Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Hoax Dalam Pusaran Coronavirus Dan Menanti Peran Perpustakaan

Sabtu, 28 Maret 2020 | 19:50 WIB Last Updated 2020-03-28T11:50:42Z
Lorong Kata - Dunia saat ini tengah dirundung duka, hampir semua wilayah yang berpenghuni (manusia) mengalami ketakutan yang sama, ketakutan yang disebabkan oleh sebuah mahluk kecil tak kasat mata yang diberi nama virus.

COVID-19 (Coronavirus disease 2019), mulai ditemukan pada awal tahun lalu di daerah Wuhan Provinsi Hubei, China. Hingga saat ini 28 Maret 2019 jumlah negara terkonfirmasi terjangkit virus ini mencapai 201 Negara, dengan jumlah positif virus ini mencapai 512.701 orang, dan 23.495 orang jumlah kematian. Di Indonesia sendiri per 28 Maret 2020 kasus positif terinfeksi virus ini mencapai 1.155 Kasus, dengan kematian 102 orang dan sembuh 59 orang Berdasarkan data dari COVID-19.GO.ID KOMINFO via WhatsApp dan https://covid-19.go.id/situasi-virus-korona/

Kalau kita melihat sejarah perjalanan manusia, wabah penyakit seakan tak pernah hilang tiap masanya, dalam kurung waktu 20 tahun belakangan, tercatat 2 kasus wabah terbesar, SARS (Severe Acute Respirator Syndrome) tahun 2002 yang pertama muncul di China dan menyebar ke 25 negara, MERS (Midde East Respirator Syndrome) 2012 yang mulai terdeteksi di Arab Saudi. Sumber https://www.nu.or.id (sejarah wabah mematikan di dunia dan Indonesia) dan kini Covid-19 yang seakan tak ingin kalah dari pendahulunya dan terus melebarkan jajakan-nya.

Ditengah pesatnya pernyebaran wabah ini, ikut pula berkembang informasi terkait, yang yang tak terbendung jumlahnya, tiap saat munghiasi platform media sosial kita. ragam media, baik individu maupun organisasi berlomba membuat informasi dan kemudian menyerbarkannya dalam ragam bentuk, ada yang dalam bentuk konvensional (koran, tabloid) dan yang mengikuti zaman dalam bentuk situs online. Pesatnya penyebaran informasi ini meningkatkan kemungkinan besar adanya berita bohong (hoax) yang ikut tersebar yang dibuat oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab dengan beragam motifnya, mulai dari mencari sensasi semata, sampai pada ujaran kebencian.

Terbaru, masyarakat indonesia terkhusus masyarakat sulawesi-selatan dihebohkan dengan sebuah informasi yang viral sekitar 3 hari yang lalu (25 Maret 2019) yang termuat dalam media Youtube, memperlihatkan seorang bayi yang mampu berbicara dan memberikan perintah untuk merebus telur ayam pada malam hari sebagai penangkal virus Covid-19. Dan mirisnya banyak masyarakat yang percaya, terbukti dari beberapa postingan status (tulisan) yang menceritakan kisah keluarganya dan atau tetangganya, foto yang menggambarkan bahwa ia sedang mengaktualisasikan informasi hoax yang didapat tersebut.

Kejadian ini memberikan fakta tentang rendahnya literasi informasi masyarakat kita, padahal apabila kita menganalisis baik-baik kita akan menemukan keganjalan, mulai dari kualitas video yang sangat kotor, saya sebagai generasi milenial melihat video tersebut sudah bisa memastikan bahwa video tersebut merupakan hasil editan seseorang yang kurang kreatif yang entah apa motif mereka membuat video tersebut, belum lagi riwayat waktu video tersebut di upload yang menunjukkan waktu sekitar 3 tahun yang lalu. Dalam ilmu jurnalistik, sebuah informasi dan berita harus memuat unsur 5w + 1h (What, Who, why, when, where, + How). apa bila unsur ini tidak terpenuhi maka informasi tersebut bisa diragukan dan bisa jadi hoax. Dan sampai saya buat tulisan ini, masih banyak hoax lainnya yang tersebar, seakan menghiasi hari-hari kami ditengah masa Sosial Distancing.

