Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Darurat Corona, Sudah Efektifkah Kebijakan Pemerintah?

Rabu, 08 April 2020 | 19:12 WIB Last Updated 2020-04-08T11:13:47Z
Lorong Kata - Sebulan lebih telah berlalu, kini belum terlihat adanya tanda-tanda wabah Covid-19 akan mereda. Yang ada, update perkembangan pasien yang terpapar mengalami peningkatan yang signifikan. Pada Selasa (7/4/2020) total ada 2.738 kasus wabah Covid-19 di Indonesia, 221 orang yang meninggal selain itu ada 204 orang yang dinyatakan sembuh.

Hal tersebut menjadikan masyarakat gusar karena tidak adanya penanganan yang cepat dari pemerintah malahan menjadi terkesan lamban. Bahkan sebelumnya diketahui ada sebagai pejabat publik melontarkan tanggapan meremehkan dan bersikap abaikan akan bahaya virus Corona.

Untuk menangani penyebaran wabah, pemerintah mengimbau untuk melakukan sosial distancing (pembatasan interaksi sosial) yaitu menjaga jarak. Masyarakat diminta untuk menghindari kerumunan dan berpergian, sekolah diliburkan, tetap dalam rumah, beribadah di rumah dan segala himbauan lainnya.

Akan tetapi, banyak pihak yang mengomentari bahwasanya anjuran ini tidak cukup. Harus ada langkah tegas, yaitu isolasi atau lockdown di setiap wilayah yang terdeteksi adanya penyebaran wabah Covid-19.

Diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengajukan untuk menerapkan lockdown atau karantina wilayah dalam pandemi Covid-19 di tanah air. Namun, Presiden Joko Widodo menolak untuk mengabulkan permintaan tersebut sehingga kebijakan yang diambil dalam penanggulangan wabah virus Corona ialah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Seperti yang dilansir oleh Alinea.id, Presiden Ahlina Institute dr. Tifauzia Tyassuma menyayangkan sikap pemerintah Jokowi yang enggan menerapkan lockdown. Sebab, dari perhitungannya, terdapat potensi ledakan pasien positif corona jika opsi tersebut tidak dilakukan. "Saya perkirakan hari ke-50 ledakan dalam satu juta pasien akan terjadi," kata dokter dan penelit yang kerap disapa Tifa itu.

Jaleswari Pramodawardhani selaku Staf Kepresidenan RI menyampaikan, alasan pemerintah untuk tidak mengambil kebijakan lockdown sebab tidak semua negara akan baik dan berhasil dalam menghadapi wabah Covid-19. Untuk memutuskan suatu kebijakan harus lah melalui pertimbangan yang matang agar tak ada penyesalan, lanjutnya

Selain itu, Centre for Strategic and International Studies (CSIS) juga menilai bahwasanya karantina wilayah bukanlah kebijakan yang tepat dalam menangani penangan virus Corona. Menurutnya, wacana lockdown dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi nasional lantaran tindakan tersebut biasanya disertai penghentian aktivitas kebanyakan pekerja.

Jika kita menelisik, penolakan lockdown dengan dalih perbedaan karakter dan budaya masing-masing negara juga berkaca pada Cina dan Italia yang menimbulkan berbagai komplikasi kemanusiaan, tentu membuat kita sadar akan hasil dari kecacatan dalam berfikir. Sebab bila kita cermati, semua itu terjadi atas dampak dari buruknya aspek penerapan.

Adapun pertimbangan lain mengenai penolakan karantina wilayah karena dapat membahayakan perekonomian, sungguh alasan yang klise. Sebab sejak sistem kapitalis mendominasi, seluruh dunia telah hidup dalam kegelapan. Kehidupan ekonomi yang mengakibatkan kemiskinan, kelaparan, kesengsaraan tentu menunjukkan akan kebobrokan sistem ekonomi kapitalisme yang telah gagal menyejahterakan manusia kendati tanpa adanya wabah.

Islam adalah Di'in yang sempurna, yang diwahyukan kepada Rasulullah berupa peraturan hidup atas seluruh problematika manusia. Baik secara ekonomi, sosial, politik, pendidikan dan lain sebagainya. Allah SWT berfirman : “Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu.” (An-Nahl: 89)

Metode pembatasan wilayah di daerah asalnya (lockdown sayr'i) sebenarnya telah di praktekkan di masa Islam. Sebagaimana hadis Rasulullah saw, “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari).

Dalam kacamata Islam, penangan dalam menangani polemik yang ada haruslah memberikan solusi yang tepat dan sahih. Negara berkewajiban memprioritaskan nyawa rakyatnya, melayani serta melindungi segenap upayah dalam segala marabahaya yang ada.

Terlebih dalam kasus buruk yang menimpa saat ini, seharusnya negara menjadi garis terdepan. Sebab, dalam penanganan wabah negara memiliki peran yang sentral dan mendasar. Tidak seperti sekarang, untuk menanggung kebutuhan rakyat selama lockdown saja keberatan. Di lain sisi proses persiapan pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan Timur masih terus berjalan, meskipun di tengah pandemi wabah.

Jika segala kehidupan di sandarkan pada Islam, problematika apapun akan dapat terselesaikan. Karena pada dasarnya, pelaksanaan syariat secara total niscaya kehidupan akan menjadi berkah. “Sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan karena perbuatannya.” (Al-A'raf : 69)

Penulis: Fahira Arsyad (Aktivis Back to Muslim Identity)
×
Berita Terbaru Update