Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kucuran Dana ke Ormas, Kebijakan Pas?

Rabu, 08 Januari 2020 | 12:34 WIB Last Updated 2020-01-08T04:34:47Z
Lorong Kata - Nahdlatul Ulama (NU) didirikan tanggal 31 Januari 1926, dimotori KH Hasyim Asyari dan KH Wahab Chasbullah, sejumlah kiai dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Madura berkumpul di kediaman Kiai Wahab di Surabaya, menyepakati perkumpulan yang sebenarnya sudah memiliki embrio jauh sebelum itu.

Sejak awal pendiriannya NU merupakan organisasi yang didayagunakan untuk mengedukasi umat. Sebagaimana informasi yang disampaikan oleh seorang pengamat politik.

"Khittah NU itu tak berpolitik. Hanya mendidik umat. Pengakuan ketua PBNU tentu membuat jemaah NU di bawah, terutama NU kultural, kaget," ujar pengamat politik dari UIN Syarief Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno saat berbincang dengan Kantor Berita RMOL Network di Jakarta, Sabtu (28/12).

Namun, para petinggi formal NU justru sangat nampak kecondongan nya kepada salah satu paslon menjelang pilpres. Tanpa ragu merapat dan menutupi segala kekurangan paslon pilihan mereka. Menggunakan berbagai macam dalih untuk menghalalkan segala tindak-tanduk setiap yang berkoalisi dengan mereka. Ternyata pujian setinggi langit kepada penguasa ini tidaklah gratis. Ada janji Rp. 1,5 triliun yang diharapnya. Sebagaimana diberitakan melalui pojoksatu.id dana tersebut dialurkan melalui kredit murah sebesar Rp 1,5 triliun yang dialokasikan di APBN 2017. Dana tersebut digunanakan untuk mendukung perkuatan pengusaha di level ultramikro, yaitu yang di bawah level kredit usaha rakyat dan tidak memiliki akses ke pembiayaan.

"Oleh DPR disetujui Rp 1,5 triliun, termasuk pada level grassroot adalah yang ada di dalam afiliasi dengan organisasi kemasyarakatan, karena NU sebagai salah satu ormas yang besar, memang memiliki banyak unit usaha yang kebutuhan kreditnya antara 5-10 juta per pengusaha, ujar Sri Mulyani di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (26/12/2019).
Kini ketua umum PBNU merasa belum ada pencairan dana tersebut. Maka pada masanya janji kucuran dana itu tak segera dibuka kran nya, problem solving yang dipilih sang ketum dari janji ini adalah bermuara pada penagihan.

Dilansir dari berita RMOLBANTEN, ketua umum PBNU KH. Said Aqil Siradj mengungkapkan kekecewaanya. Kalangan santri dianggap hanya sebatas tukang dorong kendaraan politik pihak tertentu pada pemilihan umum sudah menjadi pil pahit jemaah NU sejak lama. Sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia dengan basis jemaah dari kalangan santri, Nahdlatul Ulama sudah tidak asing dengan istilah tersebut.

"Bukan hanya santri, tapi rakyat hanya di manfaatkan suaranya ketika plihan umum, ujar Ketum PBNU Said Aqil Siroj dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (3/1).

Telaah Kritis

Jika menelaah Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 Tentang Kementerian Keuangan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.01/2015 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Keuangan dari kesembilan poin fungsi kementrian keuangan, tiada satupun unsur yang dapat memenuhi pembenaran atas tindakan mengalokasikan dana APBN ke organjsasi masyarakat. Lalu, atas dasar apa kucuran dana itu dijanjikan? Sementara di lain hal tidak ada regulasi yang mengaturnya. Selain menerobos aturan karena bertindak tanpa dasar hukum selanjutnya jika dana berasal dari perbankan, apakah menkeu memiliki kewenangan mengintervensi perbankan? Bukankah Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (UU-BI) dirumuskan bahwa Bank Indonesia adalah lembaga Negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-undang ini (Psl 4)? Lagi dan lagi aturan yang telah disepakati mampu disimpangi.

Di awal pendiriannya, NU bertujuan mengedukasi umat tentang bagaimana aturan Islam dapat membaur dengan aspek tradisional. Membangkitkan kembali ghiroh umat melalui pendidikan intensif tentang keIslaman. Memperbaiki aspek ruhiyah umat agar mampu menghadapi kehidupan dengan nafas Islam. Sebuah organisasi masyarakat sudah selayaknya berada di luar istana sebagai pemantau kebijakan. Tetap menegakkan amar ma'ruf wa nahi munkar. Boleh saja pencapaian pemerintah diapresiasi. Namun jangan lupa juga kewajiban dalam mengoreksi. Walau bagaimana pun semua ini demi kebaikan negeri ini.

