Nur Rahmawati, SH (Praktisi Pendidikan) |
Dilansir dari laman berita vivanews.com, Juru Bicara Khusus Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan "Berdasarkan datanya, hingga hari ini saja, penambahan jumlah positif baru COVID-19 mencapai 1.447 kasus, sehingga total kasus positif mencapai 62.142. Yang dinyatakan sembuh 28.219 dan meninggal 3.089." (4/7/2020).
Meningkatnya kasus Covid tak lantas menjadikan biaya penanganan dari pemerintah ikut naik. pemerintah menetapkan biaya penanganan sebesar Rp87,55 triliun, yang dinilai sesuai dengan pertimbangan.
Sebagaimana dikutip dari AA.Com, 4/7/2020, Pemerintah mengatakan "anggaran kesehatan untuk penanganan Covid-19 yang sebesar Rp87,55 triliun tidak akan bertambah hingga akhir tahun walaupun kasus positif Covid-19 saat ini semakin banyak dengan jumlah penambahan rata-rata per hari di atas 1000 kasus".
Sayangnya, pemerintah beranggapan bahwa meningkatnya kasus positif Covid-19, hanya karena tes yang semakin masif dan tidak patuhnya masyarakat pada protokol kesehatan yang telah ditetapkan. Hal ini dikutip dari vivanews.com, 4/7/2020, Juru Bicara Khusus Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan, "Gambaran-gambaran ini meyakinkan kita bahwa aktivitas yang dilaksanakan untuk mencapai produktivitas kembali di beberapa daerah masih berisiko. Ini karena ketidakdisiplinan dalam menerapkan protokol kesehatan," kata dia saat telekonferensi, Sabtu, 4 Juli 2020.
Tentu ini tidak adil, jika ini hanya kesalahan masyarakat, pasalnya pemerintah mengeluarkan kebijakan pelonggaran PSBB, tanpa diimbangi dengan pelayanan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat guna melaksanakan protokol kesehatan yang dimaksud. Ini mengindikasikan bahwa kasus Covid benar-benar membuat pemerintah kualahan dan bingung. Di sisi lain anjloknya perekonomian, minimnya anggaran, kurangnya alat kesehatan, dan terus diserang dengan melonjaknya kasus positif Covid.
Lantas apa yang menjadikan hal ini belum juga terselesaikan?
Negeri ini memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, terbentang dari sabang sampai merauke. Tentunya ini dapat mendanai kebutuhan negara dengan mudah. Sayangnya negeri ini memilih kapitalisme sebagai sistem kehidupan bernegara, sehingga tak heran jika landasan keputusan didasarkan pada kapital atau berpihak pada pemilik modal, yang akhirnya rakyat hanya dilimpahi kesengsaraan, sebagai contoh UU Penanaman modal yang keberpihakkannya pada asing, yang akhirnya sebagian pengelolaan SDA dikuasai oleh mereka, kemudian UU Minerba yang sarat dengan keuntungan dan kepentingan penguasa dan tak terkecuali pemilik modal.
Tak dapat dipungkiri, jika negara terus menggunakan sistem kapilatisme-sekularisme maka lama kelamaan negeri ini akan tergadai. Bagaimana tidak, pemerintah terkesan melakukan regulasi dengan asing, karena SDA yang rentan dimiliki asing ini diberikan ruang dalam bentuk UU. Inilah mengapa pemerintah sangat sulit memenuhi banyak kebutuhan rakyatnya, dari kebutuhan pokok, kesehatan, pendidikan dan kebutuhan lainnya yang merupakan kewajiban negara sebagai pengayom dan pelindung rakyatnya. Terlebih di masa pandemi sekarang ini.
Dikutip dari BBC.com, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bertekad untuk terus menurunkan angka kemiskinan. "Jadi kita tidak berhenti di situ, ingin menurunkan lebih lanjut. Masalah pemerataan juga lebih bagus," kata Sri Mulyani.
Namun Bhima Yudhistira ragu dengan hal itu. Menurutnya, angka kemiskinan justru bisa naik seiring naiknya harga energi dan kebutuhan pokok, yang terpengaruh pelemahan kurs. Pasalnya, masyarakat miskin sensitif terhadap kenaikan harga pangan.
"Garis kemiskinan Rp401.000 per bulan memang masih terlalu rendah, perlu dievaluasi lagi," kata peneliti di Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira. 18/7/2018.
