Wijiati Lestari, Owner Taqiyya Hijab Syar'i |
Jika ada suami di sisi kita tegar itu menjadi hal yang biasa, karena ada tempat untuk mengadu, ada tempat untuk bermanja, ada yang selalu siap untuk membantu. Walau tak dipungkiri banyak suami yang kadang tak mampu melakukan hal-hal demikian. Tapi keberadaan suami di sisi sang istri memberikan ketenangan tersendiri.
Akan sangat berbeda bila menjadi tegar saat suami pergi jauh meninggalkan kita, tanpa tahu kapan kembalinya. Apalagi bukan di rumah sanak famili atau rumah yang kanan kiri ada tetangga, tetapi di tempat sepi tak berpenghuni, daerah tandus yang tak ada satu tumbuhan pun hidup. Dan ada seorang bayi yang harus selalu dijaga dan dipenuhi kebutuhannya. Dengan perbekalan yang tak banyak jumlahnya.
Rasanya tak akan sampai nalar jika kita yang berada pada posisi tersebut. Kemungkinan besar kita tak bersedia ditinggal di tempat yang asing demikian. Tapi hal itu tidak berlaku bagi Siti Hajar walau dengan deraian air mata, beliau melepas kepergian suaminya dengan kerelaan karena penjelasan suami bahwa ditinggalkannya Siti Hajar dan Nabi Ismail as yang masih bayi adalah perintah Ilahi.
Seperti diketahui Siti Hajar adalah istri kedua Nabi Ibrahim as, mereka akhirnya menikah atas permintaan Siti Sarah istri pertama Nabi Ibrahim as. Bukan tanpa alasan Siti Sarah meminta suaminya menikah lagi, apalagi kalau bukan demi mendapatkan buah hati yang dapat meneruskan perjuangan untuk menyebarkan supaya hanya menyembah kepada Allah SWT saja.
Setelah Siti Hajar melahirkan bayi ternyata rasa cemburu menghampiri Siti Sarah, maka Siti Sarah meminta suaminya untuk membawa madunya ke tempat yang tak akan ditemukan oleh dirinya. Akhirnya karena Wahyu Allah SWT turun untuk membawa pergi Siti Hajar yang jauhnya 1600 km dari rumah kediaman mereka di Palestina. Nabi Ibrahim as pun memenuhi permintaan istri pertamanya.
Beberapa saat setelah kepergian suaminya, Siti Hajar kehabisan bekal makanan dan juga minuman. Hingga Nabi Ismail as kecil menangis karena air susu ibunya tak lagi bisa ia nikmati. Berbekal keyakinan bahwa Allah SWT bersama mereka, Siti Hajar meninggalkan bayinya untuk mencari air. Maka berlari-lari kecil lah beliau untuk dari bukit Shafa ke bukit Marwah sebanyak tujuh kali.
Namun, setelah lelah dan payah dirasakan, tak setetespun air didapatkan. Akhirnya Siti Hajar kembali menemui bayinya. Dan betapa bahagianya demi melihat ada air memancar dari bawah telapak kaki Nabi Ismail as kecil.
Dari kisah Siti Hajar ini hendaknya menjadikan kita para wanita untuk tetap tegar berada dalam ketaatan, berjalan pada aturan Allah SWT. Tidak hanya pada perkara-perkara yang disenangi saja yang ditaati. Tapi menentang dan meninggalkan hal-hal yang kurang menyenangkan.
Padahal Allah SWT telah berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu."(Q.S Al-Baqarah ayat 208)
Seharusnya dengan mengetahui betapa pengorbanan dan ketegaran Siti Hajar untuk tetap taat saat menjalani pengasingan dirinya dan bayi Ismail as. Dengan segala kesulitannya menjadikan kita malu jika masih banyak beralasan untuk menolak aturan-aturan Alloh SWT yang kita anggap kurang menyenangkan.
Padahal hanya Allah SWT yang mengetahui apa yang terbaik untuk ciptaan-Nya seperti tertulis jelas dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 216, "Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyenangi sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
Jadi tegar itu bukan hanya ketika berurusan dengan pasangan, tetapi kita harus tetap setegar Siti Hajar dalam menjalani ketaatan. Baik dalam tingkat individu, bermasyarakat dan bernegara semua harus didasarkan pada syariat Islam supaya kita pantas mendapatkan pertolongan dari Pengatur Kehidupan layaknya Siti Hajar. Karena janji dan pertolongan Allah SWT itu nyata. Wallahu a'lam bishowab.
Penulis: Wijiati Lestari, Owner Taqiyya Hijab Syar'i