Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Pembukaan Sekolah, Ancam Keselamatan Generasi

Jumat, 29 Mei 2020 | 12:46 WIB Last Updated 2020-05-29T04:46:04Z
Nelly, M.Pd (Akitivis Peduli Generasi, Pemerhati Pendidikan)
LorongKa.com - Polemik kembali terjadi di tengah publik, rencana akan dibukanya sekolah pertengahan Juli mendatang terjadi pro dan kontra. Diketahui, Kemendikbud telah memutuskan tidak mengubah kalender akademik pendidikan pada masa pandemi COVID-19 ini. Tahun ajaran 2020/2021 tetap dimulai pertengahan Juli 2020.

Sementara menurut IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) sangat menyayangkan keputusan akan dibuka kembali sekolah pada pertengahan Juli ini, mengingat jumlah kasus kematian anak akibat COVID-19 di Indonesia tertinggi se-Asia. Bahkan IDAI mendesak pemerintah untuk menutup semua sekolah sampai Indonesia dinyatakan bebas dari pandemi corona.

Tercatat dalam data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), hingga 18 Mei 2020, jumlah kasus pasien dalam pemantauan (PDP) anak ada 3.324 dan positif Covid-19 sebanyak 584 anak. Sementara jumlah kasus PDP anak yang meninggal ada 129 anak dan positif Covid-19 meninggal ada 14 anak.

Dari laman berita Fajar.co.id, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, wacana pembukaan sekolah memang mendapat respons beragam dari masyarakat. Bahkan lembaganya sudah melakukan ujicoba survei lewat sosial media dengan menanyakan apakah netizen setuju atau tidak dengan rencana pemerintah membuka sekolah pada 13 Juli 2020.

Dalam ujicoba kuisoner survei tersebut, ternyata sebagian besar responden tidak setuju jika sekolah di buka pada Juli 2020, 71% responden menyatakan tidak setuju sekolah dibuka pada Juli 2020 di saat kasus positif masih sangat tinggi saat ini.

Hal senada juga disampaikan Komisi Nasional Perlindungan Anak atau Komnas PA, Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait meminta pemerintah khususnya Kemendikbud RI agar belajar dari rumah yang kini masih ditetapkan oleh pemerintah kepada siswa masih tetap dilakukan. Hingga dipastikan Indonesia terbebas dari virus covid-19.

Masih menurut Arist, selama Indonesia belum bebas dari serangan virus corona, kebijakan anak belajar di rumah saja harus tetap dijalankan sekalipun ada kebijakan pemerintah menjalankan tatanan normal baru menghadapi COVID-19. Arist berharap pemerintah turut menjamin dan memastikan bahwa seluruh biaya selama belajar dirumah ditanggung pemerintah melalui program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Tanggapan juga datang dari Ikatan Guru Indonesia, yang meminta pada pemerintah khususnya Kemendikbud untuk menunda pembukaan sekolah dan diundur sampai ke Januari 2021 nanti. Pertimbangan ini menurut IGI menyangkut kesehatan dan keselamatan semua siswa di seluruh negeri dari tertularnya virus corona.

Adanya rencana kebijakan bersekolah kembali disaat wabah masih menyebar luas dengan jumlah yang positif dan meningga dunia terbilang sangat tinggi ini tak bisa diterima nalar. Terlalu gegabah dan terburu-buru membuka sekolah hanya akan menambah cluster penyebaran virus gelombang kedua.

Sebagai warga masyarakat terlebih orang tua siswa, rasanya sangat keberatan untuk menyambut kebijakan pemerintah membuka sekolah lagi pada pertengahan Juli ini. Sebab, resiko terjadi penularan massal pada peserta didik sangat rentan.

Ditambah lagi selama wabah ini menyebar di seantero negeri belum terlihat sikap serius dari para punggawa negeri dalam menangani wabah corona hingga saat ini. Adanya kebijakan yang selalu berubah-ubah, terkesan plin-plan dan membingungkan rakyat menambah perlambatan virus ini berakhir.

Diberlakukan PSBB, tak menjadikan jumlah rakyat yang terpapar virus berkurang yang ada masih terus bertambah. Akhirnya PSBB direlaksasi, akhirnya justru menambah lonjakkan korban. Kini kebijakan itu akan berubah lagi dengan new normal life semua sudah bebas melakukan aktivitas perekonomian dan rencana sekolah dibuka. Padahal kondisi wabah masih mengganas dan belum terlihat akan tertangani.

Pemerintah terus mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang kontroversial. Mulai dari membebaskan para napi yang mengakibatkan kriminalitas meningkat, mempercepat disahkannya UU Omnibus Law di tengah PHK massal dampak dari PSBB, tetap ngotot memindahkan ibu kota negara di tengah pandemi, hingga politisasi bansos di tengah kelaparan rakyatnya.

