Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Pajak, Buat Rakyat Makin Sekarat?

Sabtu, 26 Maret 2022 | 23:31 WIB Last Updated 2022-03-26T15:31:06Z

Hamsia

LorongKa.com 
Dilansir dari Telisik id, Kepala Bapenda Konawe, Cici Ita Ristianty mengatakan, “Pajak merupakan salah satu penyumbang terbesar dalam penerimaan PAD di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara (Sultra), Target PAD kita tahun ini Rp 102 miliar, agar bisa tercapai kami mencari sektor pajak baru, yakni penarikan pajak sarang burung walet,”.


Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Kendari sendiri mulai sosialisasikan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2011 tentang perubahan keempat atas Perda Kota Kendari Nomor 2 Tahun 2011 tentang pajak daerah. Salah satu yang dimuat dalam dokumen Perda yakni pajak sarang burung walet.


Dengan kebijakan pajak ini, membuat pengusaha burung walet yang ada di kota Kendari mengeluhkan soal penerapan pembayaran pajak oleh pemerintah kota. Dengan ini, sudah sangat jelas bahwa pemerintah sangat antusias dalam memajak usaha-usaha yang diperkirakan menghasilkan keuntungan yang banyak, maka di situlah negara berhak menarik pajak, sebagai upaya pemasukan anggaran negara. 


Sungguh ironi, pemerintah selalu mengandalkan pajak untuk menstabilkan perekonomian yang ada di Indonesia khususnya di Konawe. Akibatnya, kesejahteraan rakyat yang selalu menjadi taruhannya. Padahal Indonesia terkenal dengan kalimat, Gemah ripah loh jenawi toto tentrem kertoraharjo, berkat kekayaan alam yang melimpah ruah. Seandainya semua itu dikelola dengan baik dan dialokasikan untuk rakyat tentu mampu mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. 


Bahkan kekayaan alam yang terpendam di bumi Indonesia juga sangat besar. Sebut saja minyak mentah (kelapa sawit), sebagai negara yang kaya akan minyak kelapa sawit, tetapi faktanya tidak seperti demikian. 


Inilah sebuah ironi, negeri yang katanya subur dan makmur, justru miskin. Semua ini terjadi karena bangsa ini telah salah urus. Sistem kapitalis yang diterapkan pemerintah Indonesia telah membawa negeri ini luluh lantak. Apalagi, dengan kondisi pandemi yang tidak pernah usai. 


Ditambah lagi, hingga kini kebijakan pemerintah tidak berubah. Semua kebijakan tetap kental dengan liberalisme. Satu contoh adalah Peraturan Presiden No. 111/2007 tentang perubahahan atas peraturan Presiden No. 77/2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang tertutup dan Bidang Usaha yang terbuka dengan persyaratan di Bidang Pemodalan.


Selain itu pemerintah selalu mengundang investor asing ke Indonesia dengan tujuan agar bisa Indonesia bisa maju. Alhasil, pemerintah terpaksa harus berutang. Parahnya lagi, penganut paham ekonomi neoliberalisme terus mendorong kebijakan tersebut. Mereka terus mendengungkan bahwa tanpa utang tidak mungkin ada pembangunan.


Sebagai negara yang mempunyai sumberdaya alam sangat besar, teryata bangsa ini kini hidup dari utang. Selain dari utang, bangsa Indonesia kini juga hidup dengan mengandalkan pasokan dari pajak. 


Menidas Rakyat


Peningkatan pendapatan dari pajak merupakan dampak dari kebijakan ekonomi kapitalis, yang menjadikan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara. Sejatinya, APBN dengan mengandalkan pajak membuat semua aktivitas akan terkena pajak, baik itu perusahaan besar atau pengusaha kecil-kecilan. 


Masih sangat jelas dalam benak kita dengan kebijakan pemerintah yang dimana mereka memberlakukan pajak  bagi empek-empek, nasi uduk, dll. Padahal pendapatan mereka tidak seberapa. Pemerintah dengan prinsip mereka dimana ada peluang kenapa tidak digunakan. Akibatnya, semua beban pajak akan ditanggung oleh rakyat.


