Nayla aulia safira
LorongKa.com - "Memang itu sangat kecil, tetapi sekecil apapun kecurangan, kami tidak akan mentolerir," kata Prof Eduart Wolok, pada konferensi pers tanggapan panitia SNPMB terkait dugaan kecurangan yang terjadi pada UTBK tahun 2025, melalui live Youtube SNPMB BPPP, (kompas.com, Jumat 25/4/2025). Pernyataan Prof. Eduart Wolok menunjukkan bahwa panitia SNPMB sangat tegas dalam menanggapi kecurangan UTBK 2025 dengan sikap nol toleransi, meskipun jumlah kecurangan yang terdeteksi sangat kecil, hal ini mencerminkan komitmen panitia untuk menjaga integritas dan keadilan pelaksanaan ujian serta memastikan bahwa setiap pelanggaran, sekecil apapun, akan ditindaklanjuti secara serius demi menjaga kepercayaan publik terhadap proses seleksi masuk perguruan tinggi negeri.
"Panitia SNPMB menjamin bahwa paket soal UTBK sudah disiapkan sejumlah sesi yang diselenggarakan sehingga tidak ada soal yang sama," kata panitia dalam keterangan resminya, (beritasatu.com, Jumat 25/4/2025).
Terkait isu dugaan bocornya soal UTBK yang beredar di berbagai platform media sosial, panitia SNPMB menegaskan bahwa informasi tersebut bukanlah bocoran resmi, melainkan hasil kecurangan oknum peserta yang merekam soal pada sesi pertama ujian. Panitia menjelaskan bahwa paket soal UTBK disiapkan dalam beberapa sesi berbeda dengan soal yang tidak sama, sehingga tidak mungkin ada soal yang identik antar sesi meskipun ujian berlangsung pada hari yang sama.
Selain itu, panitia juga mengungkapkan adanya modus kecurangan baru berupa penggunaan kamera tersembunyi yang dipasang di behel gigi, kuku, ikat pinggang, dan kancing baju yang tidak terdeteksi oleh metal detector. Menyikapi situasi ini, panitia berkomitmen untuk bekerja sama dengan berbagai pihak dalam melakukan investigasi yang lebih mendalam demi menjaga integritas ujian.
Pernyataan tegas dari Prof. Eduart Wolok dan langkah-langkah yang diambil panitia SNPMB dalam menangani situasi UTBK 2025 menunjukkan keseriusan upaya menjaga integritas ujian. Namun, permasalahan ketidakjujuran dalam sektor pendidikan tidak hanya terjadi pada ujian masuk perguruan tinggi saja.
Hal ini sejalan dengan temuan survei yang dirilis oleh KPK, yang mengungkap bahwa praktik menyontek dan ketidakjujuran akademik masih marak terjadi di berbagai jenjang pendidikan, mulai dari sekolah hingga perguruan tinggi. Kondisi ini menegaskan bahwa tantangan membangun budaya akademik yang jujur dan berintegritas masih sangat besar di Indonesia.
Dilansir dari detik.com, "Dalam kejujuran akademik, kasus menyontek masih ditemukan pada 78% sekolah dan 98% kampus. Dengan kata lain menyontek masih terjadi pada mayoritas sekolah maupun kampus," ujarnya, dikutip dari YouTube KPK pada Jumat (25/4/2025). Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa ketidakjujuran akademik masih menjadi masalah serius di sebagian besar institusi pendidikan, baik di tingkat sekolah maupun perguruan tinggi. Selain itu, survei juga mencatat tingginya plagiarisme, ketidakdisiplinan siswa dan dosen, serta rendahnya integritas pendidik, yang secara keseluruhan mencerminkan tantangan besar dalam membangun budaya akademik yang jujur dan berintegritas di Indonesia.
Fenomena kecurangan yang terjadi dalam UTBK dan tingginya angka ketidakjujuran akademik di berbagai jenjang pendidikan sejatinya merupakan cerminan dari krisis nilai yang melanda sistem pendidikan modern saat ini. Sistem pendidikan kapitalisme yang menitikberatkan pada persaingan dan keuntungan materi telah mengabaikan aspek pembentukan karakter dan spiritualitas, sehingga integritas dan kejujuran generasi muda menjadi terkikis. Oleh karena itu, diperlukan sebuah pendekatan pendidikan yang tidak hanya mengedepankan aspek intelektual semata, tetapi juga menanamkan nilai-nilai moral dan spiritual yang kokoh sebagai fondasi utama dalam membangun generasi yang berintegritas.
Dalam pandangan Islam, solusi terbaik untuk mengatasi masalah dan ketidakjujuran dalam sektor pendidikan adalah dengan menanamkan nilai-nilai akhlak mulia dan keimanan yang kuat sejak dini, sesuai dengan prinsip syariat Islam. Sistem pendidikan Islam menekankan pentingnya kejujuran, amanah, dan tanggung jawab sebagai bagian dari pembentukan karakter (tarbiyah ruhiyah) yang integral dengan aspek intelektual.
Pendidikan tidak seharusnya hanya berfokus pada aspek kognitif, tetapi juga membentuk akhlak yang sesuai dengan ajaran Al-Qur'an dan Sunnah, seperti larangan berbohong dan menipu yang jelas ditegaskan dalam banyak ayat Al-Quran dan Hadits. Selain itu, hukuman yang adil dan tegas sesuai syariat bagi pelakunya dapat diterapkan sebagai bentuk efek jera, misalnya dengan memberikan sanksi moral dan sosial yang mendidik agar tidak mengulangi perbuatan tersebut.
Pendekatan ini juga perlu didukung dengan lingkungan pendidikan yang kondusif, pengawasan yang ketat, dan keteladanan dari para pendidik yang berintegritas tinggi. Dengan demikian, pendidikan Islam tidak hanya menghasilkan generasi yang cerdas secara intelektual, tetapi juga berakhlak mulia dan memiliki kesadaran spiritual yang kuat.
Pendidikan Islam yang dijalankan sesuai dengan syariat Islam secara kaffah berdasarkan syariat Allah SWT menawarkan solusi yang paling komprehensif dan menyeluruh. Pendidikan Islam tidak hanya menuntut kecerdasan intelektual, tetapi juga menanamkan keimanan, kejujuran, amanah, dan tanggung jawab sebagai pilar utama pembentukan karakter.
Dengan mengintegrasikan aspek spiritual, moral, dan intelektual secara seimbang, serta menerapkan prinsip-prinsip ajaran Al-Qur’an dan Sunnah dalam setiap proses pembelajaran dan pengawasan, pendidikan Islam mampu melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berakhlak mulia dan berintegritas tinggi.
Hanya melalui implementasi sistem pendidikan Islam secara kaffah dan konsisten, bangsa ini dapat mencetak insan yang siap menghadapi tantangan zaman dengan kejujuran dan keteguhan moral, sekaligus membangun masyarakat yang adil, beradab, dan sejahtera sesuai dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Penulis: Nayla aulia safira