Notification

×

Iklan

Iklan

Artikel Terhangat

Tag Terpopuler

Education of Tears: Ketika Pendidikan Tinggi Hanya untuk Si Kaya

Jumat, 21 Juni 2024 | 14:27 WIB Last Updated 2024-06-21T06:30:05Z


OPINI, Lorongka.com- 
Pendidikan adalah hak bagi setiap rakyat dan harus dijamin oleh negara. Idealnya, setiap warga negara mampu menjangkau pendidikan dengan mudah tanpa khawatir masalah biaya. Namun, realitas yang terjadi justru menunjukkan hal yang berbeda.

Dilansir dari TRIBUN-MEDAN.com, belakangan ini, ramai diperbincangkan tentang adanya Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang menaikkan biaya uang kuliah tunggal (UKT). Kenaikan UKT tentu berdampak bagi calon mahasiswa baru. Salah satunya adalah Siti Aisyah, mahasiswi Universitas Riau yang lolos melalui jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP), yang memutuskan untuk mengundurkan diri dari Universitas Riau lantaran tak sanggup membayar UKT.


Situasi ini diperparah oleh aturan baru yang menetapkan sanksi bagi mahasiswa yang tidak melakukan daftar ulang setelah lolos jalur SNBP, sehingga tidak bisa mengikuti Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) atau seleksi jalur mandiri di perguruan tinggi manapun di Indonesia.


Inilah potret kapitalisasi pendidikan yang tumbuh subur di negara yang menerapkan sistem kapitalis. Berkaca dari pengalaman Siti Aisyah, yang menunjukkan bahwa kepintaran saja tidak cukup untuk mendapatkan pendidikan tinggi, yang utama adalah bisa melunasi biaya kuliah.


Pendidikan tinggi menjadi layaknya barang mewah yang hanya bisa diakses oleh kalangan yang berduit. Negara tak lagi hadir sebagai penyokong utama pendidikan, melainkan perlahan-lahan berlepas tangan daari tanggung jawabnya memenuhi hak warga negara. Buktinya terlihat dalam realisasi UU No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang mengatur perubahan status PTN menjadi PTN Berbadan Hukum (PTN-BH). Kampus diberikan otonomi yang makin luas untuk menjalankan operasionalnya, termasuk dalam masalah pendanaan pendidikan.


Akibatnya, kampus harus mencari sumber pemasukkan sendiri demi memenuhi pembiayaan yang sebelumnya ditanggung negara. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan menaikkan UKT mahasiswa. Keputusan ini tentu saja menimbulkan dilema bagi kampus; kenaikan UKT tentu akan memicu gerakan protes mahasiswa, tetapi di sisi lain operasional kampus juga membutuhkan dana agar tetap berjalan.


Begitulah konsekuensi dari penerapan sistem kapitalis yang menjadikan penguasa hanya bertindak sebagai regulator dan melupakan fungsi utamanya sebagai pelindung dan penyedia kesejahteraan bagi rakyatnya.


Kondisi yang demikian tentu berbeda dengan Islam. Islam sebagai ideologi yang berasal dari Sang Pencipta mengatur agar negara bertanggung jawab secara penuh untuk mengurusi urusan rakyatnya bak seorang ayah yang mengurus putra-putranya. Pengaturan negara dalam Islam mengacu pada syariat Islam. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW :


Imam (khalifah) itu pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari dan Ahmad).


Islam menjadikan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan pokok rakyat yang harus dijamin secara penuh oleh negara. Negara dalam Islam akan berusaha menyediakan pendidikan yang murah, bahkan gratis. Tak hanya itu, negara juga akan memperhatikan segala aspek yang berkaitan dengan pendidikan, seperti kurikulum yang berkualitas, metode pengajaran yang sesuai dengan syariat, fasilitas yang memadai, hingga kesejahteraan para pengajar. Alhasil, menjadi sesuatu yang wajar apabila masyarakat dalam negara yang menerapkan sistem Islam, baik kaya maupun miskin, baik muslim maupun non muslim, baik laki-laki maupun perempuan, semua memiliki kesempatan yang sama untuk mampu mengakses pendidikan berkualitas setinggi-tingginya tanpa harus memusingkan biaya. 


Lantas pertanyaannya saat ini adalah, dari mana negara mampu memperoleh pemasukan demi membiayai pendidikan yang berkualitas itu? Sistem pendidikan Islam tidak akan bisa berdiri sendiri, tetapi harus ditopang juga dengan sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam mengatur bahwa semua jaminan pembiayaan pendidikan akan diambil dari Baitul Maal. Melalui pengaturan tersebut, negara akan mempunyai pemasukan sangat besar yang diperoleh dari pengelolaan sumber daya alam (hasil tambang, hasil laut, hasil hutan, dll.), fai, ghanimah, kharaj, jizyah sehingga mampu mencukupi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan tanpa harus memberatkan rakyat.


Potret seperti ini bukan hanya angan-angan. Hal tersebut pernah diterapkan dalam masa Kekhilafahan Islam selama 13 abad lamanya. Bukti keberhasilan sistem ini terlihat dari dari keberadaan ulama dan ilmuwan-ilmuwan hebat pada masa kejayaan islam, seperti Imam Syafi’i, Al-Khawarizmi, Ibnu Al-Haytham, Fatimah Al-Fihri, dan sederet ilmuwan islam lainnya yang mampu menciptakan penemuan hebat yang masih bermanfaat sampai detik ini. 


Maka kita akan sampai pada suatu kesimpulan bahwa hanya dengan penerapan Islam secara sempurna yang mampu memberikan pelayanan pendidikan terbaik bagi masyarakat. Islam akan menjamin akses pendidikan yang merata dan berkualitas yang bisa dinikmati oleh semua kalangan, tidak hanya untuk Si Kaya saja.


Wallahu a'lam bisshawab.


Oleh : Amrina A

×
Berita Terbaru Update