Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Liberalisasi Terus Menjerat, Remaja Makin Bejat

Jumat, 02 Agustus 2019 | 21:50 WIB Last Updated 2019-08-02T13:50:53Z
Lorong Kata --- Kasus pembunuhan terhadap anaknya sendiri yang dilakukan oleh remaja berinisial SNI (18) di dalam toilet Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Beriman pada Rabu 24 Juli sekira mendapat kritikan pedas dari masyarakat. Banyak yang mempertanyakan mengapa pelaku bisa tega membunuh dengan keji terhadap buah hatinya yang ia lahirkan.

Bayi berjenis kelamin perempuan itu tewas setelah mulutnya disumpal tisu toilet dan tali pusarnya dicabut. Setelah tewas, jasad bayi dimasukkan kedalam kantong plastik dan berencana membuangnya di luar. Aksinya pun ketahuan petugas rumah sakit saat hendak melarikan diri.

Dari keterangan SNI dihadapan awak media mengatakan bahwa perempuan asal Tenggarong ini sejatinya tak ingin hal ini terjadi. Namun lantaran belum siap menikah dan belum siap punya anak, ia pun terpaksa melakukan hal itu. Padahal sang pacar diakui SNI telah siap untuk mengarungi rumah tangga bersamanya. "Bukannya tega, cuma belum siap untuk dinikahi gitu aja. Pasangannya mau nikah cuma aku belum mau nikah, umurku kan juga masih muda," kata SNI, (News.Okezone.com, Minggu 28/7/2019).

Menyusuri Akar Masalahnya

Sudah tak asing lagi terdengar ditelinga masyarakat tentang kasus serupa yang menimpa remaja masa kini. Masa muda yang seharusnya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mempersiapkan masa depan, malah di sia-siakan begitu saja. Kebebasan yang digandrungi remaja masa kini menjadi candu untuk semena-mena mengartikan makna kebebasan yang sesungguhnya dan berbuat sesukanya. Remaja di usia belia, fase dimana rasa ingin tahunya yang semakin tinggi menjadikan orang tua harus ekstra dalam mengawasinya. Pergaulan bebas ala remaja menjadi jerat yang sangat menakutkan, sekilas nampak mengasikan namun tatkala remaja telah masuk di dalamnya maka sangat sulit untuk melepaskannya.

Tercatat pula setidaknya 12 kasus pernikahan anak di kamp pengungsian korban gempa dan tsunami yang tersebar di Palu, Sigi, dan Donggala di Sulawesi Tengah dalam beberapa bulan terakhir. Fenomena ini menambah potret buram Sulawesi Tengah sebagai salah satu daerah dengan prevalensi pernikahan anak terbanyak. Kasus pernikahan anak korban gempa ini disebut sebagai "fenomena gunung es", mengingat terdapat 400 titik pengungsian yang tersebar di lokasi bencana dan belum semuanya 'terjamah' oleh pegiat hak perempuan dan perlindungan anak. Wartawan BBC News Indonesia Ayomi Amindoni dan Dwiki Muharam, mencari tahu lebih dalam di balik fenomena pernikahan anak penyintas korban bencana gempa dan tsunami yang terjadi pada September 2018 silam. (KOMPAS.com)

Seolah telah putus urat malu, generasi muda saat ini tak tanggung-tanggung berlagak seolah telah dewasa, bahkan perilakunya melebihi orang dewasa dan suka berbuat apapun yang diinginkan. Di era milenial sekarang, dengan kemajuan teknologinya justru menjadi fasilitas yang paling nyaman bagi generasi muda untuk berlenggak-lenggok memamerkan jati dirinya. Hilangnya kesadaran dalam diri generasi muda menjadikan ia sosok yang tak terkendalikan, bahkan mereka sendiri tak mengenal dirinya.

