Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Solusi bagi Angka Perceraian yang Tinggi

Kamis, 12 Maret 2020 | 13:17 WIB Last Updated 2020-03-12T05:19:13Z
Lorong Kata - Kasus perceraian kembali menjadi sorotan dan kian meresahkan. Hampir setengah juta pasangan suami istri (pasutri) di Indonesia mengalami perceraian di sepanjang Tahun 2019, dan mayoritas terjadi karena gugatan dari pihak istri.

Berdasarkan Laporan Tahunan Mahkamah Agung (MA) 2019 yang dikutip detik.com, Jum'at (28/92/2020) perceraian tersebar di dua pengadilan yaitu Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama. Pengadilan Agama untuk menceraikan pasangan muslim, sedangkan Pengadilan Negeri menceraikan pasangan non muslim.

Dari data Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia, hakim telah memutus perceraian sebanyak 16.947 pasangan. Adapun di Pengadilan Agama sebanyak 347.234 perceraian berawal dari gugatan istri. Sedangkan 121.042 perceraian di Pengadilan Agama dilakukan atas permohonan talak suami. Sehingga total di seluruh Indonesia sebanyak 485.223 pasangan. (m.detik.com, 28/02/2020)

Kalau kita amati terjadinya perceraian , maka kita akan menemukan penyebabnya adalah karena sistem Pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme) yang diemban penguasa negeri ini. Peran agama dihilangkan dalam mengatur urusan kehidupan secara menyeluruh. Sehingga memunculkan berbagai persoalan.

Kasus gugat cerai misalnya, istri terpaksa menggugat suaminya ke pengadilan karena suami hanya bermalas-malasan tidak bekerja sedang si istri harus berjuang keras untuk mencukupi kebutuhan pokok keluarga. Atau suami bekerja namun suka bertindak semena-mena dan sering melakukan kekerasan terhadap istrinya sehingga istrinya merasa tidak tahan dan mengajukan gugat cerai ke Pengadilan Agama. Ada juga seorang istri mengajukan gugat cerai karena suami meninggalkan rumah dan tidak pernah menafkahi kekuarganya.

Dalam contoh kasus talak, seorang suami menalak istrinya karena keduanya bertengkar terus menerus, istri suka membantah dan tidak bisa menghormati suami karena merasa penghasilannya jauh lebih banyak dibanding suaminya. Atau karena suami tidak bekerja.sehingga tertukarlah peran istri dengan suami. Istri sibuk bekerja dari pagi sampai malam, sementara suami menggantikan tugas istri dalam mengurus rumah tangga.

Di sisi lain tidak ada pengaturan dari negara untuk menjamin tersedianya pekerjaan bagi para suami. Sehingga banyak suami yang tidak bisa optimal menjalankan kewajibannya sebagai pencari nafkah bagi keluarganya. Lapangan pekerjaan yang ada justru terbuka lebih luas untuk para wanita. Hal ini memicu para istri keluar rumah untuk bekerja dan meninggalkan tugas utamanya sebagai ibu bagi anak-anaknya dan sebagai pengurus rumah tangga suaminya.

Begitulah rakyat dibiarkan menyelesaikan sendiri problem keluarganya tanpa ada pengaturan dari negara bagi tiap individu untuk bisa menjalankan tugas dan kewajiban masing-masing sesuai dengan fitrahnya.

Islam sebagai Solusi

Islam selalu punya solusi untuk mengatasi setiap problematika manusia.Terkait kasus gugat cerai yang disebabkan suami malas bekerja, tidak menafkahi karena tidak punya pekerjaan, atau gaji yang tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan pokok keluarga, maka negara dalam sistem Islam akan mendorong setiap suami menjalankan kewajibannya sebagai pencari nafkah dengan bekerja , berupaya semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Negara akan mengoptimalkan ketersediaan lapangan kerja yang bisa diakses oleh para suami .

Adapun kasus gugat cerai karena suami meninggalkan istri tanpa ada nafkah, maka negara akan mencegah hal demikian terjadi. Negara menyuasanakan ketaqwaan bagi rakyatnya. Sehingga tiap laki-laki menyadari kewajiban dan haknya terhadap istri. Sebagaimana Islam mengajarkan, bahwa pergaulan antara suami istri adalah pergaulan persahabatan. Islam telah mengajarkan apa-apa yang menjadi hak istri atas suaminya, dan apa-apa yang menjadi hak suami atas istrinya. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT, "Dan mereka ( para perempuan) mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf" (TQS.al-Baqarah : 228).

Demikian pula dalam kasus Talak. Apabila terjadi masalah di dalam rumah tangga, syariah Islam juga telah menetapkan aturan penyelesaiannya. Termasuk talak.Talak (melepaskan simpul/ikatan pernikahan) hukumnya mubah(boleh) dalam Islam. Namun tidak dianjurkan sebagai langkah awal dalam menyelesaikan persoalan keluarga. Talak disyariatkan sebagai metode agar ada jalan keluar yang bisa ditempuh oleh pasangan suami istri yang bersengketa, sebagai jalan terakhir setelah semua cara yang ditempuh tidak memberikan jalan keluar terbaik bagi keduanya. Adapun hak talak ada pada suami, bukan pada istri.

Namun bukan berarti istri tidak berhak memfasakh (membatalkan) ikatan pernikahan dengan suaminya. Jika diantara suami istri terjadi pertentangan dan persengketaan, maka istri berhak menuntut perpisahan dengan suaminya. Dalam hal ini , Qadhi (hakim) wajib menentukan juru damai dari pihak istri maupun dari pihak suami.

Majelis keluarga inilah yang akan mendengarkan pengaduan dari kedua belah pihak dan mengerahkan segenap daya upaya untuk mengadakan perbaikan atau perdamaian(antara suami istri itu). Jika tidak memungkinkan ada kata sepakat diantara keduanya, maka majelis keluarga memisahkan keduanya sesuai dengan pandangannya berdasarkan fakta yang tampak setelah diteliti .(Nidham al-ijtima'i hal 278).

Islam juga telah memerintahkan para suami untuk menempuh berbagai cara yang bisa mengurangi sikap keras istrinya karena pembangkangan (nusyuz) mereka. Allah SWT berfirman,"Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka, dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka, dan pukullah mereka." (TQS.an-Nisa)

Demikianlah, Islam memerintahkan agar para suami menempuh segala langkah baik yang lembut maupun tidak , dalam rangka menyelesaikan problem diantara mereka demi menghindarkan keduanya dari perceraian.
Wallahu 'a'lam bishshawab.

Penulis: Sumiatun (Mantan Kaur Kesra di Jombang)
×
Berita Terbaru Update