Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

New Normal Sebagai Komedi Dan Sarana Pengembalian Elektabilitas

Rabu, 27 Mei 2020 | 20:17 WIB Last Updated 2020-05-27T12:19:16Z
Muh.Nurhidayat.S (Kader Gerakan Rakyat Dan Mahasiswa Indonesia Atau Disingkat Gerak Misi )
"Ketakutan Penguasa Akan Runtuhnya Kepercayaan Rakyat, Membuatnya Harus Menggunakan Semua Instrumennya walaupun itu menjijikkan"
(Muh.Nurhidayat.S)

LorongKa.com - Situasi negara khususnya di Indonesia yang masih dalam kondisi jeratan tali Corona Virus, Menimbulkan kecemasan atau disforia di tengah masyakarat. Berbagai macam upaya dilakukan oleh pemerintah yang pada dasarnya memiliki otoritas dalam suatu negara, sampai saat ini semua orang merasakan kebijakan yang katanya untuk memutus mata rantai Pandemik Corona virus.

Pada awalnya, dengan penuh percaya diri, pemerintah melontarkan statement yaitu ingin memutuskan mata rantai Corona virus, namun yang kemudian menjadi persoalan yaitu apakah pemerintah konsisten pada statement nya itu atau malahan sebaliknya. Nah, itu yang kemudian menjadi bahan perdebatan di tengah kehidupan sosial. Coba kita uji kekonsistenan pemerintah.

Kebijakan yang kita sangat rasakan adalah Pembatasan Sosial ataupun Pembatasan fisik. Pada intinya, Pembatasan ini di lakukan agar supaya mengantisipasi akan adanya penularan antara individu yang terjangkit ke individu yang belum terjangkit corona virus. Dengan kondisi semacam ini tak bisa dihindarkan persoalan ambruknya sektor perekonomian.

Selama berjalannya pembatasan ini, satu per satu kritikan muncul dan diperuntukkan bagi pemegang struktur pemerintahan. Alasannya yaitu, ketidaksiapan pemerintah dalam menerapkan kebijakan tersebut. Apalagi ketika kita khususkan pada ranah pendidikan yang sampai saat ini menerapkan sistem online. Sesuai dengan yang beritakan oleh media online bahwa sudah ada dua mahasiswa yang kemudian menjadi korban atas sistem pembelajaran melalui online yaitu pada saat mereka mencari akses jaringan yang mumpuni. Karena semua orang Kemungkinan Besar sudah mengetahui bahwa kualitas jaringan di pedesaan dengan di perkotaan cukup jauh berbeda.

Terlepas dari persoalan tersebut, para pelajar ataupun mahasiswa menyerukan persoalan keterbatasan ekonominya untuk membeli kuota internet karena sistem online ini tak mampu di akses manakala kuota internetnya tidak ada.

Secara universalnya pula, semenjak penerapan pembatasan ini, marak tindakan yang sangat tidak mencerminkan kemanusiaan. Seperti maraknya tindak pidana korupsi dana, pencurian dll. Karena dalam pembatasan ini, sangat membutuhkan anggaran yang cukup besar untuk menutup kemungkinan yang akan terjadi nantinya.

Tapi, seperti yang saya katakan di atas bahwa anggaran yang cukup besar ini dan untuk diperuntukkan kepada masyarakat, malah di privatisasi oleh beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab. Miris menyaksikan kelakuan semacam ini yang mungkin bisa di katakan sudah membudaya di negara kita. Nah, ketika kita lihat beberapa rentetan pembahasan diatas, maka bisa di katakan terdapat diskrepansi sosial terhadap negara.

Pada bulan Mei 2020 ini, menjelang hari raya idul Fitri, sebenarnya cukup menimbulkan kembali pertanyaan dalam diri seseorang. Semisal Pemerintah yang dari awal berucap dengan tegas bahwa ingin memutus mata rantai Corona virus, namun di berbagai tepat terdapat perkumpulan Semisal pasar dll.

Artinya ketidak ketatnya penjagaan ataupun pengawasan dalam penerapan pembatasan tersebut. Bukan hanya itu yang menjadi soal, masyarakat yang notabenenya beragama Islam, sebagian mempersoalkan tentang mengapa hanya pasar dll yang bisa beroperasi sedangkan tempat ibadah seperti mesjid, masih mendapatkan larangan. Itulah yang menjadi perdebatan sampai pada saat ini.