Ini peringatan keras bagi pemerintah, bahwasanya kebutuhan pangan semakin meningkat terlebih di masa pandemi, mampukan diatasi? Yang ada pemerintah semakin bingung, ini terlihat dari pembatasan biaya penangan Covid-19, penerapan new normal diambil guna meningkatkan perekonomian yang terbukti gagal. Maka di sinilah seharusnya kita berfikir kembali dengan permasalahan yang ada ini, akarnya ada pada sistem negara yang sudah sakit dan sekarat, sehingga gagal total menangani kesulitan negeri.
Islam adalah ajaran sekaligus pedoman hidup yang menyeluruh dan sempurna. Segala urusan dan permasalahan dengan apik dan sistemik dapat terselesaikan. Islam tidak hanya mengatur urusan dunia semata, lebih jauhnya mengatur bagaimana akhirat kita. Begitupun permasalahan pandemi dapat dituntaskan. Dilansir dari Galamedianews.com, 10/3/2020, cara Islam selesaikan pandemi:
Pertama, edukasi prefentif dan promotif.
Islam adalah agama pencegahan. Telah banyak disebutkan bahwa Islam mewajibkan kaum muslim untuk ber-ammar ma’ruf nahiy munkar. Yakni menyeru kepada kebaikan dan mencegah kepada kemunkaran. Pembinaan pola baku sikap dan perilaku sehat baik fisik, mental maupun sosial, pada dasarnya merupakan bagian dari pembinaan Islam itu sendiri. Dalam hal ini keimanan yang kuat dan ketakwaan menjadi keniscayaan.
Kedua, sarana dan Prasarana Kesehatan.
Pelayanan dan kesehatan berkualitas hanya bisa direalisasikan jika didukung dengan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai serta sumber daya manusia yang profesional dan kompeten. Penyediaan semua itu menjadi tanggung jawab dan kewajiban negara. Karenanya negara wajib membangun berbagai rumah sakit, klinik, laboraturium medis, apotik, lembaga litbang kesehatan, sekolah kedokteran, apoteker, perawat, bidan serta sekolah kesehatan lainnya yang menghasilkan tenaga medis.
Ketiga, membangun Sanitasi Yang Baik.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa sanitasi yang buruk juga menyumbang terjadinya wabah penyakit menular. Pada masa eropa mengalami masa the dark age, warga eropa masih membuang hajat di sungai-sungai sehingga pernah dalam sejarah terjadi wabah kolera di sana. Sehingga dalam Islam diajarkan bagaimana pentingnya kebersihan. Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
"Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan, Maha Bersih dan mencintai kebersihan. Maha Mulia dan mencintai kemuliaan. Karena itu bersihkanlah rumah dan halaman kalian dan janganlah kalian menyerupai orang-orang Yahudi" (HR. At Tirmidzi dan Abu Ya’la).
Keempat, membangun Ide Karantina.
Dalam sejarah, wabah penyakit menular sudah terjadi pada masa Rasulullah SAW. Wabah tersebut adalah kusta yang menular dan mematikan dan belum ada obatnya. Untuk mengatasi wabah tersebut salah satu upaya Rasulullah adalah dengan menerapkan karantina atau isolasi terhadap penderita. Ketika itu Rasul memerintahkan untuk tidak dekat-dekat atau melihat para penderita kusta tersebut.
Kelima, Islam Menginspirasi Negara Menciptakan Vaksin.
Islam memasukan konsep Qadar sebagai salah satu yang harus diyakini. Allah telah tetapkan terkait gen, mekanisme mutasi, dampak fisiologi sebuah virus tertentu. Dari situ, kita tahu bagaimana mekanisme penyakit. Contohnya, identifikasi terhadap kuman Mycobacterium sebagai penyebab TBC yang menyerang paru, dan kita bisa pelajari antibiotik untuk mengobatinya dan juga mengenali mutasi kuman kuman Mycobacterium TB sehingga bisa menjadi resisten.
Tak dapat dipungkiri, begitu tuntas dan sistematisnya Islam menyelesaikan permasalahan pandemi yang membuat bingung negara saat ini, maka sudah sepantasnya mengambil Islam dalam menyelesaikan semua permasalahan hidup berbangsa dan bernegara. WalLahu a'lam bi ash-shawab.
Penulis: Nur Rahmawati, SH (Praktisi Pendidikan)