Semua ini terjadi adalah tidak lain disebabkan adanya penerapan sistem kapitalis sekuler yang diadopsi negeri ini. Sistem inilah yang melahirkan para pemimpin abai dan tak bertanggungjawab atas derita rakyatnya. Alih-alih mampu menyelesaikan wabah pandemi, yang ada kondisi semakin tidak menentu. Lagi-lagi rakyat yang jadi korban dari setiap kebijakan.

Orang-orang yang tidak memiliki kafabilitas, tidak amanah dalam mengurusi urusan umat tampak dengan jelas dalam sistem kapitalis demokrasi ini. Mereka berambisi menjadi penguasa, padahal mereka adalah orang yang tidak memiliki kemampuan sebagai negarawan, tidak bermutu, fasik, dan bukan orang yang taat pada Allah.

Umat dibuat bingung atas setiap kebijakan yang diputuskan. Bahkan kebingungan yang berakhir dengan nyawa melayang akibat penerapan kebijakannya. Inilah fakta yang terpampang nyata dari kerusakan yang ditimbulkan sistem kapitalis demokrasi sekuler. Harusnya sebelum membuka kembali sekolah, membuat kebijakan new normal life, negara memastikan bahwa negeri telah bebas dari wabah.

Penanganan wabah maksimal, dan negara telah berusaha sebaiknya untuk memenuhi segala kebutuhan rakyat akibat terdampak wabah. Inilah fokus negara dan pemimpin negeri, agar wabah ini segera berlalu dan kondisi negeri bisa kembali normal. Namun bagaimana mau berharap pada sistem yang telah terbukti gagal melayani rakyat dalam era kapitalis ini?

Lantas bagaimana seharusnya kita menyikapi ini semua?

Kembali melihat bagaimana perspektif Islam dalam menyelesaikan setiap persoalan hidup manusia termasuk dalam pengelolaan negara. Kebijakan yang diambil pemimpin Islam tidak mengandalkan kecerdasan dan kemampuan manusiawinya saja melainkan disandarkan pada apa yang sudah diperintahkan oleh Nabi Saw. Adanya sinergi antara negara sebagai pelaksana hukum syara yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang berkarakter mulia dengan rakyat yang mudah menerima amar makruf nahi mungkar.

Dalam sistem Islam negara dan pemimpinnya selalu tampil terdepan dalam mengatasi setiap persoalan rakyat dan setiap keadaan. Tidak menyerahkan urusan rakyatnya pada pihak lain. Bahkan tidak akan tega mengorbankan nasib rakyatnya atas dasar pertimbangan kepentingan apapun apalagi ekonomi.

Dalam sistem Islam, lahir para pemimpin yang shalih taat pada Allah dan akan mengambil kebijakan berdasarkan syariah, karena merupakan wahyu Allah yang Mahabenar. Bukan hasil dari buatan manusia yang berlandaskan hawa nafsu akal semata.

Pemimpin dalam Islam adalah seorang negarawan sejati, tegas, cerdas tidak ada sikap plin-plan dan ragu-ragu dalam mengambil langkah solusi menghadapi wabah. Apalagi berkali-kali bingung dalam memutuskan setiap kebijakan yang harus segera diterapkan pada rakyatnya.

Sejarah kemahsyuran kepemimpinan Islam telah nyata dan terbukti tertulis dalam tinta emas peradaban, bagaimana Rasulullah dan para khalifah mampu untuk mengatasi setiap persoalan bangsa dengan sistem syariah Islam. Termasuk dalam mengatasi dan mengakhiri pandemi penyalkit menular.

Apa yang sedang dialami negeri ini dan dunia dengan segala kerusakan yang ditimbulkan sistem kapitalis harusnya menjadi pelajaran, bahwa sistem ini tak bisa lagi untuk dipertahankan. Saatnya untuk meninggalkan sistem kapitalis demokrasi sekuler dan beralih pada sistem aturan yang telah kanjeng nabi contohkan.

Itulah sistem Islam yang terbukti akan membawa keberkahan hidup dan kesejahteraan yang akan dirasakan baik muslim maupun non muslim. Hanya pada sistem Islam segala persoalan hidup akan terselesaikan, terlebih dalam mengatasi wabah pandemi. Sudah saatnya kembali pada Islam yang tentunya akan memberi keadilan dan kemakmuran.

Penulis: Nelly, M.Pd (Akitivis Peduli Generasi, Pemerhati Pendidikan)
×
Berita Terbaru Update