Khairani Novia, S.Pd (Mahasiswi Pascasarjana, Aktivis Muslimah)
LorongKa.com - Sudah sejak dahulu kala kita melakukan pemberantasan judi di Indonesia, namun hingga hari ini semakin berkembang nya tren-tren baru hingga marak judi yang di dunia nyata maupun di dunia maya atau nama ngetrend-nya judol (judi online). Mengapa seolah-olah sangat susah sekali untuk membasmi judi maupun judi online di Indonesia. Padahal Pemerintah telah memberikan wewenang dengan dibentuknya pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dengan harapan dapat mencegah dan memberantas judi di Indonesia. Namun, baru-baru ini, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, mengungkapkan bahwa seorang pegawai Kementerian Komdigi diduga terlibat dalam penyalahgunaan wewenang. Penyidik Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah menangkap 14 orang, dengan rincian 11 orang merupakan pegawai Kementerian Komdigi dan tiga lainnya adalah warga sipil.
Jumlah tersangka pegawai Komdigi “Bina” Judol kini bertambah menjadi 16 orang, yang melibatkan pegawai hingga staf ahli di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Menanggapi adanya pegawai yang diduga terlibat dalam kasus judi online, Menteri Komunikasi dan Digital RI, Meutya Hafid, menyatakan dukungannya terhadap arahan Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas segala bentuk kegiatan ilegal, termasuk judi online. Dalam pernyataan resminya, ia menegaskan, “Penegakan hukum akan dilakukan dengan tegas dan tanpa pengecualian terhadap siapa pun yang terlibat, terutama pejabat di lingkungan Kementerian kami."
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, mengungkapkan bahwa pegawai Kementerian Komdigi yang terlibat diduga melakukan penyalahgunaan wewenang. Situs judi online yang banyaknya 1.000 dari 5.000 situs seharusnya diblokir malah ‘dibina’. Pelaku sudah mengenal pengelola situs judol, mereka tidak blokir dan pelaku menyewa, mencari lokasi sendiri sebagai kantor satelit yang mematok harga Rp 8.5 juta terhadap situs-situs agar terhindar dari pemblokiran. Wow harga yang fantastis, alih-alih membinasakan situl judi online malah menjadikan ladang meraup keuntungan materi sebanyak-banyaknya.
Sungguh miris, demi mendapatkan pemasukan materi alias ‘uang haram’ Kementerian Komdigi rela mencoreng nama baiknya dan integritasnya kepada masyarakat tanpa memperdulikan efek kerusakan dan kesengsaraan yang timbul akibat judi, apakah itu kerugian finansial (ekonomi), gangguan mental (psikis), kecanduan judi, naiknya angka kriminalitas, hingga hilangnya nyawa manusia. Benar ya, harta membuat lupa segala-galanya.
Parahnya lagi, yang dianggap pelaku kriminal dalam sistem kapitalis hanya para Bandar, sedangkan pelaku judi online dianggap sebagai korban. Maka tak heran dulu pernah muncul kebijakan memberikan bansos bagi pelaku judi online yang kalah dalam permainan judi dan terlilit utang. Bagaimana mungkin masyarakat dapat mengambil efek jera dari melakukan judi jika aturan pemerintah hari ini tidak masuk akal. Lantas, apakah upaya Pemerintah untuk memberantas dan mencegah judi hanya mimpi disiang bolong?
Pemberantasan judi online di negeri ini tidak terlepas dari paradigma kapitalisme sekularisme yang menjadi asas bagi Pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan. Kebijakan pemberantasan judi online tidak pernah menyentuh akar persoalan sebagaimana penyakit yang diobati hanya gejalanya saja, namun tidak pernah memberantas sumber penyakitnya itu sendiri. Sebagai contoh kebijakan menutup situs-situs judi online sementara pemerintah tidak memiliki sistem digital yang berdaulat. Bahaya judi online yang sering kali luput dari pembicaraan ialah soal kebocoran data. Tidak hanya itu, potensi terjadinya tindak pidana pencucian uang, hingga pencurian data pribadi, menjadi dampak yang juga merugikan. Ditambah lagi adanya para oknum pejabat yang lemah iman. Mereka diberi amanah untuk memblokir, tapi justru ikut terlibat meracuni masyarakat dengan judi online. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Semua itu wajar terjadi, karena mereka dibesarkan dalam negara yang berpandangan hidup sekularisme kapitalisme yang diadopsi dari Barat terutama paham utilitarianisme dan hedonism. Kedua paham ini berpangkal pada dasar ideologi buatan Barat, yaitu sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga segala perbuatan yang mereka lakukan hanya mengedapankan hawa nafsu, materi tanpa memperdulikan halal dan haram ataupun ketakutan akan adanya hari pertanggungjawaban di akhirat kelak.
Utilitarianisme adalah paham yang memandang baik buruknya suatu perbuatan yang diukur berdasarkan manfaat yang dihasilkan dari suatu perbuatan. Judi pun akan dianggap baik apabila mampu memberikan manfaat ekonomi. Sedangkan hedonism adalah paham yang menganggap bahwa kebahagiaan manusia itu didapatkan dengan memenuhi kesenangan atau kepuasan secara pribadi, khususnya kesenangan yang bersifat jasadiyah atau fisik, seperti kepuasan seksual, harta, jabatan dan sebagainya.
