Notification

×

Iklan

Iklan

Artikel Terhangat

Tag Terpopuler

UU Kesehatan, Dedikasi Berujung Privatisasi

Minggu, 23 Juli 2023 | 21:51 WIB Last Updated 2023-07-23T13:51:44Z

Penulis: Eva Afriana Hamka, S.M., M.M (Aktivis muslimah dan Momprenuer)

LorongKa.com - 
Pengesahan RUU Kesehatan tanggal 11 juli di Gedung DPR RI menemui pro dan kontra, setidaknya ada 9 UU Kesehatan dicabut dan mengubah 4 UU Kesehatan diubah. Dilansir di berbagai media hanya dua fraksi yakni PKS dan Demokrat menolak RUU kesehatan ini. Ada beberapa hal yang disoroti dalam UU kesehatan yang baru disahkan diantaranya Surat tanda registrasi( STR ) tak perlu diperpanjang agar memudahkan kan nakes dalam menjalankan tugas dan melayani masyarakat. Kedua, penghapusan mendatory spending dari APBD untuk peningkatan layanan Kesehatan dan peningkatan SDM Kesehatan. Ketiga, pemberian kemudahan nakes asing dalam negeri bekerja di layanan Kesehatan sektor nasional(umsu.ac.id/12 juli 2023)


Berbagai protes datang berbagai nakes terutama IDI, ikatan perawat Indonesia, ikatan apoteker Indonesia, ikatan bidan indonesia dan persatuan dokter gigi indonesia. Ketua umum IDI Muhammad menyatakan bahwa mengesahkan RUU Kesehatan menjadi UU menjadi catatan kelam di dunia medis, bahkan IDI berupaya melakukan proses hukum dengan menggugat UU kesehatan ini ke MK dan menghimbau masyarakat lebih aware  karena sangat merugikan masyarakat.


Tak peduli, meski mendulang banyak kritikan dari masyarakat, aturan ini mencerminkan procedural otoriter dan substansi materil yang liberal karena tetap disahkan.


Kesehatan menjadi komerlisasi bagi negara


Kesehatan merupakan hak dasar manusia, mutu pelayanan Kesehatan terus diperbaiki oleh pihak berwenang. Namun dengan adanya UU Kesehatan justru menurunkan efesiensi  pelayanan Kesehatan yang memadai bagi masyarakat saat ini. Dalam beberapa kasus di daerah sudah banyak korban malpraktik akibat tak kompetennya nakes dalam menjalani tugas. UU Kesehatan justru menjadi objek penghasil rupiah bagi negara bukan sebagai pemenuhan hak dasar manusia. Ada beberapa hal yang menjadi sorotan dalam UU Kesehatan diantaranya,


Ketentuan yang merubah penerbitan STR yang menjadi sekali seumur hidup dari awalnya 5 tahun sekali. STR seumur hidup membuat tidak ada evaluasi terhadap dokter dan tenaga medis yang biasanya dilakukan dalam perpanjangan STR setiap 5 tahun sekali, padahal penilaian regular itu akan mengkaji Kembali mutu dan kompetensi dokter meliputi pengetahuan, psikomotorik, serta etika mereka. Ketiadaan evaluasi ini tentu saja sangat berbahaya bagi Kesehatan dan keselamatan rakyat. Aturan ini juga mempermudah masuknya dokter asing tanpa syarat administrasi kelayakan, kompetensi serta penguasaan Bahasa Indonesia, dokter asing cukup menunjukkan pengalaman praktik selama 5 tahun. Dokter asing tak perlu memenuhi keabsahan ijazah, cek Kesehatan fisik mental, serta tidak perlu memenuhi ketentuan etika profesi.


Mendatory spending dicabut, alokasi anggaran dalam layanan Kesehatan dan peningkatan mutu Kesehatan malah dipangkas yang seharusnya malah ditambah, alih-alih meringankan beban rumah sakit dan nakes justru dipotong. Sebagai gantinya, kemungkinan pembiayaan Kesehatan naik. Subsidi Kesehatan dibebankan kepada masyarakat. Layanan Kesehatan selama ini melalu bpjs sudah banyak bermasalah mulai dari pelayanan, obat yang ditanggung dan kamar yang ditempati pasien berlaku kelas. Penambahan biaya sering terjadi di dalam pelayanan Kesehatan dengan opsi kamar VIP, VVIP, dan paviliun justru makin memarginalkan tugas pemerintah. Belum dengan keterbatasan alat Kesehatan yang mahal yang seharusnya disediakan oleh negara. Dengan pengurangan anggaran ini merupakan pintu bagi para korporasi pengusaha memanfaatkan keadaan membuka klinik-klinik yang memadai dari segi pelayan Kesehatan, farmasi obat-obatan dijadikan ladang cuan bagi para pengusaha. 