Nah, di akhir bulan Mei 2020 ini juga beredar informasi bahwa Indonesia akan memasuki tahap New Normal. Hal tersebut kini digaungkan dan orang nomor satu di Indonesia yaitu Presiden Jokowi Dodo menginginkan akan semua berdamai dengan Corona virus. Redaksi kata ini seakan-akan menggambarkan pengakuan atas kekalahan dalam menghadapi Pandemik Corona Virus ini.

Jokowi Dodo juga menghimbau atau mengintruksikan agar supaya New Normal ini disosialisasikan secara massif. Secara parsial, Pemerintah memberikan bayangan kehidupan yang akan kembali normal seperti biasanya. Nah, kita lihat secara singkat point yang ada dalam atau tercantum dalam New Normal tersebut.

Pada tanggal 01 Juni 2020, pasar, mall dll belum bisa beroperasi, bisa berkumpul namun maksimal dua orang. Tetapi sebelum issu ini dimunculkan untuk di garap, seperti yang saya jelaskan di atas bahwa seakan-akan kondisi negara Indonesia sudah stabil karena beberapa toko, pasar dll sudah mulai beroperasi dan perkumpulan dimana-mana.

Pada tanggal 08 Juni 2020, pasar, mall dll sudah bisa beroperasi namun dengan protokol kesehatan yang ketat. Kegiatan olahraga atau berkumpul belum bisa beroperasi. Nah, artinya Saya anggap ini sudah bertentangan dengan statement awal pemerintah. Sebenarnya dengan alasan apapun sebelum Indonesia dinyatakan stabil, seluruh tempat yang berpotensi untuk menimbulkan perkumpulan harus dilarang untuk beroperasi. Kan kacau kalau seperti ini.

Pada tanggal 15 Juni 2020, pasar, mall dll tetap seperti di tanggal sebelum nya. Kegiatan kebudayaan sudah di perbolehkan namun harus ada jarak antara individu satu dengan yang lainnya. Sekolahan sudah beroperasi dengan sistem shift, kegiatan olahraga di perbolehkan tapi harus melihat protokol kesehatan. Singkatnya, hampir semua kegiatan sudah di perbolehkan. Pada tanggal 06 Juli 2020, hampir sama dengan tanggal sebelumnya. Kemudian pada tanggal 20 sampai 27 Juli 2020, mengevaluasi kegiatan kegiatan Sebelumnya untuk berskala besar.

Pada akhir Juli atau awal Agustus, semua kegiatan perekonomian sudah di buka tetapi tetap dalam protokol kesehatan yang ketat. kemudian di evaluasi secara berskala sampai dengan vaksin di temukan dan siap di sebar luaskan. Nah, itu secara singkat point yang termaktub dalam new Normal tersebut.

Ketika kita menguliti ataupun menelanjangi new Normal ini, akan banyak hal yang bertentangan dalam rasio kita. Stimulasi saya mengatakan demikian, karena seakan-akan Corona virus ini sama seperti proyek yang ditargetkan, ada yang berjarak hanya 8 hari dll. Hingga pada ujungnya, semua harus di periksa kembali, kan tidak jauh berbeda dengan bangunan. Seperti yang saya paparkan di atas bahwa, sebelum tiba saat di terapkannya new normal ini, aktivitas sosial sudah bisa dikatakan kembali normal seperti biasanya.

Konklusi pada rentetan persoalan di atas yaitu kepercayaan sosial terhadap negara sedikit demi sedikit mulai terkikis dan elektabilitas juga ikut menurun akibat Simpan siurnya langkah yang di ambil oleh orang yang duduk di bangku Pemerintahan.

Nah, dengan downnya elektabilitas, maka sang pemegang tahta kekuasaan memberikan harapan besar kepada seluruh masyarakat agar elektabilitasnya bisa kembali naik. Harapan tersebut memang memiliki power dalam mencapai elektabilitas yang tinggi, namun saya katakan bahwa hal tersebut adalah bagian dari komedi yang di pertontonkan oleh Kekuasaan. Terimakasih!

Penulis : Muh.Nurhidayat.S (Kader Gerakan Rakyat Dan Mahasiswa Indonesia Atau Disingkat Gerak Misi )
×
Berita Terbaru Update