Pemahaman kapitalisme hari ini yang sudah mengakar dan menjamur di tengah-tengah masyarakat, maka segala upaya pemerintah untuk memberantas judi offline maupun online, seperti dibentuk gugus-gugus untuk pencegahan dan pemberantas judi, dilakukan penyuluhan, edukasi, hingga upaya melibatkan kaum agaman ataupun tokoh masyarakat hingga ormas Islam tidak akan mampu memberantas judi di negeri ini.
Islam Menyelesaikan Kasus Judi hingga ke akarnya
Islam tegas secara mutlak mengharamkan aktivitas baik judi online ataupun offline, baik judi legal maupun ilegal. Sebab ada unsur permainan, taruhan dan pihak yang menang mengambil apa yang dipertaruhkan dari yang kalah.
Allah berfirman dalam Q.S Al-Maidah ayat 90-91
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Islam mengharamkan judi dan menutup celah terjadinya judi dengan mekanisme tiga pilar, yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan penerapan sistem hukum yang tegas dan menjerakan oleh negara.
Lalu bagaimana Islam mengatasi perilaku pejabat yang tidak amanah atau lemah iman. Tentu saja Islam sudah lebih dulu mengabarkan tentang hal ini, dimana hal ini akan dapat diatasi hanya dengan penerapan sistem pendidikan Islam yang akan mencetak para ilmuwan, para pejabat, maupun warga sipil yang amanah, dan takut akan pertanggungjawaban di akhirat kelak.
Sistem pendidikan Islam menancapkan keimanan yang kukuh pada diri setiap individu dan masyarakat. Tentunya dengan akidah yang lurus, mereka senantiasa mengaitkan agama dengan kehidupan dalam segala bidang. Tumbuh dengan kepribadian Islam yang bertakwa dengan taat melaksanakan perintah Allah dan menjauhi laranyan-Nya. Serta selalu merasa diawasi oleh Allah SWT. Sehingga mampu menjadi pengontrol efektif bagi individu masyarakat agar tidak terjerumus pada kejahatan judi.
Negara sangat berperan penting dalam upaya mencegah berbagai pemikiran yang merusak akidah Islam, seperti sekularisme, utilitarianisme, hedonism dan berbagai bentuk moderasi beragama di masyarakat.
Pertama, negara menerapkan sistem ekonomi Islam, negara menjamin kesejahteraan rakyat dengan kebijakan penyelenggaraan kebutuhan pokok bersifat publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang berkualitas dan gratis. Memudahkan rakyat mengakses kebutuhan sandang, pangan, dan papan.
Kedua, Negara melakukan pemberdayaan pakar informasi dan teknologi (ITE) dengan memberikan gaji yang tinggi serta berbagai fasilitas yang mendukung kebutuhan demi menghentikan kejahatan cyber crime di dunia digital.
Ketiga, Negara melakukan penegakan hukum yang tegas bagi pelaku kejahatan dengan sesuai syariat. Bahkan pada keemasan Islam, Khalifah akan memimpin secara langsung pemberantasan segala kemaksiatan dan kejahatan dalam bentuk apapun termasuk judi.
Dalam kitab Tafsir Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an oleh Imam Al-Qurthubi dijelaskan bahwa alasan Allah Swt. menurunkan keharaman judi dan meminum khamar secara bersamaan adalah karena keduanya memiliki keserupaan. Tindak pidana perjudian di dalam hukum Islam disertakan dengan sanksi khamar, sanksinya berupa 40 kali cambuk, bahkan ada yang berpendapat sampai 80 kali cambuk.
Khalifah akan membentuk sistem hukum Islam yang kokoh dengan mengokohkan tiga unsur yang ada dalam suatu hukum Islam yakni:
Pertama, menerapkan syariah Islam sebagai substansi hukumnya termasuk sanksi pidana syariah
Kedua, membentuk struktur APH atau Aparat Penegak Hukum syariah seperti mengangkat para hakim syariah (qadhi), polisi (syurthoh), tentara (Al-Jaisy).
Ketiga, membentuk culture of law atau budaya hukum yang kuat di masyarakat dengan menumbuhkan budaya amar makruf nahi mungkar di masyarakat.
Sistem hukum Islam tersebut dengan penegakan hukum yang disertai dakwah fikriyah, diantaranya melalui sistem pendidikan Islam formal, media massa, sosial media dan sebagainya yang dilakukan kepada masyarakat akan mampu memberantas judi tidak hanya gejala penyakitnya, tetapi juga sumber penyakitnya yang terdalam.
Jadi, sistem hukum Islam tidak hanya menindak tegas para pemain dan bandar judi online dengan menangkap dan menyeret mereka ke pengadilan syariah serta memberi sanksi pidana syariah yang tegas dan terukur bagi mereka, tetapi juga akan memberantas paham-paham pendukung judi tersebut hingga ke akar-akarnya, yaitu memberantas paham-paham yang merusal dari Barat, seperti sekularisme dan utilitarianisme.