Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Demokrasi Kembali Menyayat Hati Rakyat

Selasa, 16 Juli 2019 | 19:40 WIB Last Updated 2019-07-20T04:35:02Z
Lorong Kata --- Pemilihan Presiden serta Wakil Presiden telah usai, Indonesia pun telah memiliki Presiden dan Wakil Presiden untuk 5 tahun ke depan dengan memberi mandat kepada pasangan Jokowi-Ma'ruf menjalankan roda pemerintahan. Namun publik kembali dikejutkan dengan adanya pertemuan Prabowo dan Jokowi yang dilakukan Di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta pada hari Sabtu (13/7).

Seperti dilansir dalam cnnindonesia.com, pertemuan tersebut mendapat komentar dari pakar hukum tata negara, menurut Refly Harun memaknai pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Prabowo bahwa tak ada makan siang gratis. Ia menyebut pertemuan yang dilihat publik itu hanya 'panggung depan'. Dari panggung depan itu orang bisa memaknai pertemuan Jokowi dan Prabowo untuk menyelesaikan 'pertarungan' dua kubu berikut pendukung nya. Sedangkan panggung belakangnya, menurut Refly, bisa digambarkan dengan istilah 'no free lunch' atau 'tidak ada makan siang gratis'.

Refly menambahkan bahwa negosiasi diantara Jokowi dan Prabowo mungkin sudah terjadi sebelum pertemuan itu. Lalu setelah pertemuan, akan dilakukan negosiasi-negosiasi lanjutan. Ada banyak hal yang bisa dinegosiasikan. Dari hal-hal paling mendasar terkait kepentingan nasional, hingga mungkin hal-hal yang tak terkait dengan itu. Bahkan menurut Refly menjelaskan negosiasi itu mungkin bisa dimaknai sebagai hal yang normal dalam proses rekonsiliasi kali ini. Terlebih, setelah bertarung cukup keras di Pilpres 2019 baik kontestan dan pendukungnya membutuhkan pemulihan secara moril maupun materil.

Pertemuan Jokowi dan Prabowo mengejutkan masyarakat lantaran sebelumnya dua orang putra bangsa ini bertarung dalam kancah pemilu, atmosfer pertarungan dua kubu tersebut dalam pemilu 2019 dinilai tidak biasa dimulai dari sebelum pemilu, saat pemilu berlangsung bahkan setelah pemilu. Gelora suara masyarakat ikut mengaum dalam Pilpres tahun ini ditambah suara ulama yang dengan lantang menginginkan adanya perubahan serta menginginkan rezim berganti untuk periode selanjutnya.

Hanya saja walaupun perjuangan tengah dikobarkan hingga menelan korban pada tragedi 21-22 Mei kemarin, nyatanya perubahan yang mereka harapkan tak kunjung mereka dapatkan. Yang semakin menyakitkan ketika harapan mereka letakkan di pundak seorang Prabowo sebagai lawan dari rezim petahana justru tersenyum manis sambil mengucapkan selamat atas kemenangan rezim petahana.

Perjuangan rakyat yang menginginkan sebuah perubahan hingga di meja Mahkamah Konstitusi seolah pupus dalam kekecewaan melihat tokoh yang diharapkan dapat melakukan perubahan mulai merubah arah perjuangan hingga tak lagi menghiraukan kecurangan yang selama ini menghiasi Pilpres 2019. Bukan tidak menginginkan persatuan antar sesama warga Indonesia, namun bagaimana suara rakyat yang tidak lagi menginginkan rezim petahana berkuasa kembali? Apa mereka harus bersabar untuk 5 tahun lagi?

Benar, Ketika perjuangan tidak didasarkan aqidah dan tidak berpedoman kepada syariah, maka amat mudah berubah arah, menjilat ludah, membenarkan yang salah, bahkan mengingkari dan mengkhianati janjinya sendiri.

