Hampir 54 dari total penduduk Indonesia, 58% PDB Indonesia bertumpuh di pulau Jawa dan berbagai permasalahan lain, seperti: kemacetan, banjir, polusi, rentan gempa serta dengan tujuan untuk pemerataan pembangunan, hingga pemerataan ekonomi, karena itu presiden pun berkesimpulan perpindahan ibu kota merupakan hal urgen serta memerlukan anggaran yang besar dan mahal.
Bila dibandingkan rencana perpindahan ibu kota, dengan penanganan wabah virus covid -19, sangatlah urgen penanganan wabah virus Covid-19, banyak hal yang membuat pemerintah galau menghadapi wabah corona. Kenapa anggaran pindah ibu kota, pemerintah menyatakan ada anggaran, sedangkan penanganan corona mendapat saluran dari rakyat (Gelora. Co.27/3/2020). Menurut Aboe Bakar ketua DPP PKS, langkah ini seolah menjadi bukti pemerintah gagap dalam penanganan Covid-19.
Apakah penanganan wabah Covid-19 itu bukan masalah yang serius bagi pemerintah?
Bukan menjadi rahasia lagi, dana pembangunan ibu kota yg anggarannya besar dapat dipastikan berasal dari hutang pemilik modal yaitu asing dan aseng. Hal ini bukan menyelesaikan masalah, malah akan bertambah masalah lagi, yaitu dengan bertambahnya hutang luar negeri yang bersifat ribawi. Hal tersebut, pasti berdampak pada kenaikan pajak dan pencabutan subsidi bagi rakyat kecil, sehingga ekonomi rakyatpun semakin amburadul.
Sementara asing dan aseng sebagai pemilik modal dimudahkan dalam perizinan dan mendapatkan konsensi, maka dapat disimpulkan, kita akan memiliki ibu kota baru indah dan megah, yang diisi oleh rezim dengan berbagai kebijakan yang semakin mementingkan investor/pemilik modal.
Ini menunjukan penetapan prioritas yang salah dalam pemerintahan sistem kapitalis, ditengah wabah virus Covid-19, penguasa harus mempunyai peran sentral untuk menjaga kesehatan warganya, apalagi saat terjadi wabah penyakit menular, tentu rakyat butuh perlindungan optimal dari penguasa serta penguasa tidak boleh abai terhadap permasalahan rakyat.
Penulis: Ika Wulandriati