Paradigma kebenaran informasi di Masyarakat hari ini tidak lagi dilihat dari objek atau siapa yang menyampaikan, media apa yang memberitakan, dan data akurat yang disajikan. Tetapi telah bergeser menjadi seberapa viral informasi tersebut muncul diberanda media, seberapa banyak dibagikan, dan seberapa banyak like yang di dapatkan.

Paradigma ini yang harus segera diubah dalam Masyarakat dan peningkatan pendidikan literasi informasi masyarakat mesti semakin digiatkan, karena hoax sudah menjadi ancaman besar terhadap kesatuan bangsa ini, oknum-oknum yang ingin bangsa ini bertikai, akan selalu gencar membuat berita untuk mengadu domba masyarakat, yang dibungkus dengan isu agama, etnis, dan lainnya. Seyogyanya apa bila kita menerima berita atau informasi, dahulukan saring sebelum sharing, hoax cukup sampai pada diri kita, tidak untuk disampaikan pada orang lain.

Dari kehebohan informasi bohong (hoax) yang mengisi media sosial saya FB & WA, saya kemudian teringat tentang jatidiri saya beberapa tahun yang akan datang, yaitu menjadi seorang pustakawan, kebetulan sekarang saya sedang menempuh pendidikan ilmu perpustakaan di salah satu universitas negeri keislaman di kabupaten Gowa. Dimana lulusan dari jurusan saya ini hampir semua pasti akan berkecimpung di dunia perpustakaan dan mendapat gelar pustakawan.

Hampir 3 tahun saya menempuh pendidikan ilmu perpustakaan, hal yang paling saya ingat dan mungkin sudah tertanam dalam ingatan adalah ucapan beberapa dosen dan beberapa kawan mahasiswa di jurusan tentang peran, fungsi dan tujuan perpustakaan, yang secara umum dapat disimpulkan bahwa perpustakaan sebagai pengumpul, pengelola, penyedia, dan penyalur informasi kepada semua khalayak (Untuk lebih jelasnya silahkan dibuka Undang-undang RI No. 43 tahun 2007 Tentang Perpustakaan).

Disini tergambarkan betapa besar sejatinya peran sebuah perpustakaan terhadap penyebaran informasi kepada masyarakat. Seyogyanya perpustakaan menjadi garda terdepan dalam memberikan informasi kepada masyarakat dengan data yang lengkap, faktual sehingga mampu meminimalisir informasi-informasi bohong (hoax).

Dalam undang-undang tersebut diatasi, termaktub sebuah tugas yang diemban perpustakaan, didalam pasal 4 menjelaskan tujuan sebuah perpustakaan, dimana perpustakaan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Apabila seyogyanya perpustakaan sebagai tempat atau wadah untuk mencerdaskan masyarakat Indonesia, lantas viralnya hoax kemarin dan dianggap sebagai sebuah kebenaran dimasyarakat, memberikan kontradiksi antara tujuan perpustakaan dengan realitas masyarakat, perpustakaan nyatanya masih sangat minim peran dalam Masyarakat dan bahkan dibeberapa daerah perpustakaan perannya sudah mati.

Ini bukan lagi menjadi rahasia pribadi, tapi sudah menjadi rahasia publik, betapa banyak perpustakaan desa yang menghabiskan anggaran desa dalam pembangunan gedung, pengadaan sarana dan prasarana penunjang, nyatanya tak lebih dari sebuah gudang buku, tak ada aktifitas pencerdasan yang dilakukan, tak ada pengunjung yang datang. Begitupun perpustakaan daerah kota / kabupaten, dan juga Provinsi berapa banyak pengunjung yang datang tiap harinya dibanding jumlah penduduk di daerah tersebut ?

Kemungkinan besarnya mengapa perpustakaan sepi peminat, karena masyarakat tidak tahu apa sebenarnya perpustakaan, masyarakat tidak tau dimana lokasi perpustakaan, dan yang lebih miris, peran perpustakaan sebagai penyedia informasi sudah tergantikan dengan hadirnya beragam media informasi online, yang praktis, dan sangat ekonomis.

