Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Menakar Kebijakan Pakaian Adat Untuk Siswa di Bekasi

Rabu, 16 November 2022 | 08:46 WIB Last Updated 2022-11-16T00:46:21Z
Hanum Hanindita


LorongKa.com - Kenterian pendidikan, kebudayaan, riset,dan teknologi (kemendikbudristek) mengeluarkan aturan baru mengenai seragam sekolah jenjang SD-SMA yaitu kini siswa tidak hanya memakai seragam nasional dan pramuka. Aturan terbaru permendikbudristek 55/2022 menyebutkan bahwa peserta didik dapat mengenakan pakaian adat pada hari atau acara adat tertentu. 

Di Bekasi sendiri, meskipun cepat dalam merespon aturan ini, namun aturan seragam pakaian adat belum diberlakukan di seluruh satuan jenjang pendidikan wilayah Bekasi. Dengan demikian, siswa di masing-masing sekolah saat ini masih mengenakan seragam seperti sebelumnya. Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah III Asep Sudarsono mengungkapkan, terkait aturan baru mengenai seragam sekolah pihaknya masih menunggu arahan dari pihak Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Kendati demikian, penggunaan pakaian adat sebagai seragam sudah diterapkan oleh para guru. (radarbekasi.id)


Dalam Permendikbudristek Nomor 50 tahun 2022 dijelaskan bahwa aturan pemakaian seragam pakaian adat ini bertujuan untuk menanamkan dan  menumbuhkan nasionalisme, meningkatkan citra satuan pendidikan, menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan di kalangan peserta didik, serta meningkatkan kesetaraan antar siswa tanpa memandang latar belakang sosial ekonomi orang tua serta meningkatkan disiplin dan tanggung jawab siswa. 


Bagaimanakah Kita memandang kebijakan aturan pakaian adat ini ? Apakah penting untuk menerapkan kebijakan ini di semua satuan jenjang pendidikan ? Mari Kita telaah beberapa point sebagai berikut :


Pertama, respon yang ditunjukkan orangtua pasca mengetahui kebijakan tersebut menuai pro kontra. Kubu yang pro setuju dengan alasan melestarikan budaya daerah masing-masing yang akan mengangkat ikon budaya daerah. Sementara kubu kontra menyuarakan adanya peraturan ini justru menambah beban ekonomi bagi orang tua, apalagi di tengah kondisi perekonomian yang sulit seperti sekarang. Terutama untuk orang tua yang memiliki anak lebih dari satu, sudah pasti pengadaan pakaian adat akan menambah beban tersendiri.


Merespon keluhan ini permendikbudristek 55/2022 menyebutkan,”pemerintah pusat,pemda sesuai kewenangan, sekolah dan pihak masyarakat dapat membantu pengadaan pakaian seragam sekolah dan pakaian adat bagi siswa dengan siswa yang kurang mampu secara ekonomi sebagai prioritas.” Hanya saja, bantuan pengadaan seragam sekolah dan pakaian adat itu juga perlu dipikirkan realisasinya, tidak hanya sekedar wacana.


Kedua, aturan pakaian adat sebagai seragam sekolah sebenarnya justru akan memicu kesenjangan antarsiswa. Bagi siswa yang tingkat ekonominya lebih mampu dan mapan, tentu hal ini tidak masalah, karena bisa dengan mudah membelinya. Akan tetapi, lain hal dengan siswa yang ekonominya menengah ke bawah. Mereka tentu akan kesulitan memenuhi ketentuan tersebut. Sekalipun akan diberikan bantuan pengadaan bagi siswa yang tidak mampu tetapi tetap saja belum bisa dipastikan bagaimana realisasi ke depannya.


Ketiga, aturan ini muncul ketika sistem pendidikan saat ini masih mengalami banyak permasalahan yang harus segara diatasi, sehingga muncul kesan dipaksakan. Banyak problem pendidikan yang lebih mendesak dan penting ketimbang pengadaan dan pemakaian pakaian adat sebagai seragam sekolah, yaitu urgensi untuk semakin memperbaiki pelayanan dan pemenuhan hak pendidikan bagi setiap peserta didik. 


