Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Seperti Apa Aku Berpikir?

Kamis, 10 Juni 2021 | 10:32 WIB Last Updated 2021-06-10T05:42:34Z

Dok pribadi, Saleh

LorongKa.com - 
Kekuatan Manusia ada pada setiap jiwa yang terhubung pada ruh (internal). Begitupun dengan kekuatan masyarakat, ada pada setiap individu yang terhubung pada realitas yang ada (eksternal). Beberapa Pemahaman manusia menjelaskan bahwa makhluk yang benar-benar berpikir adalah makhluk yang lebih menghargai makhluk cinta-kasih dari pada dunia fisik beserta seluruh isinya. Sekarang, kita harus membawa pemahaman kita tentang berpikir itu sendiri. 


Kita melakukan ini karena pemahaman kita tentang berpikir sekarang ini mencerminkan fase berpikir yang sedang serba instan. Dengan memperhatikan pemahaman ini, kita dapat menghayati dan merenungkan bagaimna kita berpikir, serta apa yang kita pikirkan sekarang? Dengan bercermin pada pemahaman tentang berpikir, tidak menutup kemungkinan melahirkan pemahaman yang dapat memvalidasi kebenaran ataupun kesalahan terdalam kita. Kita dapat pula melihat arah dan arti berpikir dalam pengertian apa yang kita alami, apa yang kita hargai, dan bagaimana kita bertindak.


Pemahaman kita yang sekarang tentang berpikir merupakan hasil dari dari kenyataan bahwa kita telah memiliki pengetahuan dengan cara memberikan presepsi terhadap realitas fisik melalui panca indera kita. Jalur berpikir ini telah memungkinkan kita untuk melihat prinsip-prinsip dasar alam secara konkret. Melalui akal dan panca indera kita mengetahui bahwa setiap tindakan merupakan sebab yang berakibat, dan bahwa setiap akibat memiliki sebab (hukum kasualitas). 


Dengan berpikir kita mengalami kemampuan kita mengelola pengetahuan. Misalnya cangkul merupakan suatu alat, dan secara otomatis kita mengetahui bahwa pengaruh dari cara kita memilih dan menggunakannya. Arit yang di anggap pembunuh, dapat menyayat daging, adalah alat yang digunakan untuk memanen padi. Kata-kata bijak, sajak-sajak yang di anggap seni  dapat dijadikan sebagai alat pembebasan.


Tatkala lingkungan fisik dilihat hanya dari sudut pandang panca indera, kelangsungan hidup materil tampak menjadi kriteria berpikir yang mendasar, karena tidak ada pandangan lain yang dapat dikenali (abstrak/nonmateril). Presepsi dunia fisik terbatas pada modalitas panca indera semata, maka yang menjadi dasar dalam menjalani kehidupan adalah gaya hidup kompetitif, yang menimbulkan rasa takut, dan cemas akibat pandangan yang di dalam lingkungan itu semuanya tampak esensial.


Kebutuhan yang lahir pada pandangan materil saja, menghasilkan suatu jenis kompetisi yang mempengaruhi setiap aspek kehidupan. Kebutuhan ini mempengaruhi hubungan antar kekasih, antar kekuatan, antar saudara, antar ras, antar kelas dan antar jenis kelamin. Ketergantungan pada aspek material saja mengganggu kecenderungan alami untuk terciptanya keselarasan dalam hidup. Energi material lah yang menyebabkan peperangan, energi yang memisahkan Layla Dan Majnun, memisahkan keluarga Romeo dan Juliet. Energi yang menyebabkan permusuhan antara Habil dan Qabil. Sanak saudara bertikai atas alasan yang sama dengan bertikainya berbagai kelas-kelas dalam masyarakat yang ingin saling menguasai.


