Yuliati Eka Prapti
LorongKa.com - Istilah premanisme mencuat akhir-akhir ini. Terutama setelah munculnya banyak laporan soal para pelaku usaha yang diganggu preman berkedok organisasi masyarakat atau ormas saat menjalankan bisnis. Dari pedagang kecil di pasar hingga investor asing. Di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta Timur, seorang Pedagang Kaki Lima (PKL) mengungkapkan bahwa sejak lama ia dan ratusan PKL harus setor kepada preman berkedok Ormas sebesar Rp 1 juta setiap bulan disamping pungutan harian sebesar Rp 20.000. Ia memperkirakan jumlah uang yang dikumpulkan dari para pedagang bisa mencapai Rp 225 juta perbulan, dengan asumsi sekitar 150 pedagang aktif membayar. Dan ini telah terjadi puluhan tahun.
Tak kalah meresahkan apa yang dilakukan para preman ini terhadap para pelaku bisnis. Aksi premanisme telah menghambat investasi, hal itu diungkapkan oleh Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI) Sanny Iskandar. Ia menyatakan rugi hingga ratusan triliun akibat investasi yang batal dan keluar dari kawasan industri. Disebabkan banyaknya ormas yang memaksa diikutsertakan dalam proses pembangunan ataupun aktivitas pabrik. Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaya Kamdani, jaminan keamanan berusaha menjadi salah satu faktor penentu keberlangsungan investasi. Disamping faktor insentif, kemudahan perizinan, perlindungan hukum serta stabilitas sosial di tingkat lokal.
Istilah preman pertama kali dikenal di kawasan onderneming yakni perkebunan di era kolonial Belanda di sekitar Kota Medan, Sumatera Utara. Kata preman berasal dari bahasa Belanda vrijman. Yang oleh lidah orang Indonesia menjadi preman. Mereka adalah orang-orang yang dimanfaatkan oleh pekerja kebun dalam melawan kesewanang-wenangan pengusaha melalui centeng-centeng yang bertindak dengan kekerasan. Kini seiring perkembangan jaman pengertian preman mengalami pergeseran makna ke arah yang negatif.
Sangat berbeda dengan makna preman pada jaman Belanda. Saat ini mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan yang tetap untuk bertahan hidup, sehingga berbuat apa saja yang dapat menghasilkan uang. Mereka meminta paksa uang pada siapa saja yang dilihatnya lemah dan penakut, mereka akan melakukakan tekanan-tekanan fisik dan psikis terhadap korbannya. Dalam berbagai periode sejarah, kelompok preman ini juga dimanfaatkan sebagai perpanjangan tangan kekuasaan untuk mempertahankan kekuasaannya atau untuk mengamankan kepentingannya.
Premanisme akan terus ada meski meresahkan. Hal ini dikarenakan sistem kehidupan yang sekuler kapitalistik saat ini menghasilkan banyak pengangguran disebabkan sempitnya lapangan pekerjaan dan rendahkan pendidikan dan ketrampilan seseorang sebagai bekal mencari kerja. Arus globalisasi ekonomi menjadikan Indonesia kebanjiran barang import yang kemudian mematikan pelaku usaha dalam negeri. Banyak pabrik-pabrik padat karya tutup yang berimbas pada PHK massal karyawannya. Pelaku UMKM harus berjuang mati-matian bersaing dengan produk luar yang membanjiri pasar dengan harga murah. Usaha kuliner harus bisa bertahan hidup ditengah harga sembako yang melangit. Belum lagi biaya hidup, biaya sekolah, biaya kesehatan yang mahal, membuat sebagian masyarakat menyerah dan pendek akal. Mereka akan melakukan apa saja untuk dapat bertahan hidup. Tidak peduli bagaimana cara mendapatkan harta, apakah dengan mengambil hak orang lain dengan paksaan atau kekerasan, tanpa harus bekerja keras. Ditambah lagi kehidupan yang sekuler liberal, dimana kesenangan dunia menjadi tujuan hidup, maka mendapatkannya dengan jalan pintas menjadi pilihan. Akibatnya premanisme dan kriminalisme tumbuh subur.
Untuk memberantas aksi premanisme, sebagai tindak lanjut perintah Presiden, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kemudian menerbitkan Surat Telegram dengan nomor STR/1081/IV/OPS.1.3./2025 yang ditujukan kepada jajaran Polda dan Polres. Surat itu berisi instruksi operasi pemberantasan premanisme dengan langkah intelijen, preemtif, dan preventif yang digelar mulai Mei ini. Kapolri berkomitmen menindak tegas premanisme yang mengganggu masyarakat dan pengusaha. Pihaknya mengimbau agar pengusaha dan masyarakat tidak ragu melaporkan segala bentuk pemerasan, intimidasi, atau gangguan terhadap investasi yang dilakukan oleh anggota ormas tertentu. Sebagai tindak lanjut dari instruksi Kapolri ini, jajaran Polda bersama Pemda membentuk Satgas Operasi Penanganan Premanisme dan Ormas.
