Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Manuver Kapitalisme di Bulan Suci Ramadhan

Kamis, 15 April 2021 | 17:19 WIB Last Updated 2021-04-15T09:21:26Z

 

Yayat, Kader Gerakan Rakyat Dan Mahasiswa Indonesia (Gerak Misi).


“Patologi Sosial Kini Tak Terlepas Dari Paradigma Kapitalistik”

(Yayat)


LorongKa.com - Sebagian masyarakat amat sangat tidak asing lagi untuk menyoal tentang sistem ekonomi yang berkedok kepentingan sosial secara kolektif seperti yang di utarakan oleh salah satu tokoh ekonom yang lahir pada 05 Juni 1723 yaitu Adam Smith. Dari beberapa tesis menjelaskan bahwa sosok Adam Smit adalah salah satu pelopor sistem ekonomi kapitalisme yang muncul pada paro abad 18 di eropa barat. Kehadiran sistem ekonomi ini memicu banyak pertentangan, salah satu di antaranya yang menentang sistem ekonomi tersebut yaitu Karl Heinrich Marx yang lahir pada 05 Mei 1818. Marx menganggap bahwa kehadiran sistem ekonomi kapitalisme adalah salah satu hal yang memperpanjang nafas suatu penindasan.


Bukan hanya itu, dalam pandangan subyektif saya ataupun kalangan marxian di penjuru dunia mengaggap bahwa sistem ekonomi kapitalisme amat sangat tidak relevan untuk di terapkan karena bernuansa pada eksploitasi, ekspansi, privatisasi hingga akumulasi. Mereka yang menggaung-gaungkan bahkan menjunjung tinggi sistem ekonomi kapitalisme, tidak lain hanya berbicara persoalan akumulasi kapital secara individual. Karena yang mesti kita pahami,  roh kapitalisme yaitu liberalisasi pasar dll. Artinya bahwa, tak ada yang berhak satupun untuk melakukan intervensi terhadap perputaran ekonomi dalam pasar ataupun sebagainya. 


Salah satu contoh yaitu semisal ada salah perusahaan yang memproduksi sepatu, dan ketika sepatu tersebut sudah siap untuk di pasarkan, maka, persoalan harga dan lain sebagainya biarkan saja pemilik produksi mengatur persoalan harga berapapun itu, negara tak semestinya untuk ikut campur dalam penetapan harga. Mungkin itu sedikit pengantar untuk membahas persoalan judul opini di atas dan semoga mampu mengaktifkan imajinasi berfikir kita untuk menelanjangi kapitalisme di balik bulan suci ramadhan.


Dalam diskusi-diskusi agamais khusunya islam, menyoal tentang bulan suci ramadhan adalah sebagai representatif dari bulan di turunkannya kitab suci al quran yang sebagai petunjuk umat manusia (Islam). Nah, namun coba kita telanjangi kehidupan sosial khususnya ummat islam di balik bulan suci ini dan bagaiman hegemonik kapitalisme di dalamnya. Anjuran bagi mereka yang menjalankan ibadah puasa, yang menahan nafsu makan, minum dll selama berjam-jam ternyata ada sedikit keganjalan di dalamnya. 


Semisal, orang yang menahan nafsu selama berjam-jam tersebut hingga pada waktunya berbuka puasa tiba, tingkah sibuk terpampang sexy. Ada yang sibuk untuk memasak, berbelanja dan menyajikan di meja romantik keluarga. Namun secara realitas sebagian mereka yang berbelanja cemilan, sirup dll di pasar ataupun di minimarket, terkadang membeli melebihi dari kebutuhan berbuka puasanya sehingga ada beberapa jenis makanan ataupun minuman yang terbuang sia-sia sedangkan di luaran sana masih banyak yang membutuhkan. Belum lagi, sebelum bulan suci ramadhan tiba, para pemilik usaha mereproduksi terus menerus kebutuhan manusia (ummat islam) sebanyak-banyaknya, mulai dari makanan hingga yang di gunakan di tubuh. Misalnya sajadah, Peci dan mukenah untuk kaum pria dan wanita islam. 


Parahnya, peci, mukenah dan sajadah di reproduksi terus menerus dengan berbagai varian warna hingga bentuk agar nilai jualnya tinggi atau mendapatkan banyak peminat. Nah, dengan banyaknya varian-varian tersebut sehingga sebagian orang menjadikan barang tersebut sebagai fashion untuk berkunjung di berbagai tempat atau bertemu dengan sang kekasih. Artinya, jika kita melihat lebih radikal, memang akumulasi kapital amat sangat banyak dan lancar berjalan karena reproduksi komoditi yang sangat massif. Namun, massifnya reproduksi tak terlepas dari lihainya kapitalis melakukan hegemonik kepada sosial islam kolektif. Salah satu sarana yang kerap kali di pergunakan untuk melakukan hegemoni ataupun agitasi yaitu media pertelevisian, online bahkan cetak. 


Memang amat sangat jelas di zaman sekarang, manuver kapitalisme terus bergerilya tak lain hanya untuk akumulasi kapital individu. Namun, sedikit saran yang mungkin mampu saya tuturkan, bahwa bobrok tidaknya kehidupan sosial ataupun zaman, tak terlepas dari kendali kita bersama. Nah, yang kerap menjadi persoalan adalah finansial. Makanya saya menganggap bahwa sebagian dari banyaknya patologi sosial adalah finansial karena terkadang persoalan finansial dijadikan hal yang primer dalam kehidupan sosial. Sedangkan yang memicu persoalan dan sebagai hal primer adalah kurangnya kesadaran sosial terhadap kehidupan berkelompok. Maksud daripada kehidupan berkelompok adalah pengelolaan sumber daya alam secara bersama tanpa ada tuan dan budak.


Penulis : Yayat, Kader Gerakan Rakyat Dan Mahasiswa Indonesia (Gerak Misi).

×
Berita Terbaru Update