Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Pendidikan Ajang Mencerdaskan Atau Mainan?

Rabu, 30 Oktober 2019 | 21:54 WIB Last Updated 2019-10-30T13:54:19Z
Lorong Kata - Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan, karena tidak hanya memberi kita pengetahuan akan tetapi mengajari kita pada sopan santun dan hal-hal yang baik lainnya. Pendidikan juga telah menjadi kebutuhan semua manusia dan menjadi kunci bagi kemajuan suatu bangsa. Apabila kita ingin melihat suatu negara maju maka lihatlah kualitas pendidikannya.

Kita lihat relita sekarang, tidak semua orang dapat mencicipi manisnya bangku pendidikan dikarenakan mahalnya uang sekolah. Padahal setiap warga negara berhak merasakan bangku sekolah sebagaimana dalam pasal 31 ayat 1 UUD 1945 “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”.

Pengumuman susunan Kabinet Indonesia Maju di Istana Negara Jakarta, Rabu 23 November 2019, sangat menarik bagi penulis. Menariknya apa? dari susunan kabinet dengan dipilihnya Nadiem Makarim menjadi menteri pendidikan dan kebudayaan (Mendikbud) pilihan presiden Jokowi dalam Kabinet Indonesia Maju. Kita tahu sosok pak Nadiem sebelumnya belum pernah menjadi pejabat negara. Semoga saja kebijakan yang diambil bisa positif untuk Negeri Pertiwi kita. Sebab, latar belakang Pak Nadiem adalah CEO Gojek.

“Saya terpilih jadi Mendikbud karena lebih mengerti masa depan” sebutnya saat ditemui oleh wartawan seusai dilantik di Istana merdeka, Jakarta, 23/10/2019.

Selain itu Nadien Makarim, menyebutkan walaupun dirinya bukan latar belakang pendidikan, ia bakal membangun kebutuhan lingkungan pekerjaan dimasa depan. Menurutnya sangat berbeda, sehingga ia akan mencoba link and match dengan institusi pendidikan.

Hinggan dikatakan Nadiem ingin menciptakan pendidikan berbasis kompetensi dan karakter. Penunjukan Nadien Makarim sebagai Mendikbud banyak menuai prokontra, salah satunya yaitu di sosial media Twetter menjadi trending topik dengan tagar #NadiemMundurAja.

Pak Nadiem sebagaimana yang dikutip dalam berita Liputan.com (28/10) enggan mengomentari berbagai persoalan dalam dunia pendidikan. Pasalnya ia mengaku masih baru menjabat sebagai orang nomor 1 dalam lingkungan kementrian pendidikan dan kebudayaan itu. “jangan tanyakan mengenai apa kebijakan saya. Saya masih tahap belar ya” kata Pak Nadiem.

Mendengar perkataan kemendikbud di atas membuat penulis geleng-geleng kepala. Bagaimana tidak, nasib pendidikan Indonesia berada ditangannya, Nah katanya masi tahap belajar 'emang rakyat hanya kelinci percobaan yah, kalau kebijakannya tidak cocok tinggal ganti aja' kan baru belajar, kalau ada kesalahan tidak apa-apa. Semoga saja nasib Indonesia kedepannya tidak sesuai analisa penulis.

Indonesia telah merdeka selama 73 tahun lamanya, menteri pendidikan dan kebudayaan (mendikbud) pun selalu berganti, bahkan kurikulumnya pun selalu berganti. Mulai dari memperhatikan standar kompetensi dasar (KTSP) sampai memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi pribadi dan warga negara yang beriman, kreatif, dan inovatif (K13). Tapi apakah pendidikan di Indonesia maju seperti apa yang diinginkan? (silahkan dijawab sendiri)

Mengapa pendidikan Indonesia masih tetap sama dari zaman dulu sampai sekarang dan masih begitu-begitu saja? Karena, para elit politik menjadikan pendidikan sebagai ladang untuk merauk keuntungan. Seperti mahalnya uang masuk sekolah, mahalnya uang SPP, uang praktikum, dan begitu banyak lagi yang lainnya.

Begitulah kenyataan hidup di sisten kapitalis ini, walaupun berganti orangnya, kurikulumnya, hasilnya akan sama seperti tahun-tahun sebelumnya, karena bukan sistem ideologinya-nya yang diganti.

Sedangkan, Islam yang sempurna dan paripurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan mulai dari pendidikan, ekonomi, teknologi, dan lain-lain.

Dalam bidang pendidikan, tidak dapat diragukan lagi bahwa Islam pernah berjaya pada masanya. Salah satunya ialah bangunan Universitas Al-Azhar yang menjadi cerminan bagi bangsa Barat. Sebab, Barat baru membangun pendidikan tinggi sekitar dua abad pasca berdirinya Al-Azhar. Ilmuan pada saat itu sangat dihormati, apabila membuat suatu karya maka berat karyanya akan ditukar dengan emas.

Sehingga banyak mencetak para ilmuan besar seperti, Al-Khawarizmi (penemu aljabar dan penemu angka 0), Ibnu Sina (Bapak kedoteran), Ibnu Al-Haytham (Bapak optik modern), dan masih banyak lagi. Bahkan penemuannya masih digunakan sampai hari ini. Karena pada saat itu tujuan mereka semata-mata karena kemaslahatan umat, bukan karena ingin terkenal, dapat materi dan lain-lain. MasyaAllah luar biasa, kegemilangan Islam dulu

Mengapa pada masa kejayaan Islam banyak mencetak para ilmuan besar? Karena mereka difasilitasi oleh negara dan diperoleh secara gratis, bahkan yang jarak rumah dengan sekolahnya jauh akan diberi tumpangan (asrama), dan juga siswanya akan digaji, para gurupun gajinya tidak main-main sebanding dengan gaji DPR sekarang.

Kehidupan demikian hanya akan ada ketika seorang Muslim yang bertaqwa dan menjalankan syariah Islam secara kaffah dalam sistem pemerintahan Islam. Wallahualam bi ash-shawab.

Oleh: Nurul firamdhani as'ary (Jurusan Ilmu Perpustakaan UIN Alauddin Makassar)
×
Berita Terbaru Update