Sri Wahyuni, S.S (Ibu Rumah Tangga Peduli Keluarga Perempuan dan Generasi, Aktivis Dakwah Klaten) |
Dilansir dari laman CNNindonesia.com, Fachrul menegaskan program penceramah bersertifikat ini diberlakukan untuk semua agama. Meski demikian penyelenggaraan program tersebut sengaja tidak digelar secara mengikat oleh Kemenag. Program tersebut bekerja sama dengan berbagai pihak. Kemenag menggandeng seluruh majelis keagamaan, ormas keagamaan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme(BNPT) hingga Badan Pembinaan Ideologi Pancasila(BPIP). Semua itu dimaksudkan untuk mencegah penyebaran paham radikal.(3/9/2020)
Pada kesempatan yang berbeda Wakil Ketua MUI, KH. Muhyiddin Junaidi menyampaikan bahwa MUI menolak tegas rencana Kemenag tersebut (Republika 7/9/2020). KH. Muhyiddin memandang bahwa sertifikasi ulama itu kontra produktif. Ia khawatir kebijakan tersebut berpeluang dimanfaatkan demi kepentingan penguasa guna meredam ulama yang tidak sejalan. Menimbulkan keterbelahan di tengah masyarakat. Bisa berujung konflik dan memicu stigmatisasi negatif kepada penceramah yang tidak bersertifikat.
Program inipun berpotensi membatasi gerak dakwah. Beberapa masjid dan kegiatan dakwah bisa saja diinteruksi agar menggunakan penceramah yang bersertifikat saja.
Padahal dakwah merupakan kewajiban setiap muslim. Sebagai bentuk tanggung jawab kepada saudaranya dan seluruh umat manusia. Dakwah adalah mengajak manusia ke jalan Allah SWT. Seruan amar makruf nahi mungkar bisa mengeluarkan manusia dari kegelapan jahilayah menuju cahaya Islam.
Allah SWT berfirman," Karena itu berdakwalah dan beristiqomahlah sebagaimana diperintahkan kepada kamu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka," (QTS, Asy Syura: 15).
Begitu pentingnya akan dakwah, Rasulullah SAW menyebut inti dari agama ini (Islam) adalah nasihat. "Inti agama(Islam) adalah nasihat.(HR. At Tirmidzi).
Oleh karena itu kewajiban dakwah tersebut berlaku umum atas setiap muslim tanpa memandang profesi, status sosial maupun tingkat keilmuan. Oleh karena itu pengemban dakwah tidak perlu sertifikat dari penguasa. Apalagi jika malah mengaburkan esensi dakwah Islam.
Setiap muslim yang melakukan aktivitas dakwah akan memiliki kedudukan yang mulia. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT, "Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shalih dan berkata, Sungguh aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (TQS Al Fushshilat: 33).
Mereka akan selalu mengadakan perbaikan atas keadaan mereka. Ketika umat berlaku lurus maka pada hakikatnya mereka telah mencegah adanya kerusakan. Sebaliknya tatkala berlaku lemah maka pada saat itu menjadi pangkal kerusakan.
Hal ini pernah dicontohkan oleh Abu Muslim Al Khaulani yang mengoreksi Khalifah Muawiyah Bin Abi Sofyan di depan publik tentang pembagian ghanimah yang dianggap salah. Pada saat itu kritik ini dibalas dengan kemarahan oleh Khalifah Muawiyah dan masuk rumah kemudian mandi lalu keluar menemui khalayak dan mengatakan Abu Muslim benar.
Karena begitu penting dan mulianya melakukan aktivitas dakwah dan amar makruf nahi mungkar, maka meninggalkan apalagi menghalanginya merupakan dosa besar. Allah SWT mengancam para penghalang dakwah dengan azab yang pedih. "Ingatlah ketika Allah (ditimpakan) atas orang-orang dzalim, yaitu orang-orang yang menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan menghendaki (supaya) jalan itu bengkok. Mereka itulah orang-orang yang tidak menyukai adanya hari Akhirat. Mereka itu tidak mampu menghalang-halangi Allah untuk (mengazab mereka) di bumi ini. Sekali-kali tidak ada bagi mereka penolong selain Allah SWT. Siksaan itu dilipatgandakan atas mereka," (TQS Hud: 18-20).
Ayat tersebut jelas merupakan ancaman Allah terhadap orang-orang yang menghadang manusia di jalan dakwah dan bersekutu dengan kemungkaran. Jadi upaya apapun untuk menghadang dan menghalangi jalan dakwah merupakan pengkhianatan terhadap Allah, RasulNYA dan umat islam. Allahu'alam bishawab
Penulis: Sri Wahyuni, S.S (Ibu Rumah Tangga Peduli Keluarga Perempuan dan Generasi, Aktivis Dakwah Klaten)