Sebuah kritikan tentu tidak selaras jika disamaratakan sebagai suatu langkah ingin negeri ini hancur. Melalui kritik justru membantu penguasa mengurai problematika yang ada, bukankah menyelesaikan segala masalah rakyat telah dibebankan sepenuhnya kepada penguasa? Seperti itulah tanggung jawab yang amat berat bagi seorang pemimpin. Setiap kritik adalah masukan demi membangun negeri lebih baik. Telah menjadi dambaan kita bersama berada dalam negeri aman, tenteram, serta kesejahteraan merata. Hal ini dapat dicapai melalui salah satu jalan yaitu tetap ada sekelompok orang yang teguh melakukan amar ma'ruf wa nahi munkar kepada penguasa. Sebagaimana Firman Allah "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung. [QS Ali Imron:104]

Pandang Islam

Janji akan memberikan kucuran dana adalah model serangan fajar dalam versi kelas kakap. Tentu pemberian dana ini bukan semata bantuan menteri keuangan saja, melainkan ada kepentingan politik seperti telah kita ketahui bersama ke mana kecenderungan terhadap pasangan calon presiden musim lalu sudah memberi gambaran jelas ke mana mereka berafiliasi. Tak dapat dipungkiri suara umat sangat menpengaruhi hasil perolehan suara di negeri yang mayoritas muslim ini. Apatah lagi NU merupakan sebuah organisasi terbesar dengan anggota yang tersebar di seluruh penjuru negeri. Dengan hal inilah sebuah organisasi masyarakat dipersunting melalui janji aliran dana sebesar 1,5 Triliun guna mendongkrak suara umat agar berpihak kepada paslon dimaksud. Padahal telah jelas bahwa hal yang demikian termasuk kedalam perbuatan suap dan risywah yang diharamkan Allah. Sebagaimana dalam hadits disebutkan bahwa Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap. (HR. Abu Daud no. 3580, Tirmidzi no. 1337, Ibnu Majah no. 2313. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih).

Namun mirisnya, justru risywah dan suap menjadi fenomena yang di anggap wajar. Mengapa demikian, karena sistem ekonomi kapitalisme mengambil peranan penting di segala bidang. Dan banyak orang bahkan tokoh tercekoki pemahaman dengan asas manfaat semacam ini. Sehingga ikatan yang mereka hadirkan adalah segala hal yang mendatangkan maslahat kepada mereka secara materi atau demi sebuah posisi penting di pemerintahan. Padahal sebuah organisasi masyarakat semestinya berdaya guna mengedukasi umat sekaligus pengamat kebijakan publik. Maka tak sepantasnya menceburkan diri dalam lingkup politik hanya demi materi dan posisi mentereng dalam pemerintahan. Sudah saatnya organisasi masyarakat kembali pada tugas dan fungsi keberadaannya yakni menegakkan amar ma'ruf wa nahi munkar.

Namun demikian, suap menyuap ini takkan pernah enyah karena sistem yang ada memang mengkondisikan agar hal itu bisa terjadi. Sebab dalam demokrasi pemenang adalah pemilik suara terbanyak. Sehingga di awal pemilihan setiap paslon berlomba-lomba meraup suara sebanyak mungkin melalui segala cara. Selain pencitraan, suap adalah hal yang sah-sah saja dilakukan demi terhimpunnya banyak suara. Suara dari tiap-tiap orang menjadi sangat penting menjelang pemilihan karena sistem ini menganut suara rakyat adalah suara Tuhan. Namun pasca hasil perolehan suara diumumkan, sang pemilik suara yang dianggap tuhan akan diabaikan. Sebab setelah menduduki kekuasaan ada banyak hutang pribadi kepada para kapital yang harus dibayar mahal, sebuah beban yamg dititip dari pemberi modal guna melebarkan elektabilitas menjelang psoses pemilihan tersebut.

Hal demikian tidak mungkin terjadi jika beada dalam sebuah sistem yang spirit kepemimpinannya adalah berasaskan Islam. Sebab penguasa memimpin semata-mata hanya untuk meraih ridho-Nya dengan menerapkan secara penuh seluruh syariat-Nya. Sehingga bukan elektabilitas semata yang menjadi fokus kepemimpinannya. Rakyat dilayani sdbagaimana mestinya karena beban pahala dan dosa senantiasa bercengkrama di dalam dadanya. Itulah mengapa urgensi kepemimpinan Islam terus digaungkan. Agar umat segera bangkit melawan kedzoliman demokrasi kapitalis yang tidak manusiawi melalui pemikiran cemerlang. Semoga Nasrullaah segera tiba agar umat yang penuh derita segera menyambut datangnya abad gemilang berasaskan Islam. Hingga gema takbir kembali pada kemuliaannya tidak lagi menjadi ledekan serta dinistakan. Allahu Akbar!

Penulis: Sindy Utami (Mahasiswa Fakultas Hukum USN)
×
Berita Terbaru Update