Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Pendidikan Terganjal Usia, Benarkah?

Senin, 13 Juli 2020 | 15:10 WIB Last Updated 2020-07-13T07:11:06Z
Devi Rizki (Ibu Rumah Tangga & Aktivis Dakwah)
Lorongka.com - Mendapatkan pendidikan yang layak sejatinya hak bagi setiap anak bangsa, baik tua ataupun muda, miskin ataupun kaya. Pendidikan ibarat gerbang penentu yang akan melahirkan tokoh-tokoh serta ilmuan hebat. Peradaban yang baik tentu diimbangi dengan pendidikan yang juga terdepan.

Namun sayang, tak selamanya suatu bangsa mampu mengemban amanah pendidikan bagi para generasinya. Cita-cita pendidikan semakin hari semakin sulit di kejar. Belum lagi berbagai syarat dan ketentuan yang diberlakukan.

Diketahui bahwa pendidikan di negeri ini tengah menjadi perbincangan hangat. Seperti yang sedang terjadi di Jakarta , penerimaan peserta didik baru (PPDB) zonasi tahun 2020 kini menuai banyak pertentangan. Khusunya datang dari para calon orang tua murid yang anaknya tidak dapat masuk sekolah favorit akibat usia.

Meskipun demikian, bagi orang tua, adanya jalur prestasi tetap mengkhawatirkan karena jalur tersebut minim. Dan akhirnya orang tua murid harus mencari sekolah swasta dengan biaya yang sungguh fantastis.

Diketahui dari jalur prestasi ada 30 persen yang sebelumnya hanya 15 persen saja, 50 persen jalur zonasi,15 persen afirmasi dan 5 persen untuk perpindahan, (Kompas.com 1/7/2020)

Komnas perlindungan anak banyak menerima laporan dari para calon orang tua murid yang kecewa anaknya tidak dapat masuk sekolah favorit. Padahal siswa tersebut memiliki nilai akademik yang tinggi.

Menurutnya, banyak laporan dan protes dari orang tua siswa terhadap mekanisme pembatasan usia pada sistem PPDB, sehingga menuntut agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan membatalkan proses PPDB DKI Jakarta dan mengulang kembali proses penerimaan murid.

Protes keras orangtua murid terjadi saat konferensi pers Dinas Pendidikan DKI Jakarta di Kantor Disdik DKI, Kuningan Jakarta Selatan, Jumat pagi (26/06/2020). Orangtua murid yang diketahui bernama Hotmar Sinaga ini marah karena anaknya yang berusia 14 tahun, gagal masuk ke SMA, karena terlalu muda, (KompasTV,27/juni/2020)

Pemendikbud Nomor 44 Tahun 2019 salah dilaksanakan dan diterjemahkan dalam juknis Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Kami menyebutkan gagal paham dari Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019," kata Ketua Komnas Anak, Arist Merdeka Sirait (di tvOne, Minggu, 28 Juni 2020)

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta meminta Gubernur DKI Anies Baswedan merevisi aturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020-2021 di Jakarta karena dinilai tidak sesuai dengan Permendikbud No. 44 tahun 2009. LBH meminta proses penerimaan siswa baru dijadwal ulang, (Detiknews,minggu 28/juni/2020)

Masih dilaman yang sama, penerapan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 di tempat yang lain seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Batam, Riau, itu tidak bermasalah, karena dia menerapkan Pasal 25 ayat 1 yang mengedepankan afirmasi zonasi, jarak dan paling akhir nanti usia untuk kuota berikutnya," ujar Arist.

Otonomi Daerah

PPDB zonasi yang semula diproiritaskan untuk murid domisili dan memberikan peluang bagi rakyat miskin. Nyatanya hal itu tidak sejalan dengan rencana awal,yang justru banyak murid tersingkir dan mendapatkan sekolah yang lebih jauh dari tempat tinggal. Alasan inipun diperkuat dengan murid yang usianya dianggap belum memasuki kriteria pada jenjangnya.

Sebuah kebijakan yang membingungkan, hal yang demikian bisa jadi akan menimbulakan persepsi yang keliru ditengah-tengah orang tua wali murid yang menggap bahwa anak-anak tidak perlu belajar sampai berprestasi yang penting usia tua bisa masuk sekolah negeri.

Dengan alasan pemerintah telah berupaya memberikan pendidikan yang baik, hingga penerapan sistem zonasi yang dianggap dapat menghalau stigma sekolah faforit di tengah-tengah masyarakat dan dapat memberikan peluang besar bagi rakyat miskin bisa sekolah dinegeri.

Terlepas dari alasan tersebut sejatinya pemenuhan pendidikan bagi rakyat merupakan tanggaung jawab penuh negara. Namun nyatanya hari ini negara berlepas tangan ini terbukti tatkala negara membiarkan pemenuhan dana-dana kepada masing-masing sekolah.

Permasalahan yang muncul yakni tidak terpenuhinya fasilitas dan layanan kepada masing-masing sekolah. Akibatnya banyak sekolah-sekolah swasta yang membiayayi pendanaanya sendiri. Inilah kebijakan yang lahir dari sistem kapitalisme sekuler. Setiap kebijakan yang akan diambil dinilai dari untung dan rugi. Negara lepas tangan dari peran mengurusi rakyatnya.

Pandangan Islam

Berbeda dengan negara dalam islam, negaralah yang menjamin semua kebutuhan bagi rakyatnya termsuk dalam pendidikan, tanpa pandang status mereka.

Termasuk sumber dana yang digunakan yaitu dari khas negara. Bukan bersumber dari hutang atau pajak. Dengan demikian keberhsilan pengelolaan dana ini tidak bisa lepas dari sistem ekonomi islam yang hanya dapat terwujud dalam penegakan sebuah institusi islam.

Negara dalam sistem islam juga memastikan setiap warga negara mendapatakan pendidikan secara mudah dan sesuai kemampuan. Serta ketersediaan fasilitas-fasilitas pendidikan yang mendukung. Ini semua diupayakan untuk mendukung proses belajar dan mengajar bagi para murid. Karena negara dalam islam memandang pendidiakan adalah wadah dari sebuah peradaban. Waallahu'alam bishowab

Penulis: Devi Rizki (Ibu Rumah Tangga & Aktivis Dakwah)
×
Berita Terbaru Update