Di wilayah Bekasi sendiri, masalah pendidikan menjadi pekerjaan rumah yang belum juga usai bagi pemerintah. Mulai dari sistem pembelajaran, sarana dan prasarana sekolah yang masih belum layak atau memadai, biaya sekolah yang mahal, tawuran antar pelajar, gengster pelajar, pergaulan bebas di kalangan pelajar, miras narkoba di kalangan siswa dan masih banyak lagi masalah pendidikan yang sejatinya butuh penanganan segera. Jangan lupakan juga ada persoalan kesejahteraan guru yang masih timpang.


Secara umum, Pemerintah, khususnya Mendikbudristek harus diingatkan kembali terkait problem pendidikan yang tidak kunjung tuntas dan membutuhkan solusi tepat, dibandingkan pakaian adat, beragam masalah pendidikan yang sudah ada sebelumnya justru lebih urgen dan genting untuk dituntaskan.


Keempat,  aturan ini akan semakin menjauhkan generasi Kita dari syariat Islam. Aturan ini akan memunculkan rasa nasionalisme yang justru membuat mereka menjadi terkotak-kotak dan jauh dari persatuan umat. Apalagi jika nantinya masing-masing Pemda menentukan model pakaian daerah sesuai daerah masing-masing. Bukankah hal itu dapat berpotensi memicu fanatisme kedaerahan? Tujuan pakaian adat yang semula dalam rangka mempersatukan justru memicu perbedaan dan persaingan antar daerah karena menonjolkan adat atau budaya masing-masing.


Dari keempat point tersebut, Kita bisa menakar bahwa aturan pakaian adat bukanlah aturan yang penting dan mendesak untuk diterapkan, sebab pelaksanaannya masih menimbulkan pro kontra, terlebih lagi aturan ini tidak memberikan efek perbaikan kualitas generasi yang dihasilkan dari sistem pendidikan saat ini.


Bagaimana Islam Memandang Hal ini ?

Di dalam Islam tujuan pendidikan begitu agung, yaitu membentuk generasi berkarakter mulia dan berkepribadian yang baik.  Dalam pandangan Islam, kepribadian itu dibentuk dari pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan syariat Islam. Artinya, setiap muslim, entah ia berstatus pelajar, guru, atau karyawan, sudah seharusnya terikat dengan hukum Islam.


Di dalam Islam, pendidikan juga berperan dalam menentukan corak masa depan sebuah peradaban. Maka dari itu, menangani masalah pendidikan haruslah dimulai dari permasalahan mendasar pendidikan, yaitu menata ulang paradigma serta visi misi pendidikan sebagai pencetak generasi unggul dan beradab. Pendidikan dalam Islam berfokus untuk mencetak output generasi yang berkepribadian islam, berkarakter pemimpin, faqih fiddin dan menguasai Saintek.


Inilah bedanya sistem pendidikan dalam Islam dan Sekuler. Sistem pendidikan sekuler hari ini benar-benar telah gagal membangun visi misi tersebut. Wajar saja, sebab sistem sekuler menghilangkan peran agama dalam membangun fondasi sistem pendidikan. Oleh sebab itu, pendidikan saat ini harus diformulasikan ulang dengan Islam agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Di sisi lain, keberagaman dan persatuan bukan ditunjukkan secara simbolis dengan menampilkan pakaian adat dalam lingkungan sekolah. 


Persatuan dan kesatuan sejatinya ialah bahwa masyarakat bernaung dalam ikatan sahih yang mampu menyatukan keberagaman. Islam sudah memberi keteladanan tersebut. Rasulullah saw. membangun masyarakat majemuk dalam ikatan akidah dan syariat Islam. Penyatuan keberagaman ini karena Islam adalah rahmat bagi semesta, bukan hanya untuk umat Islam saja. Inilah yang disebut sebagai persatuan yang hakiki.


Dengan demikian, sudah selayaknya Kita hanya menjadikan aqidah dan syariat sebagai fondasi dalam sistem pendidikan sehingga menghasilkan generasi unggul yang kelak akan membangun peradaban gemilang. Sudah saatnya juga Pemerintah serius memfokuskan peran dalam menyelesaikan segala problem pendidikan yang urgen dan mendesak, daripada sekedar membuat aturan yang tidak ada kaitannya dengan perbaikan kualitas generasi, seperti aturan pakaian adat ini.


Penulis: Hanum Hanindita, S.Si.

×
Berita Terbaru Update