Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Gagalnya Pola Asuh Anak, Dampak Kapitalisme

Senin, 17 April 2023 | 17:06 WIB Last Updated 2023-04-17T09:06:16Z

Jihan (Aktivis Dakwah Muslimah)

LorongKa.com -
Imam Al-Ghazali mengatakan, "Anak adalah amanat di tangan kedua orang tuanya. Hatinya yang suci adalah mutiara yang masih mentah, belum dipahat maupun dibentuk. Mutiara ini dapat dipahat dalam bentuk apa pun, mudah condong kepada segala sesuatu. Apabila dibiasakan dan diajarkan dengan kebaikan, maka ia akan tumbuh dalam kebaikan itu. 


Dampaknya, kedua orang tuanya akan hidup berbahagia di dunia dan di akhirat. Semua orang dapat menjadi guru dan pendidiknya. Namun, apabila dibiasakan dengan keburukan dan dilalaikan, seperti dilalaikannya hewan pasti si anak akan celaka dan binasa. Dosanya akan melilit leher orang yang seharusnya bertanggungjawab atasnya dan menjadi walinya. 


Dilansir dari republika.co.id, Belakangan ada beberapa kasus anak pejabat yang menunjukkan arogansinya atau memanfaatkan fasilitas orang tuanya untuk menunjang gaya hidup mewahnya. Terbaru, anak salah satu pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI menganiaya pelajar dan kedapatan mengendarai mobil Jeep Rubicon seharga lebih dari Rp 1,45 miliar. 


Gagalnya Pola Pengasuhan Kapitalisme 


Adanya kasus anak pejabat ini telah mencerminkan bahwa anak tersebut tumbuh dari pengasuhan yang gagal akan kehilangan sifat kemanusiaannya. Semakin banyak dan sering anak kehilangan pengasuhan dan kasih sayang, semakin banyak defisit sifat kemanusiaan pada mereka. Banyak riset menunjukkan anak-anak dan remaja berperilaku antisosial adalah buah penelantaran pengasuhan dari orang tua mereka. 


Akal dan batin mereka kering, akibatnya  mereka gampang bersikap kasar secara verbal atau fisik pada orang lain, mem-bully, emosi meledak-ledak, atau cuek pada lingkungan, sampai terlibat dalam aksi kejahatan. Ada juga yang muncul sebagai anak yang inferior, tidak punya kepercayaan diri, pemurung, dan penyendiri. 


Psikolog Kory Floyd PhD dalam Psycholog Today mengistilahkan anak-anak dan orang dewasa yang berperilaku seperti itu sebagai kelompok yang mengalami “lapar sentuhan” (skin hunger). 


Ia mengatakan tubuh manusia memberikan sinyal ketika lapar maka membutuhkan makan, haus membutuhkan minum, dan letih membutuhkan tidur. Demikian pula ketika mereka mengalami kekurangan kasih sayang maka tubuh akan merespon dengan perasaan “lapar sentuhan.” 


Orang yang mengalami lapar sentuhan dalam hidupnya akan merasa kurang bahagia, kesepian, dan lebih merasa depresi juga stres. Mereka juga memiliki kepuasan hubungan sosial yang rendah dan terkena kondisi alexithymia, suatu kondisi di mana mereka kesulitan mengekspresikan dan mencerna emosi. Karenanya pengasuhan adalah utang orang tua pada anak, dan itu menuntut pembayaran. 


Orang tua yang jarang meluangkan waktu bersama dengan anak akan membuat anak merasa terasingkan dan mengalami kesulitan membangun hubungan sosial dengan orang lain. Anak yang sering dimarahi orang tua, dapat panggilan buruk, dicela, akan kehilangan kepercayaan diri, mudah marah, dan mem-bully orang lain. Ketika mereka beranjak dewasa perilaku itu terus menjadi.  


Hal ini dapat terjadi karena ketidaksiapan para calon orangtua dalam perannya sebagai orangtua.  Peran ini adalah satu keniscayaan, sehingga seharusnya menjadi bagian dalam kurikulum pendidikan dalam semua jenjang pendidikan bagi anak.  Namun, saat ini hal tersebut justru tidak didapatkan dalam sistem pendidikan Indonesia. 


Kesadaran akan pentingnya  ilmu menjadi orang tua malah menjadi salah satu peluang bisnis dalam sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme ini sendiripun hanya membawakan paham materialistik dan eksistensi diri yang membuat calon-calon orang tua hilang standarnya dalam menjadi manusia yang benar dan pendidik generasi. 


keberhasilan Sistem Islam dalam Mendidik Anak


Islam memahami peran penting orang tua dalam mendidik generasi.  Oleh karena itu Islam memiliki tuntunan bagaimana menjadi orang tua, tidak saja dalam menyiapkan anak untuk mengarungi kehidupan di dunia, namun juga agar selamat di akhirat. 


Kita dapati Rasulullah Saw., melimpahkan tanggungjawab pendidikan anak kepada kedua orangtua sebagai tanggung jawab yang sempurna. Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, bahwasanya Rasulullah Saw., bersabda;


"Setiap kalian adalah penggembala dan setiap kalian bertanggungjawab atas gembalaanya. Seorang pemimpin adalah penggembala dan dia bertanggungjawab atas gembalaanya. Seorang laki-laki adalah penggembala di keluarganya dan dia bertanggungjawab atas gembalaanya. Seorang wanita adalah penggembala di rumah suaminya dan dia bertanggungjawab atas gembalaanya. Seorang pelayan penggembala pada harta majikannya dan dia bertanggungjawab atas gembalaanya. Setiap kalian adalah penggembala dan setiap kalian bertanggungjawab atas gembalaanya" (Muttafaqun 'alayh). 


Selain itu, Rasulullah Saw., mencanangkan suatu kaidah dasar bahwa seorang anak tumbuh dewasa sesuai dengan agama kedua orangtuanya. Mereka berdualah yang memberikan pengaruh sangat besar dalam kehidupan si anak. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah. Orangtuanya yang akan membuat dia yahudi, nasrani, dan majusi” (H.R. Muslim). Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


"Maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam sesuai) fitrah (dari) Allah yang telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah (tersebut). Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."(QS. Ar-Rum[30]:30). 


Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memerintahkan kedua orangtua untuk mendidik anak-anak mereka dan memberikan tanggung jawab ini kepada mereka berdua dalam firman-Nya:


"Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. At-Tahrim[66]:6). 


Oleh karena itu, perlu ada usaha dan kerja keras secara terus-menerus dalam mendidik anak, memperbaiki kesalahan mereka dan membiasakan mereka mengerjakan kebaikan. Inilah jalan para nabi dan rasul; Nabi Nuh as.,  mengajak putranya untuk beriman, Nabi Ibrahim as.,  mewasiatkan anak-anaknya untuk beribadah kepada Allah semata, dan demikian seterusnya. 


Jelas saja tuntunan tersebut akan dapat diintegrasikan dalam sistem pendidikan jika negara berlandaskan pada hukum syariat Islam, mengingat setiap orang laki-laki atau perempuan akan  menjadi orang tua. Ini adalah bentuk tanggung jawab yang Islam bebankan kepada negara, karena Islam menyadari pentingnya generasi dalam membangun peradaban yang mulia. Wallahu'alam bishawab.

×
Berita Terbaru Update