Notification

×

Iklan

Iklan

Artikel Terhangat

Tag Terpopuler

Program PTSL, Apakah Mampu Menjamin Kepemilikan Masyarakat?

Sabtu, 14 Oktober 2023 | 15:59 WIB Last Updated 2023-10-14T07:59:01Z

Rosita (Ibu Rumah Tangga)

LorongKa.com - 
Dalam kunjungannya ke Sekretaris Jenderal (sekjen) Bupati Kabupaten Bandung Dadang Supriatna menyampaikan keinginan dari warganya untuk mendapatkan sertifikat secara gratis melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lahan (PTSL). Kunjungan itu pun disambut baik oleh pihak SekJen, (Suyus Windayana) bahkan beliau akan mengalokasikan anggaran khusus untuk program PTSL Kabupaten Bandung. (detikjabar, 25 September 2023)


PTSL adalah program dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional untuk menghindari konflik-konflik pertanahan baik itu dengan keluarga, masyarakat bahkan negara. Anggaran Kementerian ATR/BPN di tahun 2023 yaitu sebesar Rp7,58 triliun, Di antaranya, sebesar Rp230 miliar untuk program penyelenggaraan penataan ruang, Rp2,77 triliun untuk program pengelolaan dan pelayanan pertanahan dan Rp4,58 triliun untuk dukungan manajemen. (Bisnis.com, 21 September 2022)


Program PTSL ini erat kaitannya dengan tidak kuatnya badan hukum atas kepemilikan lahan. Karena kebanyakan pemilik lahan hanya memiliki surat Akta Jual Beli (AJB) saja. AJB ini dikeluarkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Bukan Badan Pertanahan Nasional (BNP), Makanya AJB ini tidak dapat dikatakan sebagai dokumen resmi kepemilikan lahan.


Program PTSL ini sejatinya untuk mendukung program pemerintah sebelumnya yang bertajuk Food Estate. Sementara reforma agraria/pertanahan ini dianggap memiliki peran penting dalam mensukseskan program tersebut. Oleh karena itu seharusnya pemerintah bisa memberikan sertifikat gratis pada masyarakat agar mereka memiliki kekuatan hukum, meskipun faktanya banyak terjadi penggusuran tanah secara paksa demi memuluskan proyek-proyek kapitalis yang berkedok investasi. Selain menjanjikan gratis, pemerintah juga harus menertibkan data yang valid sehingga tidak akan terjadi sertifikat ganda.


Masalah pertanahan memang masalah yang krusial, bahkan sering terjadi konflik antara masyarakat yang lemah dengan para pengusaha. Mereka yang telah menempati suatu wilayah dan memanfaatkan tanahnya selama bertahun-tahun, nyatanya tak luput dari penggusuran. Penggusuran kerap dilakukan pihak pemodal dan penguasa karena dalih bahwa warga tak memiliki surat kepemilikan yang sah atau karena lahan yang mereka tempati termasuk lahan negara.


Hal ini sering terjadi di negara yang berkiblat pada hukum kapitalis sekuler termasuk Indonesia. Yakni kekuasaan berada pada para kapital sedangkan negara swbagai alat regulasi dan fasilitas. Fakta ini kian mempertegas bahwa bersandar pada siatem kapitalis sekuler tidak akan membawa penjagaan atas hak masyarakat atau kesejahteraan pada mereka. Sebab dalam sistem ini, hukum bisa dibeli, sertifikat tanah bisa dimanipulasi jika uang dan kepentingn sidah bicara. 


Berbeda halnya dengan sistem dan aturan hukum yang datang dari sang Pencipta yaitu Islam. Dalam Islam kepemilikan tanah atau lahan tidak dilihat dari sertifikat. Selama cara mendapatkan tanah tersebut dibolehkan syariat seperti melalui jual beli, karena warisan, hibah, menghidupkan tanah mati, membuat batasan pada tanah mati atau tanah itu merupakan pemberian negara pada rakyatnya.


Mengenai jual-beli, waris, dan hibah sudah jelas. Adapun menghidupkan tanah mati (al-mawat). Pengertian tanah mati adalah tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak dimanfaatkan oleh seorang pun. Menghidupkan tanah mati, artinya memanfaatkan tanah itu, misalnya dengan bercocok tanam padanya, menanaminya dengan pohon, membangun bangunan di atasnya, dan sebagainya. Sabda Nabi saw: "Barangsiapa yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR Bukhari)


Sedangkan, membuat batas pada suatu tanah. Nabi saw. bersabda,”Barangsiapa membuat suatu batas pada suatu tanah (mati), maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR Ahmad). Dan pemberian tanah milik negara kepada rakyat. Nabi saw. pada saat tiba di kota Madinah, pernah memberikan tanah kepada Abu Bakar As-Shiddiq dan Umar bin Khaththab. Nabi saw Juga pernah memberikan tanah yang luas kepada Zubair bin Awwam. 


Jadi siapapun tidak bisa menggusur atau merampas tanah masyarakat termasuk negara. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan dari Said bin Zaid bin Amr bin Nufail RA. Dia berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: "Siapa yang merampas tanah orang lain dengan cara zalim, walaupun hanya sejengkal, maka Allah акап mengalunginya kelak diHari Kiamat dengan tujuh lapis bumi." (HR Muslim)


Kecuali jika tanah atau lahan itu memang satu-satunya yang sangat dibutuhkan publik, maka negara akan meminta pemiliknya untuk menjual kepada negara dan negara akan mengganti untung bagi pemiliknya.


Inilah sistem atau aturan yang akan membawa dampak baik terhadap masyarakat dengan status kepemilikan tanah. Negara sebagai institusi pelaksana syariat akan memainkan perannya sebagai raain dan junnah bukan regulator ataupun fasilitator sebagaimana dalam sistem kapitalis sekuler. Dengan demikian, kesejahteraan dan keamanan atas hak publik hanya bisa diwujudkan oleh negara yang menerapkan aturan Islam sesuai arahan Allah dan RasulNya. 


Wallahu alam bishawab


Penulis: Rosita (Ibu Rumah Tangga)

×
Berita Terbaru Update