Akankah operasi ini akan berhasil? Dengan kinerja aparat kepolisian dan peradilan yang carut marut saat ini, tentu masyarakat dan pengusaha tidak sepenuhnya menaruh harapan. Karena mereka pun tak ubahnya seperti preman. Sering meminta uang pelicin agar persoalannya dapat diselesaikan dan mendapatkan perlindungan. Kasus-kasus korupsi oleh aparat polisi dan peradilan sudah sangat sering kita saksikan. Permainan di ruang penyidik dan ruang sidang sudah sangat terang. Dalam sistem Demokrasi Kapitalis, pembuatan Undang-undang dan hukum bisa dipermainkan dan diperjualbelikan. Karena semua hanya otak atik akal manusia yang lemah dan terbatas. Yang tidak mampu mengatur dan menyelesaikan persoalan manusia.
Akibatnya proses peradilan tidak mampu memutuskan dengan adil. Yang menang adalah yang mampu membayar lebih besar. Peradilan pun tebang pilih. Penjahat kaya semakin semena-mena dan rakyat kecil yang benar semakin teraniaya. Akibatnya rakyat dan pengusaha kecil menengah semakin terancam dan jauh dari rasa aman.
Berbeda dengan sistem Islam yang diturunkan oleh Allah Sang Pencipta. Islam memiliki aturan hidup yang komprehensif dalam mengatur kehidupan, temasuk premanisme. Islam memiliki aturan yang bersifat preventif maupun kuratif, sehingga meminimalisir celah timbulnya premanisme. Pertama, Islam membangun ketakwaan individu dan msyarakat melalui sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Tujuannya adalah membentuk kepribadian Islam yang memiliki pola pikir dan pola sikap yang Islami. Setiap keluarga harus menanamkan akidah Islam kepada anak-anaknya sejak dini. Dan mampu menyelesaikan persoalan hidupnya dengan bersandar pada aturan Allah. Selalu optimis pada Rahmat Allah dan tidak mudah berputus asa, apalagi harus mengambil jalan pintas yang dimurkai Allah.
Kedua, masyarakat didorong untuk saling menasehati dalam kebaikan dan mencegah kemungkaran di tengah masyarakat. Suasana masyarakat yang saling mengingatkan, menjaga, dan tolong-menolong akan mampu menumbuhkan kebersama dan menepis sifat individualis. Hal ini akan menjadi kontrol sosial bagi individu agar tetap dalam ketaatan.
Ketiga, ditegakkannya sanksi bagi pelaku kejahatan termasuk premanisme. Bentuk-bentuk kekerasan, pemaksaan yang dapat menimbulkan kerusakan dan kerugiaan orang lain akan mendapatkan sanksi. Kadi atau Hakim tidak boleh memutuskan suatu perkara kecuali dengan Syari’at Islam. Kadi tidak bisa disuap untuk memutuskan perkara. Begitu pula aparat keamanan, mereka harus menjamin dan menjaga keamanan bagi masyarakat secara keseluruhan, tanpa imbalan apapun. Apabila mereka meminta kompensasi atas penjagaannya maka itu termasuk suap. Suap (risywah) adalah haram, dan hartanya menjadi harta haram.
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abdullah bin Amru ia berkata, Rasulullah SAW bersabda,” Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap”.
Sehingga pelakunya harus mendapatkan hukuman, dan hartanya harus dikembalikan kepada pemiliknya atau disita dan disimpan di baitul Mal.
Sanksi bagi pelaku premanisme ditetapkan berdasarkan jenis kejahatannya. Jika pelaku melakukan penganiayaan, dikenai sanksi jinayah. Jika melakukan pembunuhan, akan dikenakan sanksi kisas. Jika kejahatannya terkategori takzir, sanksinya ditetapkan berdasarkan ijtihad Khalifah atau kadi.
Demikianlah, sistem Islam yang komprehensif mampu menyelesaikan bahkan mengeliminir perilaku premanisme. Sistem ekonominya yang adil dan menyejahterakan akan mampu menghapus kemiskinan dan kesenjangan sosial masyarakat. Serta sistem peradilannya yang tegak diatas hukum Allah akan mampu mencegah perilaku Premanisme.
Penulis: Yuliati Eka Prapti