Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Potret Buram Transportasi Indonesia

Rabu, 13 Januari 2021 | 20:41 WIB Last Updated 2021-01-13T12:42:58Z

Nelly, M.Pd. Akademisi dan Pemerhati Masalah Keumatan

LorongKa.com - 
Indonesia kembali berduka, mengawali tahun baru 2021 masyarakat Indonesia dikejutkan dengan berita duka musibah pada transportasi udara. Musibah pesawat jatuh Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ 182 menambah daftar kecelakaan pesawat di Indonesia. Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 dijadwalkan terbang dari Jakarta dan mendarat di Pontianak, Kalimantan Barat pada Sabtu (9/1) siang.  Pesawat dilaporkan membawa 62 orang yang terdiri dari 50 penumpang dan 12 kru (cnn.Indonesia). 


Kecelakaan pada transportasi di negeri inipun terus berulang. Maka perlu adanya evaluasi manajemen transportasi di negeri ini, agar tak berulang terjadi dan menjadikan traumatis bagi masyarakat. Sebab jika tidak ada perbaikan, tentu saja ancaman keselamatan penumpang terus ada, maka sudah seharusnya dijadikan prioritas semua pihak sejak awal. Jika tidak ada upaya untuk mengejar keselamatan para penumpang dan tidak diperhitungkan, maka pantas saja jika alat transportasi menjadi momok yang menakutkan bagi warga.


Miris, ya itulah yang terjadi pada sistem transportasi negeri ini. Kecelakaan pada tranportasi bukan kali ini saja terjadi, seperti yang dihimpun tim CNNIndonesia.com, pada 24 Juli 1992 pesawat Mandala Airlines penerbangan 660 menabrak Bukit Inahau saat akan mendarat di Bandar Udara Pattimura, Ambon. Seluruh penumpang dan awak pesawat yang berjumlah 70 orang tewas. 


Pada 26 September 1997, Pesawat Garuda Indonesia penerbangan 152 jurusan Jakarta-Medan jatuh di desa Buah Nabar, Sumatera Utara. Seluruh penumpang dan awak pesawat yang berjumlah 234 orang tewas.


Kecelakaan ini tercatat sebagai kecelakaan pesawat dengan jumlah korban jiwa terbanyak di Indonesia hingga saat ini.

Pada 30 November 2004, pesawaat Lion Air penerbangan 538 yang berangkat dari Jakarta tergelincir saat mendarat di Bandara Adi Sumarmo, Surakarta. Dalam kecelakaan tersebut 26 penumpang tewas dan 142 lainnya mengalami luka-luka. Pada 5 September 2005, pesawat Mandala Airlines penerbangan RI 091 gagal lepas landas dari Bandara Polonia, Medan. 


Pesawat yang dijadwalkan menuju Jakarta tersebut menerobos pagar bandara dan menabrak perumahan penduduk di Jl. Jamin Ginting, Medan. Sebanyak 100 penumpang pesawat tewas, hanya 17 yang selamat. Sementara korban dari masyarakat disebut 41 orang dinyatakan tewas.


Pada 1 Januari 2007, pesawat Adam Air penerbangan 574 jurusan Surabaya - Manado jatuh di Selat Makassar dan masuk ke kedalaman lebih dari 2.000 meter. Sebanyak 102 penumpang dan awak pesawat tak terselamatkan. 


Pada 28 Desember 2014, pesawat Air Asia dengan nomor penerbangan QZ8591 yang terbang dari Surabaya ke Singapura mengalami kecelakaan. Puing-puing pesawat dan tubuh manusia ditemukan dua hari berselang. Sebanyak 162 penumpang dan awak pesawat dinyatakan tewas. 


Pada 29 Oktober 2018, pesawat Lion Air JT 610 yang berangkat dari Jakarta menuju Pangkan Pinang jatuh di area perairan Karawang, Jawa Barat. Sebanyak 189 orang penumpang tewas.


