Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Media Massa sebagai Alat Komunikasi Dan Mesin Propaganda

Kamis, 04 Juni 2020 | 09:47 WIB Last Updated 2020-06-04T01:47:00Z
Muhammad Ridwan, pegiat media sosial
LorongKa.com - Bernad Cohen dalam Advanced Newsgathering menyebut bahwa beberapa peran yang umum dijalankan pers diantaranya sebagai mata dan telinga publik, melaporkan peristiwa-peristiwa yang diluar pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka.

Tugas sebagai pelapor ini juga diwujudkan ketika pers kadangkala berperan sebagai alat Pemerintah, misalnya ketika ada siaran langsung pidato atau komentar kepala negara di media massa (cetak maupun elektronik). Tentu saja dalam peran tersebut pers harus tetap netral.

Memang, dalam perkembangan sejarah, media informasi seringkali dijadikan saluran untuk penyebaran pernyataan Pemerintah yang sering dieksploitasi oleh tokoh-tokoh politik yang berkuasa.

Selain sebagai pelapor, pers juga memiliki peran sebagai pemberi penafsiran atau arti pada suatu peristiwa. Di sini selain melaporkan peristiwa, pers menambah bahan dalam usaha menjelaskan artinya, misalnya analisis berita atau komentar berita. Ada pemerkayaan informasi untuk lebih menjelaskan suatu peristiwa.

Hal ini benar bagi aktor politik, yang menganggap laporan atau berita menganai reaksi masyarakat adalah barometer terbaik bagi berhasilnya suatu kebijaksanaan. Selain itu, pers juga berperan sebagai alat kritik Pemerintah.

Garrison Keillor menilai bahwa jurnalisme adalah jantung dari demokrasi atau sebutan lain bahwa laporan tajam seorang wartawan yang bertujuan membuat dunia menjadi lebih baik adalah sebuah sentral bagi demokrasi.

Esensinya, jurnalisme mesti menyediakan informasi yang akurat dan terpercaya kepada khalayak agar informasi. Hal ini mencakup tugas yang banyak sekali, misalnya membantu memperbaiki kehidupan masyarakat, menciptakan bahasa dan pengetahuan umum, mendefinisikan apa yang dicita-citakan masyarakat, merumuskan siapa yang pantas disebut pahlawan atau penjahat, dan mendorong orang-orang untuk lebih dari sekedar berpuas diri.

Jurnalisme sebagai mesin bercerita dengan suatu tujuan. Dalam cerita atau berita, tersirat pesan yang ingin disampaikan wartawan kepada pembacanya. Ada tema yang diangkat dari satu peristiwa. Dalam berita ada karakteristik intrinsik yang dikenal sebagai nilai berita. Nilai berita inilah yang menjadi ukuran berguna untuk menentukan kelayakan berita.

Pers Bebas dan Pers Otoriter

Media massa sebagai alat komunikasi dan mesin propaganda bercerita tentang fakta-fakta dan opini yang dapat menjadi pemantik pembicaraan.

Berita lebih mudah diketahui daripada didefinisikan. Meski demikian. Secara filosofis berita dipahami berbeda pada tiap negara dengan sistem persnya yang berbeda pula. Secara umum sistem pers terdiri dari dua jenis diantaranya pers bebas dan pers otoriter. Keduanya mendefinisikan berita dengan sudut pandang yang berbeda pula.

Pertama, pers bebas seringkali diidentikan dengan pers barat meski hal itu bisa diperdebatkan. Pers bebas melihat berita sama halnya dengan komoditi yang dapat diperjualbelikan. Oleh karena itu, berita haruslah menarik. Lord Northcliffe, Seorang tokoh pers asal Inggris mengungkapkan bahwa "Berita adalah segala sesuatu yang tidak biasa bila digabungkan dengan unsur kejutan."

Kedua, pers otoriter yang memandang bahwa berita harus menjadi alat kekuasaan. Direktur kantor berita Uni Soviet, TASS, N.G. Palgunov: 1956 mengungkapkan bahwa "Berita harus tidak boleh hanya melaporkan fakta atau peristiwa ini dan itu saja, ia harus mengejar suatu tujuan yang pasti, berita harus bersifat didaktik dan mendidik."

Namun seiring dengan perkembangan jaman, batas antara sistem pers bebas dan pers otoriter sudah tak begitu terlihat. Saat ini hampir tidak ada negara yang murni liberal maupun tidak. Kondisi tersebut juga mempengaruhi definisi berita.

Perbanyak Human Interest

Banyak cerita di media massa yang bila dilihat sepintas tidak seperti berita karena tidak memenuhi unsur-unsur konflik, konsekuensi, progres dan bencana, keganjilan, atau nilai berita khusus lainnya. Cerita-cerita itu disebut human interest, seperti kisah seorang kakek berumur 70 tahun yang kembali ke sekolah menengah untuk mendapatkan ijazah.

Secara sederhana bisa dijelaskan bahwa nilai berita dari cerita-cerita demikian merupakan kombinasi dari berbagai unsur yang sudah disebutkan seperti bencana, progres, konflik dan sebagainya.

Biasanya peristiwa ini tidak berdiri sendiri. Banyak kejadian yang layak berita karena memenuhi unsur keganjilan yang bila ditulis hanya menjadi berita yang sangat pendek. Editor dapat mengusulkan agar wartawan mengubah berita menjadi cerita human interest.

Wartawan akan bertindak lebih dari sekedar mengumpulakan fakta kejadian. Ia akan menjelajahi lebih dalam mengenai unsur-unsur kemanusiaan dengan mengumpulkan bahan-bahan tambahan seperti yang menyangkut emosi, fakta, biografis, kejadian-kejadian yang dramatis, deskripsi, motivasi, ambisi, kerinduan dan kesukaan dan ketidaksukaan umum di masyarakat.

Karena human interest berisi nilai cerita bukan nilai berita, maka perlu untuk diperbanyak agar meminimalisir kecemasan publik.

Penulis: Muhammad Ridwan, pegiat media sosial.
×
Berita Terbaru Update