Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Subsidi Pupuk Dicabut, Ketahanan Pangan Terancam

Sabtu, 15 Februari 2020 | 08:43 WIB Last Updated 2020-02-15T00:43:02Z
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui pimpinan Komisi IV DPR Hasan Aminuddin,
mendesak pemerintah agar mencabut subsidi pupuk bagi petani. Pemberian subsidi pupuk bagi petani dinilai memanjakan petani, namun tidak mampu mendongkrak produksi. (Koran Sindo, 6/2/2020).

Petani Sengsara Dengan Kapitalis Neolib

Masalah pertanian erat kaitannya dengan masalah pangan keduanya merupakan masalah yang begitu strategis bagi sebuah Negara sehingga harus diproteksi melalui berbagai kebijakan. Kebijakan tersebut tertuang dalam subsidi faktor produksi, perlindungan atas produk lokal, termasuk penyediaan atau pembagian lahan, jika masalah pangan terganggu hal ini tentunya akan berdampak pada sektor lain dan bersifat fatal dalam sebuah Negara. Sebagai Negara agraris bagaimana mungkin Indonesia dapat bersaing dengan Negara–negara maju jika pertaniannya tidak memperoleh subsidi dan perlindungan dari pemerintahnya.

Pupuk berfungsi sebagai sumber zat hara untuk mencukupi kebutuhan nutrisi tanaman dan memperbaiki struktur tanah, yang berimplikasi pada kualitas tanaman, jika subsidi pupuk dicabut berarti penentuannya harga dan distribusinya diserahkan pada mekanisme pasar, sementara fakta menunjukkan petani dan pertanian di Indonesia masih tergolong kelompok atau sektor yang paling rendah pendapatannya bahkan sebagian tergolong miskin sedangkan dari sisi letak pertanian berada di pelosok desa. Bagaimana mungkin para petani bisa mengakses pupuk jika subsidinya di cabut? dan bagaimana mungkin bisa mengharapkan tingkat produksi yang baik sementara faktor pendukung produksi sulit diperoleh? bahkan masih disubsidi pun kualitas pertanian kita masih jauh dibawah dari Negara-negara tetangga. Jadi jangan heran jika di pasaran hasil pertanian import lebih menarik dibanding dengan hasil pertanian lokal sebab kualitas nya jauh lebih baik dibanding hasil pertanian lokal dengan perbedaan harga yang tidak terlalu mencolok. Saat ini Thailand adalah produsen beras pertama terbesar di dunia, yang diikuti oleh Vietnam. Sedangkan Indonesia, yang notabene merupakan negara agraris, hanya mampu menjadi pengimpor beras dari kedua negara tersebut, pada tahun 2018 kemarin pemerintah baru saja mengadakan tambahan importasi beras sebanyak 500.000 ton yang didatangkan dari Vietnam dan Thailand. Jadi dapat dibayangkan bagaimana kondisi pertanian kita kedepannya jika saja pemerintah berlepas tangan dalam mengurusi hal tersebut.

Petani Sejahtera Dengan Islam

Islam merupakan agama yang sempurna, islam menganjurkan bagi ummatnya untuk bercocok tanam karena bernilai pahala bagi pelakunya. Dalam suatu hadis yang diriwayatkan al-Bukhari disebutkan, “Tidak lah seorang muslim yang menanam sebuah pohon atau tanaman,kemudian bagian (buah atau bijihnya) dimakan oleh burung, manusia atau binatang ternak, kecuali itu menjadi sedekah darinya.” Hadis lain riwayat Ahmad juga menyebutkan, “andaikata hari kiamat telah tiba, sementara ditangan salah seorang kalian membawa sebuah tunah kurma, maka jika dia dapat untuk tidak berdiri sampai dia menanamnya, maka lakukanlah.”