Kemudian yang terakhir memasuki tahun baru 2021, kecelakaan pesawat kembali terjadi.  Kecelakaan transportasi inipun tak hanya terjadi pada transportasi udara, namun juga terjadi padad banyak transportasi lain, seperti darat, laut dan kereta api. 

Telaah Manajemen Transportasi

Rentetan peristiwa kecelakaan alat transportasi beberapa tahun terakhir ini sebenarnya telah banyak dipersepsikan akibat kurang sehatnya manajemen transportasi. 


Salah satunya menurut peneliti pada Central for Studies of Religion and Culture (CSRC), Yogyakarta yang mengatakan bahwa sederet kejanggalan transportasi di negeri ini mengindikasikan bahwa seperangkat aturan yang menjadi tameng dasar untuk keselamatan para penumpang tidak terlalu diperhatikan. 


Larangan, perintah, dan anjuran yang digulirkan KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) seakan hanya menjadi kertas formal yang tidak perlu diterapkan. Keuntungan kapital dari pihak pengelola transportasi lebih menjadi pertimbangan dasar ketimbang nyawa para penumpang. Sehingga tak heran jika pesawat boleh tetap terbang dalam kondisi cuaca buruk dan kapal penumpang boleh melebihi kapasitas yang seharusnya.


Pelayanan transportasi selama ini masih memakai paradigma pelayanan yang kurang sehat, kurang memperhatikan rambu-rambu keselamatan dari alat transportasi. Meski alat-alat transportasi sudah keropos alias tua, yang secara logika akan mengancam stabilitas perjalanan transportasi, tapi karena masih bisa dipakai, maka belum diubah.


Akar Masalah transportasi


Karut-marut transportasi umum di Indonesia dapat dilihat mulai dari kesalahan paradigma dasar berikut perangkat aturan yang muncul dari paradigma dasar tersebut. Transportasi  bukanlah sekedar tehnik namun kesalahan sistemik. Paradigma salah tersebut bersumber dari faham sekulerisme yang mengesampingkan aturan agama.


Sekulerisme yang melahirkan sistem kehidupan kapitalisme telah memandang dunia transportasi sebagai sebuah industri.

Cara pandang ini mengakibatkan kepemilikan fasilitas umum transportasi dikuasai oleh perusahaan atau swasta yang secara otomatis mempunyai fungsi bisnis, bukan fungsi pelayanan. Menurut  pandangan kapitalis, dalam pelaksanaan pelayanan publik negara hanya berfungsi sebagai legislator, sedangkan yang bertindak sebagai operator diserahkan kepada mekanisme pasar. 


Layanan transportasi dikelola swasta atau pemerintah dalam kaca mata komersil, akibatnya harga tiket transportasi publik mahal namun  tidak disertai layanan yang  memadai. Demi mengejar untung tidak jarang angkutan umum yang sudah tidak layak jalan tetap beroperasi.


Adapun efek penerapan sistem kapitalis ini, membuat negara dibikin bangkrut, karena semua sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak pengeloaannya diserahkan pada para kapitalis pemilik modal. Negara hanya mendapatkan sekedar bagi hasil atau pajak/royalti dari pengelolaan tersebut . Karena  keterbatasan dana, penyediaan infrastruktur kurang terurus. Sungguh ironis, rakyat  yang seharusnya mendapatkan pelayanan  malah dibebani dengan pajak.


Membangun Infastruktur Transportasi  Strategis


Teladan pengaturan negara dan sebaik-baiknya pemimpin terlihat pada sistem Islam, Umar bin al-Khaththab ra. tatkala beliau menjadi kepala negara. Berkaitan dengan transportasi beliau berujar “Seandainya, ada seekor keledai terperosok di Kota Bagdad karena jalan rusak, aku khawatir Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban diriku di akhirat nanti.” Mindset seperti inilah yang mendasari pemimpin negara dalam menjalankan kebijakan  transportasi.