Melihat kehebohan Hoax kemarin, saya berusaha mencari diberanda media sosial saya tentang apakah ada respon atau informasi tandingan dari perpustakaan maupun pustakawan yang kebetulan beberapa sudah menjadi teman (follow) diakun media saya.

Melihat perpustakaan sekarang juga sudah mengikuti perkembangan zaman dengan hadirnya akun-akun atas nama perpustakaan dimedia sosial, maupun perpustakaan online (digital). Dah hasil dari pencarian saya tersebut, saya tidak menemukan perpustakaan ataupun pustakawan yang membuat steatmen atau apalah yang mengklarifikasi informasi tersebut, entah apakah dimedia sosial teman-teman menemukan atau teman-teman pustakawan dan calon pustakawan ada yang memberikan klarifikasi atau informasi bahwa berita tersebut hoax.

Saya justru salut dan bangga kepada akun-akun yang memang secara mandiri memberikan informasi setiap saat tentang peristiwa dan atau fenomena di sebuah daerah, berhasil mengklarifikasi dan menemukan fakta dibalik berita hoax yang tersebar tersebut lewat media sosial dan media online lainnya. Entah kemana perpustakaan dan pustakawan, seyogyanya apabila kita melihat peran, fungsi, dan tujuan perpustakaan sejatinya yang menjadi garda terdepan dalam menangkal dan memberikan klarifikasi harusnya perpustakaan dan orang-orang yang bergelut di dunia perpustakaan.

Perpustakaan hari ini sejatinya tidak lagi menjadi sebuah tempat, ruang yang statis, tetap tidak bergerak dan menjadi penunggu orang-orang datang mencari informasi didalamnya. Tetapi perpustakaan harus punya terobosan dan kreativitas baru, mengikuti pesatnya perkembangan teknologi yang ada, karena kalau perpustakaan tetap pada dirinya yang apa adanya seperti sekarang yakinlah beberapa tahun kedepan perpustakaan akan mati, mati karena tergeser oleh kelompok-kelompok baru yang juga bergerak dalam penyediaan informasi yang selalu memutakhirkan perkembangan teknologi.

Seseorang yang membutuhkan informasi, tidak lagi harus ke perpustakaan menghabiskan waktu, tenaga, dan biaya yang lebih besar hanya untuk mencari informasi yang dibutuhkan. kini informasi tersebut ada dalam genggaman, setiap saat dimanapun kita bisa mencari informasi yang dibutuhkan dengan biaya yang sedikit berkurang. Merebaknya penyedia informasi dan orang-orang baik yang ingin membagikan sebuah informasi menjadi ancaman serius bagi kelangsungan eksistensi perpustakaan.

Sudah saatnya perpustakaan melakukan transformasi, merubah paradigma kolot yang tidak sesuai lagi dengan zaman, dan mengadopsi paradigma baru orang-orang maupun organisasi lain dalam pelayan informasi.

Pustakawan sebagai jiwa perpustakaan harusnya bisa lebih aktif lagi, bergerak, membuat inovasi dan terobosan baru. Sekarang program Perpustakaan berbasis inklusi sosial yang sedang gencar di kampanye-kan, harusnya lebih digiatkan lagi, lebih dimaksimalkan lagi, menepis segala keraguan dan prakiraan lainnya tentang keberlangsungan perpustakaan, ditengah perkembangan teknologi informasi.

Dan yang paling urgent, perpustakaan memperlihatkan jatidirinya menjadi garda terdepan yang akan menjadi lawan bagi mereka yang suka membuat informasi bohong, bagi oknum-oknum yang selalu ingin mencapai ambisius dirinya dan kelompok-nya, dengan membuat informasi bohong, demi untuk memecah belah dan menimbulkan kegaduhan dalam kehidupan masyarakat

Terakhir, dunia dan Indonesia secara khusus sekarang sedang dirundung duka, kekhawatiran akan kelangsungan hidup terjadi dimana-mana. Saatnya kita menyatukan persepsi, menghilangkan segala ego kepentingan pribadi dan kelompok, kita saling menguatkan bukan malah saling memisahkan.

Cepat sembuh Bumi Pertiwi, Indonesia-ku.

Penulis: Nr Rahmat.
×
Berita Terbaru Update