Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Ulas Dampak Negatif Anak Pakai Hijab, Sentimen Islamophobia

Selasa, 06 Oktober 2020 | 19:23 WIB Last Updated 2020-10-06T11:23:27Z
Sri Wahyuni, S.S (Ibu Rumah Tangga Peduli Keluarga Perempuan dan Generasi, Aktivis Dakwah Klaten)
LorongKa.com - Serangan Islamophobia terus di arahkan kepada kaum muslimin dari segala arah. Kali ini dilakukan oleh media asal Jerman Deutch Welle (DW) dengan membuat konten video yang mengulas tentang sisi negatif anak memakai jilbab sejak kecil.

Dilansir dari Jurnal Gaya, dalam video itu DW Indonesia mewawancarai perempuan yang mewajibkan putrinya mengenakan hijab sejak kecil. DW Indonesia juga mewawancarai psikolog Rahajeng Ika, ia menanyakan dampak psikologi bagi anak-anak yang sejak kecil diharuskan memakai jilbab

“Mereka menggunakan atau memakai sesuatu tapi belum paham betul konsekuensi dari pemakaiannya itu.” Kata Rahajeng Ika menjawab pertanyaan DW Indonesia (26/9/2020).

“Permasalahannya apabila di kemudian hari bergaul dengan teman-temannya kemudian agak punya yang mungkin berbeda, boleh jadi dia mengalami kebingungan. Apakah dengan dia pakaian begitu berarti dia punya batasan tertentu untuk bergaul,” tambahnya.

Selain itu untuk menguatkan videonya, wawancara juga dilakukan kepada feminis muslim Darol Mahmada tentang dampak sosial anak yang diharuskan memakai hijab sejak kecil. Menurut Darol, wajar saja seorang ibu atau guru mengharuskan anak memakai hijab sejak kecil.

“Tetapi kekhawatiran saya sebenarnya membawa pola pikir si anak itu menjadi eksklusif karena dari sejak kecil dia ditanamkan untuk misalnya “berbeda” dengan yang lain,” kata Darol Mahmada.

Postingan DW Indonesia tersebut menarik perhatian nitizen dan menuai hujatan karena dianggap membuat konten Islamophobia. Salah satunya disampaikan oleh anggota DPR yang juga Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon melalui akun twitternya @fadlizon.

“Liputan ini menunjukkan sentimen Islamophobia n agak memalukan untuk kelas @dwnews.”(25/9/2020).

Sentimen Islamphobia
Begitulah, kelompok pembenci syariat Islam tak pernah berhenti menebar opini buruk. Sentimen Islamophobia selalu mereka gulirkan atas nama kebebasan dan Hak Asasi Manusia. Mereka menanamkan pada umat bahwa berhijab sejak dini adalah bentuk pemaksaan yang berdampak buruk pada psikologi anak dan kehidupan sosialnya.

Mereka selalu berupaya membentuk opini di tengah-tengah kehidupan kaum muslimin bahwa penerapan syariat Islam kaffah akan berdampak buruk bagi masyarakat. Diharapkan kaum muslimin akan menjauhi ajaran agamanya.

Semua itu merupakan upaya makar para pengusung paham sekularisme. Paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Geliat hijrah yang dilakukan generasi kaum muslimin dianggap ancaman bagi eksistensi mereka.

Oleh karena itu Islamophobia yang menjangkiti umat bukanlah hal yang biasa. Harus ada upaya yang sungguh-sungguh dan sistematis untuk menghancurkan upaya makar tersebut.

Pembiasaan Bukan Pemaksaan
Setiap orang tua tentu menginginkan anak-anaknya menjadi anak yang shalih. Menjadi generasi yang faqih fiddin yang paham akan agamanya. Untuk itu orang tua wajib menanamkan nilai-nilai ajaran Islam dan mendampingi penerapannya dalam diri anak-anaknya.

Pembiasaan menerapkan hukum syariat yang disertai dengan penjelasan akan menumbuhkan keimanan yang kuat. Sehingga tertanam dalam benak anak bahwa dirinya adalah seorang muslim yang harus taat pada RabbNya.

Islam juga memerintahkan agar orang tua membiasakan anak-anak dengan melatih mereka sejak dini untuk taat syariat. Dalam hadits yang berkenaan dengan sholat Rasulullah bersabda:

“Suruhlah anak-anak kalian agar mendirikan sholat tatkala mereka telah berumur 7 tahun dan pukullah (jika tidak mau sholat) jika mereka telah menginjak usia sepuluh tahun.” (HR. Abu Dawud).

Berdasarkan hadits tersebut, Islam memerintahkan agar perintah sholat diajarkan sejak dini sebelum baligh. Ini merupakan tugas orang tua agar anak-anak terbiasa dengan hukum syariat. Sehingga mereka akan siap menjalankannya ketika sudah besar.

Tak terkecuali dengan kewajiban menutup aurat. Para orang tua harus memahamkan dan membiasakan anak-anak perempuannya bahwa memakai hijab adalah kewajiban, bukan pilihan.

Allah SWT berfirman, “Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin. Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”(QTS, Al Ahzab: 59).

Pembiasaan yang dilakukan orang tua kepada anak-anaknya untuk taat dan selalu terikat dengan perintah Allah bukanlah suatu pemaksaan seperti yang dituduhkan oleh pengusung ide kebebasan tersebut. Tetapi merupakan bentuk tanggung jawab yang pada hari penghisaban nanti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT.

Rasululullah SAW bersabda “ Setiap engkau adalah pemelihara, dan setiap engkau akan dimintai pertanggungjawaban atas pemeliharaannya. Seorang pemimpin adalah pemelihara, ia akan dimintai pertanggungjawaban mengenai apa yang menjadi tanggung jawab pemeliharaannya. Seorang laki-laki juga pemelihara dalam keluarganya, ia akan dimintai pertanggungjawaban mengenai apa yang menjadi tanggung jawab pemeliharaannya. Dan seorang perempuan adalah pemelihara dalam rumah suaminya, ia akan dimintai pertanggungjawaban mengenai apa yang menjadi tanggung jawab pemeliharaannya.”(HR. al Bukhari).

Islam mengajarkan pada umatnya untuk senantiasa taat pada seluruh aturan agamanya. Karena dengan ketaatannya tersebut setiap muslim tidak akan memaknai aturan tersebut sebagai sebuah pengekangan. Tetapi sebagai wujud kasih sayang Allah SWT kepada setiap hambaNya. Maka dengan menjalankan aturan tersebut manusia akan selamat di dunia maupun di akhirat.

Jadi jelas bahwa Islam juga menolak adanya ide kebebasan. Diperlukan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan negara untuk membentuk generasi khairu ummah. Melalui pendidikan keluarga dan masyarakat dalam hal ini sekolah dan peran serta negara dalam pembiasaan penerapan aturan Islam sebagai wujud keimanan dan ketaatan akan mudah dilaksanakan. Hal ini sekaligus akan melindungi generasi dari pemikiran rusak dan gaya hidup yang permisif seperti yang disebarkan oleh kaum liberal selama ini. Wallahu’alam bishshawab.

Penulis: Sri Wahyuni, S.S (Ibu Rumah Tangga Peduli Keluarga Perempuan dan Generasi, Aktivis Dakwah Klaten)
×
Berita Terbaru Update