UU Kesehatan konsen pada pemberdayaan dan perbaikan SDM bukan pada kebijakan serta teknis layana Kesehatan. Setiap tahun, jurusan Kesehatan paling banyak peminatnya tak heran bila universitas baik negeri maupun swasta menaikkan biaya masuk fakultas Kesehatan khusunya dokter dan sebagainya namun hal ini tak sebanding dengan kualitas dan kuantitas nakes yang berkompeten dan mirisnya gaji mereka bahkan lebih sedikit dibanding profesi yang lain padahal mereka adalah garda terdepan bagi Kesehatan masyarakat. Alhasil, banyak yang memilih untuk mengambil kerjaan disamping menjadi nakes di rumah sakit dan setengah hati dalam melaksanakan tugasnya sebagai nakes.


Nakes dijadikan sasaran empuk bagi  dalam keluhan pelayanan kesehatan yang tak sesuai ekspetasi pasien, permasalahan yang terjadi pada pasien entah penanganan lambat, obat tak berkerja karena keliru dalam pemberian dosis dan meninggal mendadak semuanya dilimpahkan pada nakes bersangkutan yang menanganinya, perlindungan hukum terhadap nakes malah menjadi ambigu sebab menkes mengambil alih komite disiplin profesi. Perlindungan hukum bagi nakes tak jelas. 


Ruu Kesehatan ini kesannya terburu-buru dalam pengesahannya menjadi undang-undang, ternyata sudah ada mou dengan beberapa investor luar dan pengusaha untuk memuluskan jalan dalam pelayanan Kesehatan, pengadaan alat Kesehatan sarana dan prasarana, pengadaan obat-obatan dan akses informasi Kesehatan. 


Dalam hal ini, jaminan pelayanan Kesehatan justru akan dikomerlisasikan untuk mendapat mutu yang prima dalam layanannya. Masyarakat harus siap mengeluarkan dana yang lebih untuk menikmati layanan yang bermutu tersebut. Padahal beban hidup masyarakat sudah sangat memprihatinkan dan paling dirugikan dengan adanya UU kesehatan ini adalah masyarakat miskin. 


Islam menjamin layanan Kesehatan 


Dalam islam, Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia, bagi wajib bagi negara untuk menyediakan layanan kesehatan secara gratis tanpa memungut biaya apapun, bahkan negara bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar tersebut. Layanan Kesehatan berbasis islam bukanlah subsidi atau pembayaran premi asuransi. 


Di Masa Rasulullah Saw sebagai kepala negara islam ( Khilafah ) menjamin pemenuhan kebutuhan layanan kesehatan secara gratis tanpa bayar sepeserpun, Beliau Saw mendatangkan dokter untuk mengobati rakyat baik muslim maupun non muslim. Layanan Kesehatan pun sangat diperhatikan di masa itu pembiayaan dalam layanan Kesehatan semua ditanggung oleh negara dari Baitul maal pos khusus layanan Kesehatan. Hingga di masa Khulafaur rasyidin, abbasiyah dan utsmani.


Dokter-dokter islam yang pertama kali mendirikan rumah sakit dan pelopor  layanan kesehatan modern, rumah sakit di cairo menampung 8000 pasien. Rumah sakit juga digunakan sebagai Pendidikan universitas untuk riset. Sarana dan prasarana disediakan pencegahan penyakit baik menular atau tidak. Di rumah sakit modern islam masa itu peranan perempuan sebagai perawat menjadi hal penting bahkan dikenal ada dua dokter perempuan dari keluarga banu zuhr yang melayani penguasa Almohad abu yusuf ya’qub al manshur pada abad ke 12, pada abad ke 15 perempuan dokter pertama bedah pertama kali diberitakan di Rumah Sakit Khilafah Utsmani.


Islam pun memberi kesempatan pada kaum muslim dalam menempuh Pendidikan kedokteran tanpa biaya sepeser pun, tanpa ada Batasan kuota dan semua ditunjang oleh pembiayaan dari Baitul maal. Negara akan menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan calon dokter tanpa memungut biaya. 


Demikian dalam sistem Islam, menjadikan negara sebagai penanggung jawab utama dalam pelayanan Kesehatan. Rasulullah saw bersabda:


Imam adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya (HR.Bukhari)


Penulis: Penulis: Eva Afriana Hamka, S.M., M.M (Aktivis muslimah dan Momprenuer)

×
Berita Terbaru Update