Islam memandang pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi bagi setiap individu, dan hal tersebut merupakan kewajiban dari seorang pemimpin, Dalam hadis yang diriwayatkan al-Bukhari disebutkan, “Pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggungjawab atas rakyatnya”. Salah satu prinsip pokok tentang ketahanan pangan dengan mengoptimalisasi produksi yaitu mengoptimalkan seluruh potensi lahan untuk melakukan usaha pertanian berkelanjutan yang dapat menghasilkan bahan pangan pokok.  Di sinilah peran berbagai aplikasi sains dan teknologi, mulai dari mencari lahan yang optimal untuk benih tanaman tertentu, teknik irigasi, pemupukan, penanganan hama hingga pemanenan dan pengolahan pasca panen. Saking pentingnya masalah pertanian Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam pernah memerintahkan agar semua tanah pertanian difungsikan. Dalam suatu hadis yang riwayat ad-Darimi disebutkan “Barang siapa menghidupkan tanah mati (terlantar), maka dengan sebab itu dia akan mendapatkan pahala”. Juga dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari: “Barangsiapa memiliki tanah, hendaknya dia menanaminya atau hendaknya dia memberikan tanah itu kepada saudaranya”. Pada masa Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam bidang pertanian benar-benar diatur sedemikian rupa, untuk pohon kurma ditanam dikebun-kebun yang disebut hawa’ith, dalam masalah pengairannya ditengah perkebunan tersebut digali sumur khusus dan beberapa aliran sungai kecil. Dari sungai kecil itu dialirkan beberapa pipa yang ada ditengah-tengah kebun atau pepohonan, kebun tersebut dilengkapi dengan pagar. Kaum anshorlah yang mengelola perkebunan tersebut, sebagian mereka menyewakan kebun-kebun dengan sistem muzara’ah, karena ketidakmampuan mereka untuk menanaminya sendiri. Bahkan saat itu Negaralah yang secara langsung mengurusi maslah pertanian bahkan pada masalah transaksi dan memecahkan berbagai problem yang muncul dari interaksi pertanian antara pemilik tanah dengan pemilik tanah yang lain, atau antara pemilik tanah dengan para pekerja. Surat Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam yang dikirimkan kepada bani Tsaqif dinyatakan: “Dan apa saja yang diairi oleh Tsaqif dari kebun anggur milik Quraisy, maka separuh buahnya milik orang-orang yang mengairinya”.

Begitupun pada masa kekhilafahan dimana Negara saat itu memberikan perhatian yang amat serius pada masalah pertanian contohnya Kekhalifahan Abbasiyah melakukan pengeringan rawa-rawa agar digunakan untuk pertanian, membangun bendungan-bendungan dan menggali kanal-kanal baik besar maupun kecil, sehingga tidak ada daerah pertanian yang tidak terjangkau irigasi. Di bidang pertanian dikenal dengan ‘revolusi pertanian Muslim’ yang menyinergikan semua teknologi baik cuaca, peralatan untuk mempersiapkan lahan, teknologi irigasi, pemupukan, pengendalian hama, teknologi pengolahan pasca panen hingga manajemen perusahaan pertanian. Adanya revolusi ini menaikkan panen hingga 100% pada tanah yang sama. Kaum Muslim mengembangkan pendekatan ilmiah yang berbasis tiga unsur: sistem rotasi tanaman; irigasi yang canggih; serta kajian jenis-jenis tanaman yang cocok dengan tipe tanah, musim dan jumlah air yang tersedia. Khilafah juga mengembangkan iklim yang kondusif bagi penelitian dan pengembangan di bidang pertanian, sehingga lahirlah banyak sekali ilmuwan pelopor di bidang pertanian misalnya, Abu Zakaria Yahya bin Muhammad Ibn Al-Awwan, yang menulis Kitab al-Filahah yang menjelaskan rincian tentang hampir 600 jenis tanaman dan budidaya 50 jenis buah-buahan, hama dan penyakit serta penanggulanganya, teknik mengolah tanah: sifat-sifat tanah, karakteristik dan tanaman yang cocok; juga tentang kompos. Kitab penggunaan dan budi daya tanaman didokumentasikan pada abad ke-11 oleh Muhammad bin Ibrahim Ibnu Bassāl dari Toledo dalam bukunya Dīwān al-filāha (Istana Pertanian), Ibnu Bassāl telah melakukan perjalanan di seluruh dunia Islam, kembali dengan pengetahuan rinci tentang agronomi yang dimasukkan ke dalam Revolusi Pertanian Arab. Bukunya yang praktis dan sistematis mendeskripsikan lebih dari 180 tumbuhan dan bagaimana mengembangbiakkan dan merawatnya. Tumbuhan tersebut mencakup sayuran daun dan akar, herba, rempah-rempah, dan pepohonan. Demikianlah islam memberikan perhatian dalam masalah pertanian dimana hal tersebut pernah dirasakan pada zaman Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam dan khilafah setelah beliau. Dan insya Allah akan dirasakan kembali ketika Daulah Khilafah tegak. Allahu Akbar.. Wallahu A'lam

Penulis: Ninning Anugrawati, ST.,MT (Dosen Non PNS UHO)
×
Berita Terbaru Update