Sulitnya biaya hidup di tengah pandemi saat ini tentu menyulitkan semua pihak. Ditambah lagi kebijakan pemerintah dengan memberlakukan biaya pajak pada pengusaha kecil. Karena sebagian besar pendpatan negara ditopang oleh pajak.


Sungguh mengherankan jika pemerintah selalu berharap terhadap pajak demi menambah pamasukan finansialnya sehingga mesti terus memikirkan cara untuk mendapatkan dana dari rakyatnya. Namun inilah, yang terjadi jika hidup dalam sistem kapitalis. Dalam ekonomi kapitalis, pajaklah yang menjadi sumber pemasukan utama negara. 


Di satu sisi pemerintah terus menggenjot penerimaan pajak, tetapi penerimaan penggunaan negara itu justru untuk menstimulus pengusaha besar. Di sisi lain, pemerintah justru memangkas anggaran subsidi untuk rakyat. Seharusnya, negara berkewajiban menjamin kesejahteraan rakyat, bukan membebani rakyat dengan pajak khususnya rakyat kecil yang semakin sulit kondisinya. 


Sistem saat ini yakni kapitalisme dengan sistem ekonomi kapitalis yang menjadikan pajak adalah wajib bagi rakyat memiliki penghasilan dalam usaha ditekuninya. Maka berlaku bagi semua orang akan dikenai pajak. 


Rasa ketidak adilan makin nyata, di satu sisi pemerintah terus menggenjot penerimaan pajak, dan penerimaan negara dari pajak sudah pasti semua beban akan ditimpahkan kepada rakyat. Pada akhirnya, rakyat makin tertindas belum lagi utang yang sangat besar justru makin menyeret bangsa Indonesia kedalam jurang kemiskinan.


Tidak bisa dipungkiri sesungguhnya pajak ini memberatkan karena pajak adalah sumber utama pendapatan bagi negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme. Sebagaimana yang diterapkan di negara ini.


Sayangnya, penerimaan pajak yang sangat besar tidak jelas arahnya. mestinya pemerintah bisa memanfaatkan penerimaan pajak yang sangat besar untuk menggerakkan ekonomi rakyat. Namun, yang terjadi justru penerimaan pajak yang sangat besar itu diberikan bagi pengusaha besar.


Islam Memandang


Dalam Islam pajak bukanlah hal yang utama, karena pajak dalam sistem ekonomi Islam, pemerintah tidak diperkenankan bahkan diharamkan memungut pajak secara rutin dan terstruktur, tetapi hanya sekedar salah satu pendapatan insidentil dan pada kondisi tertentu. Pajak hanya diwajibkan ketika Baitul Mal kosong atau tidak mencukupi, sementara ada pembiayaan wajib dilakukan dan akan menimbulkan bahaya bagi kaum muslim.


Inilah kebijakan pajak dalam negara Islam. Allah telah mewajibkan kepada negara dan umat untuk menghilangkan bahaya itu dari kaum muslim. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak boleh mencelakakan orang lain dan tidak boleh mencelakakan diri sendiri” (HR Ibn Majah dan Ahmad). 


Ada beberapa ketentuan tentang kebijakan dharibah (pajak) menurut syariah Islam, yang sekaligus membedakannya dengan pajak dalam sistem ekonomi kapitalis, yaitu pajak bersifat temporer dan tidak kontinu, pajak dipungut hanya pada orang kaya dan  pastinya seorang muslim dan pajak tidak berlaku bagi non-muslim, serta jumlah yang diperoleh tidak boleh  melebihi kebutuhan.


Dengan demikian, dalam sistem kapitalis pajak merupakan sumber utama pendapatan negara. sebaliknya, dalam Islam, ia hanya digunakan sebagai penyangga dalam kondisi darurat untuk memenuhi kepentingan masyarakat. Dengan begitu, dalam sistem ekonomi dalam Islam, pemerintah tidak perlu membebani rakyat dengan pajak. Wallahu a’lam bi ash-shawab. 


Penulis: Hamsia (Relawan Opini Konsel).

×
Berita Terbaru Update