Budaya ala barat yang menjadi tren masa kini, menjadi kiblat generasi dalam berpikir dan bertingkah laku. Dengan tatanan kehidupan yang berasal dari manusia menjadi pelengkap hancurnya kehidupan generasi muda. Berbagai macam kebebasan di siapkan, bahkan media yang menjadi corong terbentuknya karakter individu menjadi racun yang paling berbahaya dan mematikan. Melalui tontonan dan kemudahan dalam mengaksesnya semakin menjadikan generasi muda kehilangan akal. Game, media sosial, youtube, tv dan sebagainya di rancang seefisien mungkin untuk menyebarkan paham kebebasan ala barat. Kebudayaan yang semakin kental dan makin marak mereka gencarkan berhasil menghapus keyakinan dalam dirinya.

Tidak adanya pengontrolan atas prilaku remaja semakin membuatnya bebas melakukan apa saja, mulai dari narkoba, merokok, mencuri, tawuran, pacaran bahkan tindakan kriminalitas lainnya banyak yang telah dicoba tanpa memikirkan dampak dari tindakan tersebut. Akhirnya putus sekolah, hamil di luar nikah dan sebagainya mengikat kuat dalam kehidupan remaja. Pendidikan yang menjadi sarana harapan orang tua dalam mendidik anak-anaknya pun tak bisa diharapkan, tuntutan tugas yang banyak selalu menjadi alasan remaja untuk sejenak menikmati kehidupan dunia dengan pelampiasan hangout, shopping dan kesenangan dunia lainnya. Perhatian orang tuyang banyak selalu menjadi alasan remaja untuk sejenak menikmati kehidupan dunia dengan pelampiasan hangout, shopping dan kesenangan dunia lainnya. Perhatian orang tua yang lebih fokus pada pekerjaan faktor himpitan ekonomi menjadi komplit tak adanya peran yang mampu membentengi generasi muda.

Kembali Kepada Islam

Sejatinya remaja harus segera mengenal eksistensi agamanya yakni Islam. Sebagai satu-satunya pondasi dalam kehidupannya, yang bukan saja mengatur kehidupan pribadinya melainkan mengatur seluruh tatanan kehidupan yang ada. Membentengi tumbuh kembang dirinya menjadi sosok luarbiasa layaknya Al Zahrawi yang berkutat di bidang medis. Ia adalah Bapak Ilmu Bedah Modern. Ia berhasil mengenalkan catgut (benang) sebagai alat untuk menutup luka. Selain itu, ia juga menyusun buku At-Tasrif liman Ajiza an at-Ta'lif yang menjadi rujukan dokter hingga sekarang. Di dalamnya, Al Zahrawi menuliskan hal-hal yang terkait dengan bedah, penyakit, dan temuan-temuannya berupa alat kedokteran.

Generasi penerus masa depan bangsa yang akan menentukan arah perjuangan ke kehidupan yang lebih gemilang dengan islam seperti masa keemasan era khalifah Harun Al-Rasyid. Semua terwujud tatkala ada institusi yang menerapkan hukum berdasarkan Pencipta bukan manusia. Yang mampu mengontrol kehidupan bangsa dan negara sampai mengurus individunya terutama generasi muda. Sebab, ia disiapkan untuk menjadi generasi penakhluk kota roma. Islam memberikan solusi tuntas atas setiap kegalauan dalam diri remaja. Dengan mengenal lebih dekat Pencipta maka remaja akan lebih memahami tujuan hidup yang sesungguhnya dan menjauhi kebathilan yang merajalela.

Dengan demikian, remaja yang digadang-gadang sebagai agent of change sepatutnya terus fokus belajar dan menuntut ilmu sedalam-dalamnya bukan sekedar ilmu sebagai pemuasan belaka melainkan dalam bentuk tsaqofah yang terpancar dari prilakunya. Sosok pemimpin masa depan yang akan menyebarkan dakwah islam, karena islam adalah agama yang rahmatan lil alaamiin (Q.S Al Anbiya : 107). Wallahu alam.

Penulis : Masita (Anggota Smart With Islam Kolaka)
×
Berita Terbaru Update