Rismala Dewi S.Pd
LorongKa.com - Nasib pilu dialami seorang remaja perempuan di Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep. Dia dicabuli kepala sekolahnya berinisial J (41) yang juga seorang PNS. Mirisnya, pencabulan ini disetujui dan diketahui ibu kandungnya yang juga seorang PNS berinisial E. Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti, mengatakan kepala sekolah dan ibu korban telah diamankan polisi. Kasus ini pertama kali dilaporkan ke polisi pada 26 Agustus lalu. "Pelaku yang merupakan Kepala Sekolah Dasar, diamankan anggota Resmob Polres Sumenep pada hari Kamis tanggal 29 Agustus 2024 sekitar pukul 15.00 WIB, di Rumahnya, Desa Kalianget Timur," kata Widiarti, Jum'at (30/8).
Widiarti menuturkan, kasus ini terungkap saat ayah korban mendapat informasi bahwa anaknya diantarkan ibunya ke rumah kepala sekolah. Di sana korban dicabuli kepala sekolah. Dia menambahkan, ibu korban menyetujui pencabulan itu dengan alasan untuk ritual penyucian diri. Tak dijelaskan ritual apa yang mereka jalani. "T disuruh melakukan hubungan badan dengan J oleh ibu kandungnya sendiri. Awalnya korban dijemput oleh ibu kandungnya inisial E, selanjutnya korban diantar ke rumah terlapor di Perum BSA Sumenep, dengan alasan akan melaksanakan ritual mensucikan," ujarnya. Menurut Widiarti, pencabulan itu bukan hanya sekali. Ibunya kerap mengantarkan korban ke kepala sekolah. Bahkan, korban juga pernah diperkosa dan dicabuli di salah satu hotel.
"J mengaku sengaja melakukan persetubuhan dan pencabulan terhadap korban untuk memuaskan nafsu biologi. Berdasarkan hasil komunikasi dengan bapak kandung korban, korban mengalami trauma psikis," kata Widiarti menambahkan. Atas perbuatannya, J dijerat Pasal 81 ayat (3) (2) (1), 82 ayat (2) (1) UU RI No. 17 Tahun 2016 perubahan atas UU No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak. Sumber : kumparan.com
Kegagalan Sistem yang Mematikan Naluri Ibu
Sejatinya, setiap ibu pasti memiliki naluri untuk menyayangi dan selalu ada untuk melindungi anaknya dari ancaman yang membahayakan. Dan seperti layaknya kata pepatah “kasih ibu sepanjang masa”, ternyata hal ini tidak berlaku bagi ibu berinisial E di Sumenep yang tega menyerahkan anaknya untuk dicabuli J. Bagaimana mungkin dalih ritual penyucian, Ibu yang seharusnya menjadi pelindung bagi anaknya, menjadi pendidik utama dan pertama untuk anaknya justru tega melakukan kekejian luar biasa ini?
Kenyataan pahit lainnya, sang ibu tega menjual anaknya ke pria bejat karena uang. Demi menutupi aksi perselingkuhan, ia rela anaknya menjadi korban perbuatan asusila. Sudahlah selingkuh, anak diserahkan ke lelaki hidung belang, keluarga pun hancur berantakan akibat perbuatan yang sangat tercela dari sang ibu.
“Jika kau ingin merusak keluarga, rusaklah ibunya dahulu”. Petikan ini ada benarnya. Lemahnya iman dan akal benar-benar telah membutakan nalar manusia. Keimanan yang lemah yang menyebabkan tak kuatnya menahan nafsu terhadap syahwat dunia mendorong manusia untuk melakukan perbuatan keji dan asusila bahkan melanggar norma yang ada. Tak heran jika nafsu yang menguasai diri dan lemahnya akal mampu mematikan naluri seorang ibu.Hal ini pun menambah potret buram rusaknya pribadi ibu dan rusaknya masyarakat. Tak hanya itu, hal ini pun juga mencerminkan rusaknya sistem pendidikan dan juga rusaknya sistem sanksi yang tidak memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan.
