Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Sisi Gelap Dibalik Gemerlapnya K - Wave

Sabtu, 26 September 2020 | 13:54 WIB Last Updated 2020-09-26T05:54:18Z
Pristria Dini Aranti, Pengasuh Kajian Muslimah Sahabat Hijrah Klaten
LorongKa.com - Wapres Ma'ruf Amin berharap budaya K-Pop dapat menginspirasi munculnya kreativitas anak muda Indonesia. Pernyataan Ma'ruf Amin soal K-Pop dikritik politikus Partai Gerindra Ahmad Dhani.

"Jadi Pak Wapres kita memang tidak paham benar soal industri musik. Harusnya sebelum kasih statement, diskusi dulu sama saya sebagai orang yang sangat paham industri musik," kata Ahmad Dhani kepada wartawan, Minggu (20/9/2020). detikNews

Korsel merupakan salah satu dari sedikit negara yang menjadikan seni dan budaya sebagai komoditas ekspor.
Tidak berhenti disitu, seni budaya dalam kacamata Korsel juga dikembangkan menjadi sebuah soft power dalam berdiplomasi. Bahkan Korsel juga sudah membentuk beberapa badan pemerintah khusus untuk mengembangkan budaya korea, mulai dari Kocca, Kofice dan KTO.

Ketiga Lembaga pemerintah tersebut secara khusus dibentuk untuk mengembangkan dan menyebarkan budaya korea atau yang dikenal dengan Hallyu (Korean wave). Nah K-pop sendiri merupakan bagian dari Hallyu.

Saking seriusnya mendorong penyebaran Hallyu, pemerintah Korsel pada tahun 2017 mengalokasikan dana sekitar Rp80 triliun atau USD7,5 miliar untuk pengembangan dan penyebaran Hallyu. Dana tersebut mencapai 2 persen dari total anggaran nasional Korsel.

Meskipun belum ada data resmi terkait dampak Hallyu terhadap PDB Korsel, tetapi dikabarkan efek Hallyu mampu mencapai 3 persen hingga 5 persen.

Singkat kata, dapat disimpulkan nuansa sinergi antara pemerintah dan swasta dalam popularitas K-Wave sangat kental. Ibarat sepasang sepatu, pemerintah maupun swasta Korea saling beriringan dalam memajukan K-Wave untuk kemajuan ekonomi maupun diplomasi publik Korea Selatan.

Namun gemerlap K-Wave juga mempunyai sisi kelam yang Memprihatinkan, hal ini tentu bukan tanpa sebab. Tercatat rasio bunuh diri per 100.000 penduduk di Korea Selatan sebesar 26,9. Rasio bunuh diri tertinggi terjadi pada laki-laki sebesar 38,4, sedangkan rasio bunuh diri pada perempuan sebesar 15,4. (databoks.katadata.co.id)
Maka jika dilihat lebih dalam setidaknya ada beberapa faktor kenapa angka bunuh diri di Korea Selatan terus meningkat tiap tahunnya. Faktor pertama, kehidupan hedonis yang disuguhkan Korea Selatan menjadi magnet bagi penduduk di sana, khususnya bagi para pemudanya. Sehingga pada usia belia mereka sudah memulai debut mereka. Dengan beranung di bawah agensi-agensi ternama, mereka berlomba-lomba untuk meraih popularitas.

Kedua, kebahagiaan semu yang menjadi oerintasi. Bukan hal yang baru jika remaja di Korea Selatan saat menginjak usia 17 tahun menadapat hadiah untuk operasi plastik. Mempercantik atau mempertampan diri mereka dengan operasi plastik tersebut. Dan kemudian dilanjutkan dengan mengikuti ajang pencarian bakat dari agensi-agensi yang ada di sana.

Ketiga, maraknya kasus bullying. Hal ini juga menjadi sorotan petinggi Korea Selatan sebab menjadi faktor terbesar untuk bunuh diri. Fenomena bullying ini banyak dilakukan oleh para haters di jagat maya. Ketika mereka tidak menyukai penampilan salah satu idol maka mereka akan melontarkan komentar pedas untuk menjatuhkan idol tersebut.

Kerasnya dunia hiburan di panggung Korea Selatan memang membuat para pelakunya harus ekstra mengeluarkan upaya mereka untuk senantiasa eksis dan diterima oleh masyarakat. Tanpa mengundang haters tentunya. Mereka akan senantiasa tampil sempurna di hadapan publik. Seolah mereka senantiasa bahagia dengan apa yang mereka jalani. Padahal sejatinya namanya manusia pasti memiliki masalah dan beban yang sewaktu-waktu menghampirinya. Dan hal tersebut disamarkan sehingga membuat para pelakunya banyak yang depresi. Tekanan tersebut yang akhirnya membuat mereka nekat mengakhiri hidup dengan bunuh diri.

Nyatanya hingar binger panggung Korea Selatan bukan jaminan para idol tersebut benar-benar meraih kebahagiaan. yang ada justru mereka tidak diberi kebebasan untuk menjalani hidup. Mereka harus menjalani peran di mana peran tersebut bertolak belakang dengan yang sejatinya mereka inginkan. Parahnya mayoritas masyarakat Korea Selatan menomorsekiankan agama, padahal agama merupakan naluri yang harus dipenuhi keberadaaanya. Nyatanya, hal ini coba untuk dihilangkan.

Fenomena ini tentunya akan terus terjadi selama asas kehidupan yang diterapkan adalah memisahkan kehidupan dengan agama (baca: sekularisme) di bawah sistem kapitalisme. Sebab dari sistem ini akan melahirkan makna kebahagiaan yang hanya diukur dari mendapatkan sebanyak-banyaknya materi semata namun miskin nurani. Tanpa berpegang pada akidah yang benar akan terus melahirkan manusia-manusia tanpa agama. Jauh dari fitrah sebagai manusia. Inilah potret kelam Korea Selatan. Lantas, apa yang mau dibanggakan dari kehidupan hedonis kapitalis ini?

Karenanya, menjadi salah besar jika Korea Selatan dijadikan kiblat terutama oleh pemuda muslim. Hal ini harusnya semakin menyadarkan pemuda muslim untuk kembali lagi pada akidahnya. Sebab pemuda muslim akan mulia tatkala dia kokoh menggenggam akidahnya dan senantiasa terikat dengan aturan dari Penciptanya tanpa ada keraguan sedikitpun. Justru dengan ketaatan pada Allah semata akan membuat mereka mulia dan lebih berharga. Wallahu’alam.

Penulis: Pristria Dini Aranti, Pengasuh Kajian Muslimah Sahabat Hijrah Klaten.
×
Berita Terbaru Update