Inilah tabiat dari sistem rusak yang diterapkan negeri ini, sistem sekuler yang lahir dari akal manusia yang lemah serta memperturutkan hawa nafsu dalam membuat berbagai kebijakan sehingga bukan keinginan rakyat yang akan dimenangkan namun kepentingan para kapitalis yang bermain dibelakang sistem ini yang lebih diutamakan. Demokrasi merupakan anak kandung dari sistem sekuler. Demokrasi merupakan ideologi transnasional yang mengajarkan nilai antroposentrisme, dimana manusia dianggap sebagi 'Tuhan' yang berhak membuat hukum. Sementara Tuhan dan Agama disingkirkan ikut campur dalam membuat hukum. Demokrasi sekuler memisahkan antara nilai agama dengan kehidupan.

Sistem yang terus dipasarkan oleh orang-orang kafir ditengah kaum muslim melalui upaya penyesatan (tadhlil), bahwa demokrasi merupakan alat untuk memilih penguasa. Tujuan dari upaya tersebut yakni memberikan gambaran kepada kaum Muslim, yakni seakan-akan perkara yang paling mendasar dalam demokrasi adalah pemilihan penguasa. Karena kaum Muslim saat ini sedang ditimpa penindasan, kedzoliman, pembungkaman, ketidaksejahteraan, ketidakadilan serta tindakan represif penguasa. Sehingga orang-orang kafir dapat dengan mudah memasarkan demokrasi sebagai aktivitas memilih penguasa. Sejatinya hal yang paling dasar dalam demokrasi yakni menjadikan kewenangan membuat hukum ada ditangan manusia, bukan di tangan Tuhan manusia.

Kaum Muslim berhasil mereka sibukkan dengan aktivitas pemilihan penguasa sehingga melupakan bahkan tidak menyadari akar permasalahan yang membuat hidup mereka jauh dari sejahtera.

Sehingga, dalam sistem sekuler demokrasi mengharapkan sebuah perubahan menjadi negeri yang lebih baik, maju,berdaulat, unggul serta mampu bersaing dengan negara-negara lainnya ialah hal yang sulit bahkan mustahil diwujudkan. Takkan lahir kesejahteraan, keadilan, kemakmuran, keberkahan bagi seluruh umat manusia dalam negara yang menerapkan sistem rusak yang jauh dari aturan pencipta manusia. Takkan didengar solusi-solusi yang diberikan oleh rakyat jika bernafaskan pada hukum-hukum Islam. Sekalipun mayoritas masyarakat dalam negeri ini beragama Islam.

Seharusnya kaum muslim belajar dari peristiwa politik yang menimpa saudara-saudara yang lain seperti Presiden Muhammad Mursi di Mesir, FIS di Aljazair, Hamas di Palestina. Bahwa perjuangan untuk Islam dengan jalan masuk dalam sistem sekuler demokrasi tak dapat melakukan sebuah perubahan.

Kaum Muslim seharusnya dapat mengambil jalan yang telah di contohkan oleh Rasulullah SAW dalam mewujudkan sebuah perubahan menuju negara yang maju, berdaulat, diberkahi serta mampu bersaing dengan negara lainya. Sistem Islam yang memiliki solusi-solusi lengkap terhadap permasalahan hidup manusia terbukti dapat memberikan kesejahteraan, kemakmuran, keadilan, keamanan dan sebagainya. Mampu bertahan hingga lebih dari 13 abad menaungi 2/3 dunia dengan Rahmat Islam. Dalam Sistem Islam pemilihan pemimpin diserahkan kepada rakyat karena rakyat sangat diberikan haknya untuk memilih pemimpin yang ia inginkan selama memenuhi syarat-syarat pemimpin dalam Islam.

Tentu untuk menerapkan kembali sistem yang paripurna ini tidak dapat dengan jalan atau metode buah pikir akal manusia. Tak ada cara lain saat ini yang harus dilakukan para perindu perubahan selain berdakwah dengan hikmah, dengan hujjah yang jelas serta argumentasi yang kuat. Menyadarkan kepada masyarakat akan bobroknya sistem saat ini dan menyampaikan bahwa kita dapat bangkit dari keterpurukan kondisi sekarang dengan mengambil Sistem Islam dalam menjalani kehidupan.

Penulis: Dina Evalina (Aktivis Dakwah).
×
Berita Terbaru Update