Sistem sekuleris kapitalis yang memisahkan agama dari kehidupan dan yang membuat tujuan kehidupan manusia hanya berorientasikan materi. Sistem ini menjadikan agama hanya sekedar urusan ritual dengan Pencipta belaka, bukan sebagai pedoman hidup yang mengatur kehidupan manusia secara menyeluruh. Dari sistem ini lahirlah paham kebebasan, dimana manusia bebas melakukan apa saja selama merasa tidak menganggu privasi ataupun merugikan orang lain, yang kemudian orang bebas untuk berzina dan bahkan melakukan perselingkuhan bagi yang sudah menikah. Sistem ini telah melahirkan sosok-sosok ibu berinisial J yang berselingkuh dan juga tega menjual anaknya demi kepuasan dunia. Bukti bobroknya kerusakan moral yang sangat parah yang diakibatkan jauhnya dari agama dan ketaatan kepada Allah SWT yang disebabkan kegagalan sistem yang diterapkan.
Hal ini juga akan terus berulang jika sistem pendidikan masih berbasis sekularisme kapitalis yang justru tidak akan pernah membawa kebaikan. Lihat saja, oknum pegawai negara yang notabene juga pendidik malah berbuat asusila. Jika dicermati lagi, oknum ibu dan kepsek yang menjadi tersangka itu juga produk pendidikan sekuler yang sudah mengakar dalam sistem pendidikan hari ini. Bahkan mereka yang sudah dibekali pendidikan agama di keluarga masih memungkinkan berbuat maksiat. Ini karena porsi pendidikan agama dalam kurikulum pendidikan hanya sebatas materi pelengkap, bukan menjadi landasan dan pedoman dalam melakukan perbuatan.
Sistem pendidikan sekuler kapitalis hanya mengajarkan bagaimana cara menjadi individu sukses dengan meraih materi sebanyak-banyaknya, karena tolok ukur kebahagiaan dinilai dengan kacamata materi dan kesenangan duniawi. Sistem pendidikan ini tidak membentuk anak agar memiliki ketaatan dan ketakwaan. Mereka hanya dididik cara meraih capaian-capaian yang bersifat duniawi semata. Tak hayal jika generasi yang dicetak adalah generasi yang jauh dari agama dan ketaatan kepada Pencipta, hidup serba bebas, bahkan mampu melakukan hal-hal tercela dan sangat keji.
Rusaknya sistem sanksi pun turut melestarikan kerusakan moral dan perbuatan kejahatan, dikarena sanksi yang tidak memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan termasuk perbuatan zina dan pemerkosaan.
Islam sebagai Solusi
Ibu adalah orang tua perempuan yang memiliki peran yang sangat mulia, dari mengandung, melahirkan, menyusui dan merawat anaknya. Tak hanya itu, peran ibu yang lainnya adalah memberikan pendidikan untuk anaknya karena dari rahimnya ini lahirlah generasi berkualitas. Ibu yang merupakan sekolah pertama bagi anaknya harus mendidik anaknya dengan menanamkan akidah islam yang kuat, sehingga menjadikan mereka pribadi yang bertakwa, yang terus taat kepada Allah dan RasulNya. Oleh karena itu, para ibu dan calon ibu harus dibekali dengan pemahaman islam yang benar.
Islam memberikan perhatian yang sangat besar demi terjaganya keberlangsungan generasi, termasuk pada peran ibu yang sangat strategis ini. Dalam islam, negara harus memiliki daya dan upaya untuk memberikan support sytem bagi para ibu dalam mengoptimalkan perannya di ranah keluarganya ataupun ranah publik. Support system tersebut adalah negara menjadi penjaga dan pelindung rakyat dengan membuat sistem yang membentuk dan menjaga ketakwaan memasyarakat diantaranya:
Pertama, negara tidak akan membebani ibu dengan permasalahan ekonomi karena terjaminnya pemenuhan kebutuhan dasar dengan memudahkan para ayah dalam mencari nafkah, seperti membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya atau dengan memberikan modal usaha. Negara menjadikan laki-laki sebagai prioritas dibandingkan perempuan dalam perekrutan pekerja. Islam membolehkan perempuan bekerja di ranah publik selama pekerjaan tersebut tidak menghalanginya dalam melakukan kewajibannya untuk mengasuh dan mendidik anak-anaknya.