Kekuatan untuk mengendalikan lingkungan beserta isinya merupakan kekuatan yang dapat di raba, dicium, di rasa, di dengar atau di lihat. Kekuatan jenis ini adalah kekuatan eksternal. Kekuatan eksternal dapat di peroleh dan dapat pula menghilang, sebagaimana persediaan barang di toko-toko atau di pasar. Ia dapat dibeli atau dapat dicuri, dipindahkan atau diwarisi. 


Akibat dari cara pandang yang menganggap bahwa yang materiallah yang bersifat esensial, sehingga kekerasan dan kehancuran di mana-mana. Semua intuisi sosial, baik ekonomi maupun politik, hanya mencerminkan pemahaman material semata. Keluarga, seperti halnya kebudayaan, bisa bersifat patriarki mau pun matriarki. orang-orang memakai busana berlabel.kita belajar tentang kebudayaan itu untuk membentuk peradaban kehidupan.


Kepolisian sebagaimana halnya militer, dihasilkan oleh presepsi tentang kekuatan sebagai sesuatu yang bersifat eksternal. Emblem, sepatu lars, pangkat, seragam, senjata, dan baju zirah merupakan simbol-simbol rasa takut. Mereka yang mengenakannya adalah orang-orang yang ketakutan. Mereka takut menghadapi dunia tanpa pertahanan. Orang-orang yang memandang simbol-simbol itupun merasa takut. Kehidupan yang yang terlalu fanatik terhadap sesuatu yang materialistis akan mengalami ketakutan terhadap apa yang dipresentasikan oleh simbol-simbol.


Persepsi tentang kekuatan sebagai sesuatu yang bersifat eksternal/material telah membentuk ekonomi kita. Kemampuan untuk mengendalikan ekonomi, baik di dalam kelompok masyarakat maupun bangsa-bangsa, dan kemampuan untuk mengendalikan ekonomi tradisional dunia, hanya terkonsentrasi pada beberapa orang saja. Untuk melindungi para buruh kita membangun serikat kerja, untuk melindungi konsumen kita menciptakan birokrasi dalam pemerintahan. Untuk mempertahankan kekuasaan di tengah kemiskinan kita medalilkan kesejahteraan. Semua itu adalah hasil refleksi dari cara pandang kita memahami kekuatan sebagai milik sedikit orang, dan sebagian besar lainnya adalah korban. 


Uang adalah simbol kekuatan eksternal. Orang yang mempunyai jumlah uang banyak memiliki kemampuan terbesar untuk mengendalikan lingkungan beserta isinya. Sebaliknya, orang memilik jumlahi uang sedikit, kemampuannya untuk mengendalikan lingkungan pun kecil. Sementara uang yang diperoleh bisa saja hilang, dicuri, atau diwariskan. Pendidikan, status sosial, dan barang-barang yang dimiliki lainnya jika dipandang dari pengertian peningkatan keamanan merupakan simbol-simbol kekuatan yang bersifat eksternal. 


Segala sesuatu yang membuat kita takut kehilangan, seperti rumah, mobil, tubuh menarik, merupakan simbol kekuatan eksternal. Rasa takut yang dialami adalah akibat dari cara pandang yang terlalu fanatik, hal yang paling esensial (mendasar) tampak paling lemah dan rendah sedangkan yang berada di puncak tampak memiliki kekuatan paling besar dan oleh karenanya tampak menjadi paling berharga dan paling kuat. Dari presepsi ini, Jenderal lebih berharga dari pada sipil, pejabat lebih berharga dari pada petani. Semua presepsi  tentang nilai personal merupakan akibat dari representasi dari kekuatan sebagai sesuatu yang bersifat eksternal.Perebutan untuk memperoleh kekuatan eksternal merupakan inti dari semua kekerasan. 


Kekuatan manusia ada pada setiap jiwa yang terhubung pada ruh (internal). Begitupun dengan kekuatan masyarakat, ada pada setiap individu yang terhubung pada realitas yang ada (eksternal).


Penulis: Saleh.

×
Berita Terbaru Update