Alif Fani Pertiwi, S.E.
LorongKa.com - Islam memuliakan perempuan dengan cara yang tak pernah ditemukan dalam sistem manapun. Seorang perempuan, sejak lahir hingga wafat, tidak sedikit pun dibebani kewajiban untuk mencari nafkah. Sebelum menikah, nafkahnya menjadi tanggung jawab ayah. Setelah menikah, berpindah kepada suami. Jika suaminya wafat atau tidak mampu, maka kerabat laki-laki dari pihak ayahlah yang wajib menanggung. Dan jika tak ada satu pun kerabat yang bisa, maka tanggung jawab itu beralih kepada negara.
Inilah bentuk perlindungan hakiki yang ditawarkan Islam: perempuan dijaga, diringankan bebannya, dan dibebaskan dari tekanan ekonomi.
Namun realita yang terjadi hari ini, jauh panggang dari api, yang dihadapi banyak perempuan justru bertolak belakang. Di tengah sistem kapitalis yang kian keras, banyak perempuan terpaksa turun tangan menjadi tulang punggung keluarga. Mereka bekerja bukan semata-mata karena ingin berkarya atau mengejar ambisi pribadi, melainkan karena kebutuhan yang mendesak dan sistem yang tak lagi berpihak.
Banyak perempuan hari ini memikul peran ganda: menjadi pengurus rumah tangga sekaligus pencari nafkah. Bangun lebih pagi untuk menyiapkan anak-anak, memasak, membersihkan rumah—lalu berangkat kerja, menghabiskan waktu dan tenaga di luar rumah demi mencukupi kebutuhan hidup.
Sering kali, ini terjadi ketika laki-laki dalam hidup mereka gagal menjalankan amanah nafkah: entah karena wafat, jatuh sakit, pengangguran, atau bahkan karena memang tidak bertanggung jawab. Maka perempuan pun terpaksa melangkah maju, mengisi kekosongan itu.
Perempuan yang berada dalam posisi seperti ini adalah pejuang di tengah berisiknya dunia. Mereka bukan simbol kegagalan, pun bukan sekadar lambang kemandirian. Mereka adalah cerminan atas rapuhnya sistem hari ini dalam menjaga harkat perempuan. Mereka adalah korban dari tatanan yang gagal melindungi peran laki-laki sebagai penanggung nafkah.
Islam sendiri tidak melarang perempuan bekerja. Namun, bekerja karena keterpaksaan merupakan tanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Ketika beban ekonomi terlalu berat, ketika banyak perempuan jatuh ke dalam kelelahan dan tekanan karena menjalankan peran ganda, maka ini adalah alarm bagi kita semua—bahwa sistem yang berjalan hari ini telah gagal menjalankan fungsinya sebagai pelindung perempuan.
Saat perempuan harus melangkah melampaui kodratnya bukan karena pilihan, melainkan karena keterpaksaan, di situlah keadilan sedang diuji, dan nilai-nilai Islam sedang ditinggalkan.
***
Untukmu… perempuan-perempuan tangguh,
yang terpaksa berdiri di luar batas peranmu,
yang memikul beban melebihi batas yang seharusnya kau pikul, yang menahan lelah dan tangis, yang kerap menyeka air mata dalam kesendirianmu.
Semoga Allah menguatkanmu dan melapangkan hatimu.
Jika dunia tak memahami bebanmu, semoga Allah, yang Maha Mengetahui segalanya, membalas setiap tetes peluhmu dengan pahala yang tak terhingga.
Ingatlah, Islam selalu memuliakanmu —sejak awal, hingga akhir hayatmu.
Penulis: Alif Fani Pertiwi, S.E.