Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Sertifikasi Pra Nikah Akankah Menjadi Solusi Ketahanan Keluarga

Selasa, 26 November 2019 | 22:10 WIB Last Updated 2019-11-26T14:10:12Z
Lorong Kata - Pemerintah tengah mencanangkan program sertifikat layak nikah.Wacana ini menimbulkan pro dan kontra. Menteri agama Facrul Razi mengatakan akan mengerahkan tenaga kantor urusan agama (KUA) dan penyuluh agama dalam program sertifikat layak kawin.

“Iya, termasuk penyuluh-penyuluh kita yang yang dilapangan,” kata Fachrul di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis 14 November 2019. Terkait pengetahuan tentang kesehatan, Fachrul mengatakan bahwa hal itu penting untuk mencegah stunting pada anak,” Jadi betul-betul dia melahirkan bayi-bayi yang sehat. Bayi sehat kan bukan hanya saat lahir saja, mulai dari kandungan. (Tempo.co 14/11/2019)

Komisioner Komnas perempuan, Imam Nakha’i, mengatakan setuju dengan rencana pemerintah mewajibkan sertifikat layak kawin bagi calon pengantin. Beliau menilai wacana mewajibkan sertifikat perkawinan merupakan upaya negara dalam membangun keluarga yang kokoh, kesetaraan, dan berkeadilan. Sehingga, pasangan yang sudah menikah diharapkan mampu membangun keluarga sejahtera. (Tempo.co, 14/11/2019).

Perwujudan Pernikahan Yang Sejahtera

Pernikahan memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu membentuk suatu keluarga yang bahagia, kekal abadi berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan rumusan yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 1 bahwa: “Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang wanita dengan seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”

Pegiat gender mendukung program ini selama perspektif kesetaraan dan keadilan dalam perkawinan tetap dipakai sebagai landasan pelatihan. Menag PPA menganggap bisa mengatasi nikah dini. Namun, dengan menganggap kesetaraan gender sebenarnya tidak memberikan arah yang solutif malah akan menyamakan kedudukan itu sehingga hak dan kewajiban wanita dan pria sama, yang nantinya ini mewujudkan keluarga yang semakin bebas tanpa ada pemahman landasan yang kokoh.

Di era kapitalistik saat ini ketahanan keluarga tak cukup disiapkan oleh individu dengan tambahan pengetahuan dan ketrampilan tapi membutuhkan daya dukung negara dan sistem nya yang terintegrasi untuk menanamkan takwa kolektif, iklim ekonomi yang konsdusif bagi pencari nafkah keluarga, jaminan kesehatan berkualitas dan gratis serta peran media nyang steril dari nilai liberal.

Yang nantinya ketika tidak lulus dari pra-nikah dan tak mendapat sertifikasi, dikhawatirkan akan melakukan perzinaan dan tidak ada pula jaminan bahwa pasangan yang telah menikah terhindar dari perceraian. Terlebih era perekonomian saat ini begitu banyak bentuk pembiyaan perekonomian masyarakat kecil yang membelenggu dan menyulitkan.

Pandangan Islam terkait Pernikahan

Pernikahan merupakan wujud fitrah dari setiap insan dan merupakan wujud ibadah bagi seorang muslim untuk dapat menyempurnakan iman dan agamanya. Dengan wujud pernikahan seseorang telah memikul amanah tanggung jawabnya yang paling besar dalam dirinya terhadap keluarga yang akan dibangun.

Mewujudkan keluarga yang sehat, sejahtera dan samara tidak tiba-tiba akan terbentuk dengan adanya sertifikasi pernikahan yang dicanangkan oleh pemerintah. Tetapi butuh adanya penguatan yang kokoh terkait keyakinan dan keimanan, terkhusus untuk keluarga muslim. Penguatan akidah tidak terbentuk secara instan tanpa proses yang panjang yang dilandasi kesadaran setiap individu atas dorongan keimanan.

Hal ini dibutuhkan pembentukan dan proses berfikir dan mengenali hukum syara dari Al-Quran dan Al-Hadis sejak dini, ini telah diajarkan dari lingkunagn keluarga, ruang pendidikan di sekolah. Pendidikan dilandaskan atas kesadaran dan dorongan iman yang akan mampu mewujudkan keberhasilan generasi.

Dengan dorongan keimanan, individu yang bertakwa akan mampu terhindar dari pergaulan bebas, LGBT, dan penyakit seksual lainnya hal ini karena rasa takut akan melanggar apa yang telah dilarang Allah SWT yang akan mewujudkan keluarga yang sehat dan sejahtera. Selain keluarga yang memiliki landasan takwa yang baik memandang bahwa anak adalah amanah yang senantiasa akan diberikan asupan yang halal dan thayib.

Seorang wanita ataupun laki-laki telah memahami tugas dan fungsi mereka. Tugas utama seorang wanita dalam keluarga yaitu sebagai ibu dan pendidik utama yang tidak melalaikan sedikitpun perannya dalam keluarga, begitu pula halnya laki-laki adalah ssebagai seorang ayah yang senantiasa menjalankan kewajibannya memberikan nafkah untuk keluarga dan menjalankan sebaik-baiknya akan tugas yang diemban sehingga akan terjalin keluarga yang samara dan terhindar dari keretakan.

Namun, hal ini mesti ada upaya yang ditempuh terlebih disistem kapitalis-sekuler saat ini yang semakin sempitnya lapangan pekerjaan bagi seorang laki-laki dan sulit didapat. Pangsa pasar juga malah memberikan keluwesan terhadap perempuan di dunia kerja, yang efeknya malah berdampak tidak terurusnya rumah dan keluarga sehingga banyak berujung pada perceraian yang berdampak besar kepada anak –anak mengalami stunting inilah yang menjadi sumber ketimpangan ekonomi akibat sistem kapitalisme yang memperuntukan penguasaan faktor-faktor produksi pada kelompok tertentu saja.

Sehingga diharapkan sebagai seorang muslim harus memperhatikan setiap kebijakan yang akan diputuskan pemerintah jangan sampai program yang diambil melanggengkan kerusakan dan sehingga akan memberikan solusi yang terbaik dari setiap problematika saat ini. Sehingga solusi yang layak adalah kembali kepada hukum Allah SWT yang bersumber jelas dan menjadi pedoman hidup ummat, yang tidak berlandaskan dari aturan manusia yang memiliki sifat lemah, kekurangan dan serba terbatas. Wallahu a’lam bish shawab.

Penulis: Mega, Mahasiswi FEB UHO.
×
Berita Terbaru Update