka dari itu solusi hakiki bagi pendidikan dan problem hari ini hanyalah Islam. Sebab ketika syariah Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai negara. Maka semua diatur sesuai hukum syara bukan hukum buatan manusia. Sudah saatnya kita kembali kepada syariat islam Secara kaffah.
Wallahu’alam bisawab.
Penulis: Sarnita (Mahasiswi STAI YPIQ BAUBAU)
*Tulisan tersebut adalah tanggung jawab penuh penulis.