Kedua, penerapan sistem pendidikan yang berlandaskan akidah islamiyah, dimana seluruh perangkat pendidikan mulai dari kurikulum, buku ajar, sistem pengajaran dan lain-lain harus berlandaskan akidah islam. Sistem pendidikan ini mengembangkan fitrah peserta didik agar menjadi manusia yang baik dan benar dalam menjalankan kehidupannya sesuai dengan syariat Islam. Tujuannya untuk membentuk generasi berkepribadian muslim seutuhnya yang bertakwa kepada Allah SWT, serta menjadikan Rasulullah saw sebagai suri tauladan.
Ketiga, penerapan sistem pergaulan islam yang sangat menjaga hubungan antara laki-laki dan perempuan. Dalam islam, laki-laki dan perempuan hanya dibolehkan untuk berserikat dalam tiga hal yaitu, pendidikan, kesehatan dan muamalah. Islam memberikan larangan untuk berkhalwat, pacaran, bahkan sampai melakukan perzinahan, kehidupan laki-laki dan perempuan wajib dipisah kecuali dalam perkara yang disyariatkan saja. Negara tidak akan memberikan peluang bagi masyarakat untuk melakukan pergaulan tanpa batas. Dengan pengaturan ini mereka akan terjaga dan kondusif hingga sudah pasti sangat kecil kemungkinan terjadinya tindakan kejahatan dan asusila yang merusak tatanan masyarakat.
Keempat, negara harus memiliki sistem yang mampu menyaring dan mencegah berbagai informasi yang tidak mendukung dalam mencetak generasi berkualitas, seperti konten porno, tayangan yang mengumbar aurat dan maksiat ataupun tontonan yang memiliki faedah yang buruk. Hal-hal tersebut dapat menjadi tuntunan buruk yang dapat merusak generasi.
Kelima, negara harus menciptakan suasana keimanan dan ibadah yang kuat dalam masyarakat dengan penerapan sistem sosial dan pergaulan berdasarkan syariat islam. Negara harus terus mendidik dan mengedukasi masyarakat agar melakukan perbuatan sesuai dengan yang disyariatkan islam, tidak terlena dengan kenikmatan dunia, karena standar kebahagiaan bukanlah materi apalagi pemuasan nafsu belaka. Kebahagiaan harus disandarkan pada ridho Allah SWT dengan terus beramal sesuai dengan perintah dan laranganNya, serta melakukan amar makruf nahi mungkar untuk bekal akhirat.
Keenam. Penegakan sistem sanksi dalam penindakan setiap pelanggaran syariat yang memberi efek jera bagi pelaku. Negara akan tegas menegur dan memberikan sanksi pada orang yang melakukan kezaliman atau kejahatan. Dengan ini, negara tidak akan segan menegur atau menghukum ibu yang zalim pada anaknya. Atau sebaliknya, negara juga akan memberlakukan hukuman apabila ada anak yang berbuat zalim kepada anaknya. Negara juga akan memberikan hukuman yang keras bagi pelaku tindakan asusila, pemerkosaan bahkan kejahatan-kejahatan berat lainnya. Dimata syariat, tidak ada praktik tebang pilih hukum. Ini adalah bentuk perlindungan dan jaminan negara dalam keselamatan rakyatnya.
Penerapan syariat islam secara kaffah akan menjaga kesehatan mental dan fisik masyarakatnya, membentuk pribadi yang senantiasa taat syariat, mencetak generasi berkualitas serta menciptakan lingkungan keimanan yang kuat yang mampu menjaga dan melindungi keselamatan umat dari kejahatan ataupun keburukan yang dapat merusak tatanan dan generasi.
Penulis: Rismala Dewi.