Investasi infrastruktur strategis dalam perspektif Islam di urai dalam 3 prinsip. Pertama,  pembangunan infrastruktur adalah tanggungjawab negara, tidak bolehdiserahkan ke investor swasta.  Kedua,  perencanaan wilayah yang baik akan mengurangi kebutuhan transportasi.  Ketika Baghdad sebagai ibukota dibangun sebagai ibu kota kekhilafahahan, setiap bagian kota diproyeksikan hanya untuk jumlah penduduk tertentu. 


Di kota itu dibangunkan masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Tidak ketinggalan.   pemakaman umum dan tempat pengolahan sampah.  Warga tak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenuhi kebutuhan, menuntut ilmu atau bekerja, karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semua memiliki kualitas yang standar.


Ketiga, negara membangun infrastruktur publik dengan standar teknologi terakhir yang dimiliki.  Teknologi yang ada termasuk teknologi navigasi, telekomunikasi, fisik jalan hingga alat transportasinya itu sendiri.


Navigasi mutlak diperlukan agar perjalanan menjadi aman, tidak tersesat. Untuk itulah kaum muslimin belajar astronomi dan teknik membuat kompas sampai ke Cina, dan mengembangkan ilmu pemetaan dari astronomi yang teliti.  Hasilnya, perjalanan haji maupun dagang baik di darat maupun di lautan menjadi semakin aman.


Teknologi dan manajemen fisik jalan sangat diperhatikan,  sejak tahun 950, jalan-jalan di Cordoba sudah diperkeras, secara teratur dibersihkan dari kotoran, dan malamnya diterangi lampu minyak.  Baru duaratus tahun kemudian, yakni 1185, baru Paris yang memutuskan sebagai kota pertama Eropa yang meniru Cordoba. Abbas Ibnu Firnas (810-887 M) dari Spanyol melakukan serangkaian percobaan untuk terbang, seribu tahun lebih awal dari Wright bersaudara, sampai Sejarawan Phillip K. Hitti menulis dalam History of the Arabs, “Ibn Firnas was the first man in history to make a scientific attempt at flying.”


Hingga abad ke-19 Khilafah Utsmaniyah masih konsisten mengembangkan infrastruktur transportasi ini. Saat kereta api ditemukan di Jerman, segera ada keputusan Khalifah untuk membangun jalur kereta api dengan tujuan utama memperlancar perjalanan haji.  Tahun 1900 M Sultan Abdul Hamid II mencanangkan proyek “Hejaz Railway”. 


Jalur kereta ini terbentang dari Istanbul, Ibukota Khilafah, hingga Makkah, melewati Damaskus, Jerusalem dan Madinah. Dengan proyek ini, dari Istanbul ke Makkah yang semula 40 hari perjalanan tinggal menjadi 5 hari.


Dengan penerapan sistem ekonomi Islam akan memberikan jaminan pembangunan ekonomi yang berkah, adil dan sejahtera yang akan meminimalisir kesenjangan ekonomi dan menjauhkan kerusakan pada masyarakat. Khilafah, sebagai institusi penerap Islam akan menyediakan infrastruktur transportasi yang aman, memadai dengan teknologi terkini. Dengan begitu ribuan muslim tidak akan lagi menjadi korban dari kecelakaan transportasi akibat abainya pemerintah.


Demikianlah gambaran pengaturan transportasi dan infrastruktur dalam Islam. Begitu Indah dan sangat relevan jika diterapkan untuk saat ini. Kebaikan dan keberkahan Insya Allah akan didapatkan oleh seluruh umat manusia jika kembali pada aturan Islam tersebut dalam mengatur kehidupan bernegara. Tidakkah kita menginginkan kembali?? Wallahu alam bis showab


Penulis: Nelly, M.Pd. Akademisi dan Pemerhati Masalah Keumatan

×
Berita Terbaru Update